Pilih Tema Kasus Reklamasi, Anggota DPRD DKI Gerindra Syarif Lulus Cumlaude Doktor Hukum Universitas Borobudur

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Syarif (keempat dari kiri) yang baru diputuskan lulus Doktor Hukum dengan predikat Cumlaude dari Universitas Borobodur foto bersama istri dan para Penguji. Foto: heryanto

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra Syarif mencatatkan sejarah prestasi dalam dirinya. Menyusul hasil cumlaude pada Sidang Terbuka Promosi Doktor Hukum di Universitas Borobudur Jakarta, Kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu siang (12/11/2022).

semarak.co-Tampak hadir mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria yang juga Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI Jakarta, mantan Menteri Lingkungan Hidup masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yaitu Sarwono Kusumaatmadja, Kepala-Kepala Dinas DKI Jakarta, dan banyak lagi dari kalangan partai.

Bacaan Lainnya

Ratusan karangan bunga berderet melengkapi suasana sidang desertasi dengan judul: Politik Hukum dalam Pencabutan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta dalam Upaya untuk Mencapai Kesejahteraan Masyarakat dan Kepastian Berinvestasi. Pengunjung pun tak henti-hentinya meminta foto bersama kepada sang doktor.

Rektor Universitas Borobudur Prof Bambang Bernantos mengatakan, Syarif adalah mahasiswa ke 142 cumlaude. Syarif dinilai berhasil mempertahankan desertasi dengan memenuhi persyaratan ilmiah dan kriteria-kriteria akademik.

“Memutuskan lulus ujian doktor pada program Pasca Sarjana dengan hasil cumlaude. Selamat. Untuk selanjut mahasiwa berhak menyandang gelar doktor,” ujar Prof Bambang yang kembali ke meja sidang membacakan hasil rapat pengambilan keputusan hasil proses sidang terbuka.

“Dengan hasil cumlaude ini menunjukkan ketekunan Pak Syarif menyoroti pada masalah-masalah bangsa dan negara. Jadi dengan gelar doctor yang sekarang disandang menjadi pintu masuk dunia yang lebih besar permasalahan yang dihadapi pula,” ucap Prof Bambang dalam kesempatan memberi sambutan sebelum menutup sidang.

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra Syarif (kanan) yang lulus cumlaude Doktor Hukum dari Universitas Borobudur bersama Heryanto pendiri semarak.co yang berteman lama dengan DR Syarif. Foto: heryanto

Sebelumnya dalam proses mempertahankan desertasinya, penguji yang sekaligus pembimbing Prof Faisal Santiago memuji keseriusan Syarif. Dikatakan, jadwal bimbingan bisa sampai 3 kali seminggu. “Jadi dalam proses bimbingan, tampak bentuk desertasinya sebagai praktisi dengan bahasa tulisan media massa yang isinya mempunyai pemikiran untuk pemanfaatan ke depan,” ujar Prof Faisal.

Sebagai promotor, Faisal lantas mengajukan pertanyaan. “Apakah manfaatnya kalau reklamasi terus dilanjutkan atau tidak perlu dilanjutkan? Apakah kurang menguntungkan masyarakat? Silakan jawab singkat!” tanya Faisal.

Syarif lantas menjawab singkat sebagai diminta penguji, “Tidak perlu dilanjutkan karena tidak menguntungkan, terutama masyarakat.”

“Baik. Terimakasih!” imbuh Faisal membalas.

Saat dicegat semarak.co usai melayani foto-foto, Syarif mengatakan terkait materi disertasinya. Proses risetnya memakan waktu 12 bulan. Kemudian di antara rentang waktu 12 bulan itu dilakukan bimbingan.

Walau sebagai anggota dewan, Syarif rupanya tidak mengalami atau merasakan ada kemudahan-kemudahan dalam prosesnya termasuk belajar selama kuliah 2 tahun. Risetnya meliputi study literatur, lalu wawancara dengan pelaku-pelaku kebijakan, terutama pihak pemerintah provinsi DKI Jakarta.

“Nah, sebagai anggota dewan yang diistilahkan penguji sebagai praktisi, saya jadi seperti dipaksa menjadi akademisi. Sementara paparan saya banyak praktisi. Tapi saya coba menghindari bias, maka sampai 12 bulan. Padahal riset itu umumnya 3-4 bulan,” terang dia.

Proses sidang sendiri diakui Syarif berjalan lancar tanpa kesulitan berarti dan terlihat dari rata-rata pertanyaan yang diajukan penguji relative normative. Ketika menyinggung soal politis, kutip dia, karena ini akademis jadi tidak tertampung eksplorasinya. “Hasil riset saya terlihat tidak ada yang dibantah. Justru dalam soal prinsip, penguji minta penegasan-penegasan dari saya,” ujarnya.

Dikonfirmasi soal pertanyaan penguji tentang manfaat jika reklamasi dilanjutkan, Syarif dengan tegas mengatakan tidak ada manfaatnya. Karena wilayah DKI Jakarta itu menyimpan ancaman banjirnya besar. “Kalau dilanjutkan ancamannya malah jadi dua kali lipat,” ujarnya sambil menerangkan.

Ancamannya penurunan permukaan air tanah dan permukaan air laut. Di mana tanah makin menurun, maka permukaan air naik. Apalagi dihadapkan pada pemanasan global saat ini. “Kalau ditambah reklamasi lagi dengan melanjutkannya, maka akan dua kalilipat ancamannya,” tuturnya.

Dari hasil risetnya tadi disebutkan sukses sistem penyelenggaraan reklamasi di Singapura atau Jepang, misalnya, berjalan baik dan terus berlanjut. Menurut dia, yang menyelenggarakan reklamasi di sana adalah negara. Bukan perusahaan swasta. “Nah, di Indonesia bisa tidak negara yang menyelenggarakan? Kondisi Indonesia tidak punya duit!” cetusnya.

Kalau negara melanjutkan bersama swasta, kata Syarif tidak ada untungnya. Karena itulah, alasan dia memilih tema kasus hukum reklamasi ini. “Saya ingin mencari benang merahnya sebagai hikmahnya. Karena sejarah itu akan selalu berulang,” ungkapnya.

Dilanjutkan Syarif, “Jadi nanti kalau ada yang menggagas tentang reklamasi kita tahu siapa di belakangnya. Ada polanya itu. Kalau swasta yang berinvestasi, buntutnya akan bicara keuntungan dan walau wajar. Jadi karena itu kalau diteruskan tidak ada manfaatnya,” pungkasnya. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *