Perum Bulog Siap Dukung, Menteri Edhy Sebut Gagal Tumbuh Salah Satu Masalah Terbesar Bangsa

Men teri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo dicegat wartawan usai ikuti rakor dengan Menko Kemaritiman dan Investasi, Menteri Keuangan, dan Jaksa Agung. Foto: internet

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo menyatakan masalah stunting atau gagal tumbuh merupakan salah satu persoalan terbesar bangsa yang dapat diatasi dengan bekerja sama, termasuk dengan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

semarak.co -“Stunting salah satu masalah terbesar bangsa,” kata Edhy Prabowo dalam acara Indonesia Seafood Expo 2019 di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).

Menurut dia, hal tersebut harus dikomunikasikan dengan ibu-ibu PKK karena dengan fungsinya untuk memberdayakan kesejahteraan keluarga, maka berarti pusat kekuatan negeri ini juga berada di pundak mereka.

Wakil ketu umum Partai Gerindra ini berpendapat bila telah berkomunikasi dengan ibu-ibu PKK untuk memperoleh solusi, maka lebih dari 80 persen permasalahan bangsa juga dapat selesai.

Pihaknya juga siap bahu-membahu untuk menyelesaikan permasalahan dalam mengatasi beragam persoalan bangsa seperti gagal tumbuh, dengan berbagai kementerian.

Sebelumnya, KKP telah meminta kepada kepala daerah di wilayah pesisir untuk turut serta memberantas permasalahan gagal tumbuh tersebut di daerahnya masing-masing. Pemberantasan gagal tumbuh, lanjut dia, merupakan salah satu program KKP ke depan, sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

“Kami mengajak seluruh kepala daerah untuk bangkit melawan stunting. Ikan adalah salah satu solusi jawaban menentang untuk memberantas stunting di Indonesia,” ujar Edhy dalam dalam acara Marine and Fisheries Business Investment Forum (MFBIF) di Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Selain KKP, Perusahaan umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) juga telah menginisiasi integrasi bersama kementerian/lembaga terkait sosialisasi percepatan penyediaan beras bervitamin atau fortifikasi guna menekan angka gagal tumbuh dan anemia di Indonesia.

Wakil Direktur Utama Perum Bulog Gatot Trihargo mengatakan, Perum Bulog siap bekerja sama dengan semua pihak. Baik dengan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang memiliki tujuan yang sama untuk penyediaan tambahan gizi bagi masyarakat, maupun dengan konsumen di setiap lini untuk penyediaan pangan sehat bergizi.

“Beras fortifikasi diharapkan dapat menjadi jembatan integrasi kebijakan antarpemerintah sehingga dapat mengurangi serta menangani prevalensi stunting dan anemia di Indonesia melalui integrasi dengan program Bantuan Pangan Non Tunai, pengelolaan CBP serta program pangan lainnya,” imbuh Gatot di Kantor Pusat Bulog Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Menurut Gatot, dengan integrasi kebijakan, maka ke depannya juga diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan mampu menjadi motor penggerak pembangunan bangsa yang kreatif, produktif dan berdaya saing tinggi.

Adapun fortifikasi pangan di Indonesia bukan hal yang baru. Pada tahun 1986, Pemerintah melalui Kemenkes telah berhasil mengatasi masalah penyakit gondok melalui kebijakan yang mewajibkan fortifikasi garam dengan Iodium.

Pada tahun 2003, Pemerintah juga telah mewajibkan fortifikasi tepung terigu dengan enam jenis vitamin dan mineral. Fortifikasi minyak goreng dengan Vitamin A juga sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu dan sedang dalam proses untuk diwajibkan.

Dalam mendukung program pemerintah terhadap intervensi gizi sensitif melalui peningkatan akses pangan bergizi, Bulog telah berinovasi dengan menyiapkan beras fortifikasi yang salah satunya dapat disalurkan kepada masyarakat berpendapatan rendah dengan harapan memperbaiki gizi warga.

Di bagian lain Menteri Edhy menyebut, rencana untuk membuka ekspor benih lobster adalah dalam rangka meningkatkan nilai keekonomian di masyarakat.

“Kami sedang melakukan pendalaman, ada nelayan penangkap benih sudah tidak ada pekerjaan. Di sisi lain, ada nelayan yang ingin budi daya, semua kelompok ini yang harus kita jaga,” ujar Edhy dalam acara Marine and Fisheries Business Investment Forum (MFBIF) di Jakarta, Jumat (12/12/2019).

Ia meyakini lobster dapat dibudidayakan di Indonesia mengingat luasnya lahan. Budi daya lobster saat ini dilakukan di berbagai teluk pulau, mulai dari Sabang sampai Merauke. “Sudah ada di daerah NTB, daerah kepulauan Jawa dan sebagainya, ini kami sedang galang juga di tempat lain,” kata Edhy yang juga Wakil Ketua umum Partai Gerindra.

Namun, menurut dia, tidak semua tempat memiliki kemampuan melakukan budi daya 100 persen lantaran masih minimnya kemampuan dan infrastruktur yang belum sepenuhnya siap.

“Apakah kita menunggu untuk membangun keramba jaring apungnya dulu atau kita kasih kuota ekspor. Ekspor yang harus langsung dengan pengusaha, tidak lagi lewat perantara sehingga ada nilai keekonomian buat penangkap lobster, bisa terasa langsung,” ucapnya.

Di sisi lain, Edhy juga sedang mempertimbangkan jumlah benih lobster yang harus dikembalikan pembudi daya ke alam, yaitu antara 2,5 persen atau 5 persen agar populasi lobster di laut tetap terjaga secara alami.

“Keseimbangan harus kita jaga, kan saya tidak mungkin melakukan industri terus kemudian meninggalkan alam. Pertumbuhan industri penting tapi alam juga dijaga, dua-duanya harus berjalan bersama bukan saling bertolak belakang. Ini yang kami mau,” ucapnya.

Ia menyampaikan pihaknya terbuka untuk melakukan diskusi mengenai lobster agar menemukan solusi, baik industri maupun keseimbangan ekosistem laut. “Gerakan saya paling utama melakukan komunikasi terbuka dengan semua ini, semuanya pasti ada kekhawatiran, itu bagian daripada risiko, saya siap menghadapi risiko itu,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendukung wacana dibukanya ekspor benih lobster. Menurut dia, rencana tersebut bagus lantaran benih-benih lobster yang mampu bertahan hidup hingga tumbuh besar kurang dari satu persennya saja.

“Saya kira bagus, kan benih itu kalau tidak diambil juga yang tumbuh, yang hidup, kurang dari satu persennya,” katanya ditemui di Kemenko Kemaritiman dan Investasi Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Menurut Luhut, rencana untuk mengekspor benih lobster juga menjadi solusi masih tingginya penyelundupan komoditas perikanan itu. “Nah daripada sekarang diselundupin 80 persen, kan lebih bagus dikontrol,” katanya. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *