“Tahun 2016 masih unaudited, kalau laba sebelum pajak Rp 841,67 miliar atau tumbuh 115,67 persen dari target RKAP Rp 727,67 miliar,” kata Djarot di Kantor Bulog, Jakarta, Selasa (31/1). Bulog, kata Djarot, sampai akhir Desember 2016 juga telah berhasil menyerap beras mencapai 2,9 juta ton atau sebesai 92,54 persen dari target RKAP sebesar 3,2 juta ton.
Realisasi penyerapan beras 2016 lebih tinggi dibandingkan penyerapan yang dilakukan 2015 yang hanya mencapai 2,6 juta ton dari target 3,5 juta ton atau 81,2 persen. “Kami di 2016 mampu menyerap beras dalam jumlah lebih baik dari 2015, 2,9 juta ton kami bisa serap,” tambahnya.
Pada 2016, kata Djarot, Bulog juga berhasil meredam kenaikan harga. Hal tersebut berkat adanya operasi pasar cadangan beras pemerintah (OP-CBP) dan melakukan pasar murah. “Tapi yang penting di sini adalah kerjasama Bulog dengan pelaku bisnis untuk berkomitmen menjaga harga beras,” jelasnya.
Direktur SDM dan Umum Perum Bulog Wahyu mengatakan, pada 2017 Perum Bulog menargetkan total pendapatan Rp 51,4 triliun dengan proyeksi laba sebesar Rp 1,1 triliun. “Kalau 2016 pendapatan Rp 46,6 triliun, kalau 2015 Rp 42 triliun,” jelasnya. Sementara target pengadaan beras di 2017 naik menjadi 3,7 juta ton, yang terdiri 3,2 juta ton beras PSO, dan 500 ribu ton beras komersial.
Dalam rangka memperkuat peran dalam rangka menjaga ketahanan pangan. Perum Bulog menyiapkan dana investasi sebesar Rp 2,3 triliun untuk 2017. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, dana investasi tersebut berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan juga kas internal.
Djarot menyenitkan, 2016 Bulog mendapatkan PMN sebesar Rp 2 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk investasi pengembangan infrastruktur pasca panen komoditas beras, jagung dan kedelai. “Tapi perhitungan kami Rp 1,4 triliun selama setahun akan kami serap dari total PMN, laliu invetasi yang tanpa PMN itu ada, perhitungan kami PMN yang ada akan habis terbayar Rp 1,4 triliun dan kas bulog Rp 900 miliar di 2017, artinya 2017 keluar investasi Rp 2,3 triliun,” kata Djarot
Infrastruktur pasca panen, kata Djarot, sangat perlu diperkuat lagi guna mengantisipasi permasalahan yang selama ini dihadapi Perum Bulog. Seperti penyerapan jagung yang kadar airnya masih tinggi, dengan belum lengkapnya infrastruktur pasca panen, maka sangat berisiko jika Bulog tetap menyerap jagung tersebut, sebab jagung yang kadar airnya masih tinggi mudah terkena penyakit.
Oleh karena itu, kata Djarot, dana investasi yang sebesar Rp 2,3 triliun akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur pasca panen. “Kita punya PMN untuk memperbaiki, menambah infra, seperti paska panen, supaya tidak terjadi kegagalan, karena banyak yang terbuang karena tidak memiliki infrastruktur pasca panen, itu seperti pengering, prosesing, reprosesing hingga kemasan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur SDM dan Umum Perum Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, pada 2017 infrastruktur paska panen yang akan dibangun adalah modern rice milling plant (MRMP) terintegrasi dengan kapasitas 1 juta ton setara gabah kering panen (GKP) per tahun di sentra produksi padi.
Lanjut Wahyu, pembangunan juga menggunakan teknologi pengeringan dan penggilingan modern dengan membangun 22 drying centre, 17 milling dan 80 SILO untuk menurunkan susut pasca panen, meningkatkan kualitas serapan gabah dan meningkatkan kualitas hasil panen gabah. “Jadi ini sudah masuk kajian, hitung-hitungannya sudah ada, lokasinya di mana, harganya berapa sudah ada,” kata Wahyu.
Tidak hanya itu, Bulog juga akan membangun rice to rice dengan kuantum pengadaan beras sebesar 250.000 ton beras per tahun untuk prosesing beras sesuai kualitas yang diinginkan dan reprosesing beras dalam rangka jaga mutu dan kualitas beras. “Kita juga membangun 11 unit drying center dan 64 unit SILO jagung dengan total kapasitas 192.000 ton, lalu pembangunan gudang penyimpanan kedelai sebanyak 13 unit gudang dengan kapasitas gudang 45.000 ton di sentra produksi,” kata Wahyu. (lin)