Pertemukan Investor dalam dan Luar Negeri, Bank Mandiri Kembali Gelar MIF

Head of Mandiri Institute Moekti Soejacmoen dan Deputi Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja ketika memberikan press briefing mengenai pelaksanaan Mandiri Investment Forum 2019 di Jakarta, Senin (21/1). Foto: internet

Bank Mandiri bersama Mandiri Sekuritas dan Jefferies akan menggelar Mandiri Investment Forum (MIF) 2019, yang mempertemukan investor dalam dan luar negeri guna mendorong peningkatan investasi di Tanah Air.

Tema MIF tahun ini adalah “Indonesia: Invest Now!” dan akan diikuti sekitar 600 investor dan pelaku bisnis dari dalam dan luar negeri, dan akan digelar pada 28 Januari hingga 1 Februari 2019 di Hotel Fairmont, kawasan Senayan, Jakarta Selatan.

Head of Mandiri Institute Moekti Soejachmoen menyebut, forum ini penting untuk menciptakan sinergi antara investor, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan agar mampu menangkap peluang investasi yang dapat mendukung upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Untuk mengakselerasi investasi, perlu sinergi seluruh pihak. Untuk itu, Bank Mandiri berkomitmen membantu dan memfasilitasi kebutuhan tersebut. Agar pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik dan berkelanjutan dapat dicapai,” ujar Moekti, dalam rilis Humas Bank Mandiri, Senin (21/1).

Deputy Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini ditargetkan 5,3%. Angka ini lebih tinggi dibanding 2018, yang diperkirakan 5,17% dan 2017 yang 5,07%.

Untuk mendukung hal tersebut, katanya, pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur untuk mendukung konektivitas, seperti jalan, bandara, pelabuhan, rel kereta api, dermaga penyeberangan, dan pembangkit listrik.

“Perlu strategi dan dukungan semua pihak agar target pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terealisasi. Dasar itulah yang mendorong kami untuk mempertemukan investor dengan pemangku kepentingan agar pembangunan berjalan dengan baik,” katanya.

Mandiri Investment Forum juga bertujuan untuk mendorong investasi yang merata di berbagai daerah. Kegiatan ini juga akan diisi dengan kunjungan ke sejumlah perusahaan di Jakarta dan Yogyakarta yang berfokus kepada sektor ekonomi kreatif dan pariwisata.

Dalam forum tersebut akan dilakukan diskusi yang akan dihadiri antara lain Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Chairman Mandiri Institute M. Chatib Basri. Juga bakal ada “one-on-one meeting” untuk memperoleh informasi terkait peluang investasi terkini, baik dari regulator maupun dari pelaku usaha yang hadir.

Tim ekonomi Bank Mandiri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih stabil tahun ini. Head of Mandiri Institute Moekti Soejachmoen mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 bisa mencapai 5,3%.

“Kami tim ekonomi Bank Mandiri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3% dengan inflasi sama dengan tahun lalu. Selain itu, Bank Indonesia akan mengikuti keputusan The Fed dalam mengerek suku bunga acuan 7-Day Repo Rate (7DRR). Maka kami memperkirakan 7DRR akan naik sekali,” ujarnya.

Kondisi domestik ekonomi Indonesia, nilai dia, cenderung stabil di tengah volatilitas perekonomian global. Namun, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5%, Indonesia harus bisa mengubah orientasi ekspornya dari komoditas menjadi manufaktur.

“Harga komoditas cenderung fluktuatif dan sangat bergantung pada kondisi perekonomian global. Sementara itu, manufaktur lebih stabil dan biasanya kontrak jangka panjang. Selain itu, industri manufaktur juga memiliki potensi penyerapan tenaga kerja yang lebih besar,” rincinya.

Perubahan pola impor salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, China, juga menjadi pertimbangan lain yang membuat Indonesia harus lebih fokus dalam mengelola industri manufakturnya.

Mengutip Reuters, tahun ini laju pertumbuhan ekonomi China diperkirakan melambat dari 6,6% tahun lalu menjadi hanya 6% tahun ini. Bahkan pada kuartal IV-2018 ekonomi China hanya bisa tumbuh 6,4% atau terendah dalam 28 tahun belakangan.

“Pertumbuhan China melambat dan impor mereka juga berubah polanya. Sebelumnya, mereka lebih banyak impor bahan baku. Sekarang karena memang mengubah pola ekonomi dari produksi ke komsumsi, maka impor mereka akan lebih banyak ke barang konsumsi,” ujarnya.

Sektor industri dinilai harus lebih fokus dalam mengelola manufaktur untuk memproduksi barang-barang yang lebih diminati China, yaitu barang konsumsi. “Itu jangan sampai ketinggalan lagi karena Indonesia beberapa kali ketinggalan dari tren dunia,” pungkasnya. (lin/net)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *