Perkuat Reformasi Regulasi dengan UU Cipta Kerja, Kementerian PANRB: Kuncinya Kecepatan Layanan

ilustrasi untuk Perkuat Reformasi Regulasi dengan UU Cipta Kerja. Foto: humas PANRB

Tekad mencapai negara maju hanya bisa dilakukan dengan cara-cara luar biasa. Untuk itu, pemerintah termasuk para birokrat harus mampu mereformasi diri. Tidak hanya pada pola pikir tapi juga pada etos kerja. Tidak semata berorientasi pada proses tetapi juga hasil. Tidak sekedar sent tapi juga menjamin delivered.

semarak.co-Birokrasi tak sekedar melaksanakan sebuah kebijakan tapi memastikan masyarakat menikmati layanan. Kuncinya adalah kecepatan melayani dan memberikan izin. Struktur organisasi pun disederhanakan menjadi fungsional sesuai kompetensi.

Bacaan Lainnya

Birokrasi bersih, pemangkasan izin, dan penyelamatan keuangan negara menjadi strategi nasional pencegahan korupsi. Reformasi Birokrasi dilakukan seiring dengan Reformasi Regulasi.

Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengatakan, penyederhanaan regulasi dilakukan di antaranya melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

“Melalui Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah berupaya untuk menerobos penghalang yang membuat dunia usaha sulit berkembang di Indonesia. Omnibus law menjadi solusi mengurai keruwetan aturan,” ujar Rini dalam rilis Humas PANRB melalui WA Group JURNALIS PANRB, Kamis (22/10/2020).

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja meringkas 79 UU dan menyatukan 11 klaster menjadi satu aturan meliputi Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM

Lalu Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus. “Metode omnibus law diharapkan menjadi metode terbaik untuk menghasilkan produk hukum yang efisien dan aspiratif,” papar Rini.

Untuk mencapai tujuan pembangunan, kata Rini, diperlukan birokrasi yang lincah dan efisien. Untuk itu, Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan mempercepat perbaikan pelayanan publik oleh para birokrat, tak hanya konvensional tapi juga digitalisasi layanan.

Seiring dengan transformasi digital yang dilakukan oleh Undang-Undang Cipta Kerja, segala urusan perizinan berusaha menjadi semakin mudah. Jalur yang ruwet akibat prosedur berbelit dan maraknya praktik pungli dapat dipangkas.

Birokrasi digital juga menjadi kunci semakin lancar dan tetap berjalannya layanan publik di era krisis akibat pandemi saat ini. Pada akhirnya, transformasi digital tersebut menjadi penanda bahwa Indonesia berproses menjadi negara maju.

Undang-Undang Cipta Kerja merupakan perwujudan strategi untuk mendorong peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui reformasi regulasi di bidang perizinan berusaha.

Reformasi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan hambatan investasi, yakni panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih dan banyaknya regulasi yang tidak harmonis terutama dalam regulasi pusat dan daerah (hyper-regulation).

Karena itu, UU ini merupakan wujud konkret atas upaya deregulasi terhadap berbagai ketentuan mengenai perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, UMKM dan koperasi, pengadaan lahan, pengembangan kawasan ekonomi, pelaksanaan proyek pemerintah, serta ketentuan mengenai administrasi pemerintahan.

Sebagai contoh, Pasal 6 UU Cipta Kerja mengamanatkan bahwa peningkatan ekosistem dan kegiatan berusaha dilakukan melalui penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan usaha, pengadaan tanah, dan pemanfaatan lahan, serta penyederhanaan persyaratan investasi.

Untuk memenuhi tujuan ini, persyaratan perizinan berusaha yang diatur dalam puluhan Undang-Undang sektoral dipangkas melalui UU Cipta Kerja, adapun sektor-sektor perizinan berusaha yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Cipta Kerja adalah kelautan dan perikanan; pertanian; kehutanan.

Lalu energi dan sumber daya mineral; ketenaganukliran; perindustrian; perdagangan, metrologi legal, jaminan produk halal, dan standardisasi penilaian kesesuaian; pekerjaan umum dan perumahan rakyat; transportasi; kesehatan, obat dan makanan; pendidikan dan kebudayaan; pariwisata; keagamaan; pos, telekomunikasi, dan penyiaran; dan pertahanan dan keamanan.

Salah satu contoh kemudahan berusaha yang diberikan oleh Undang-Undang Cipta Kerja terhadap salah satu sektor di atas adalah pemberian kemudahan izin berusaha di bidang kelautan dan perikanan.

Sebelum diubah dengan UU Cipta Kerja, Undang-Undang Perikanan pada Pasal 1 nomor 16, 17 dan 18 disebutkan nelayan harus memiliki 3 izin yang harus dipenuhi agar bisa berlayar. Kini melalui Undang-Undang Cipta Kerja, perizinan tersebut disederhanakan dari 3 menjadi 1 perizinan saja.

Sementara itu, untuk mempermudah masyarakat terutama pelaku usaha dalam melakukan investasi, Undang-Undang Cipta Kerja telah merubah ketentuan investasi dalam Undang-Undang Penanaman Modal, UU Perbankan, dan Undang-Undang Perbankan Syariah (Pasal 76 Undang-Undang Cipta Kerja).

Khusus di bidang administrasi pemerintahan, Undang-Undang Cipta Kerja juga merubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang bertujuan untuk menyederhanakan proses administrasi pemerintahan.

“Ada beberapa poin perubahan dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan karena adanya Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Rini.

Beberapa poin penting perubahan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan oleh Undang-Undang Cipta Kerja, antara lain: diperkenalkannya konsep ‘standar’ sebagai bagian dari rezim hukum perizinan, kemudahan syarat penggunaan diskresi.

Dan mendorong transformasi digital dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan dengan diproritaskannya keputusan administrasi pemerintahan berbentuk elektronis (perubahan atas Pasal 38 UU 30/2014).

Efisiensi birokrasi dipandang sebagai modal utama untuk meningkatkan kepercayaan untuk berinvestasi. Sebab itu, Undang-Undang Cipta Kerja adalah wujud dari reformasi secara menyeluruh dan terbesar yang pernah dilakukan oleh Indonesia, termasuk di dalamnya upaya untuk meningkatkan efisiensi birokrasi.

“Sejatinya, ruh dari undang-undang ini adalah penyederhanaan perizinan. Hal ini karena sebelumnya, terlalu banyak aturan perizinan yang mengarah ke ‘obesitas peraturan,” tambahnya.

Di sisi lain, dunia usaha membutuhkan pengaturan yang terukur, terstruktur dan memberikan kepastian untuk berusaha. Undang-Undang Cipta Kerja akan membantu dunia usaha untuk dapat melakukan perencanaan usaha menjadi lebih baik, meningkatkan iklim investasi, dan meningkatkan kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) di Indonesia.

Pada akhirnya, peningkatan investasi, baik dalam maupun luar negeri, akan berujung kepada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *