Peringkat IFDI Terkoreksi, UMKM Pesantren Diminta Manfaatkan Pertumbuhan Ekonomi Digital

Direktur Eksekutif KNKS Ventje Rahardjo (kiri),Proposition Manager at Islamic Finance Team Revinitiv Thomson Reuters Shaima Hassan (tengah) , dan Direktur Bidang Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Sutan Emir Hidayat (kanan), dalam Konferensi Pers KNKS, Selasa (12/11/2019). Foto: JES

Peringkat Islamic Finance Development Indicators (IFDI) Indonesia terkoreksi dari posisi 10 tahun lalu jadi posisi ke-4 tahun ini. Tahun ini pemerintah telah menyusun roadmap pengembangan ekonomi serta keuangan syariah Tanah Air yang cukup detail.

Proposition Manager at Islamic Finance Team Revinitiv Thomson Reuters Shaima Hassan menuturkan perkembangan keuangan syariah di Indonesia cukup pesat dalam satu tahun terakhir.

“Itu cukup kuat meningkatkan enam peringkat posisi Indonesia dalam satu tahun. Ini lompatan cukup baik,” kata Shaima dalam Konferensi Pers, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Jakarta Convention  Center (JCC), Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).

Ini membantu semua pemangku kepentingan, lanjut Shaima, termasuk pelaku industri, agar mengerti tentang kondisi serta tantangan sehingga mampu membuat sebuah rencana bisnis yang jelas untuk pengembangan ekonomi syariah.

“Regulasi yang pemerintah Indonesia buat dalam mendukung pengembangan ekonomi syariah pun cukup kuat. Mulai dari sertifikasi halal hingga mandatori untuk spin off dari unit-unit syariah perbankan. Jadi, Indonesia masih memiliki ruang untuk menumbuhkan keuangan syariah yang saat ini masih berada di kisaran 5 persen,” terangnya.

Meski demikian, Shaima menggarisbawahi kegiatan promosi yang Indonesia lakukan untuk ekonomi syariah masih terbatas. Banyak kegiatan yang tidak terpublikasi dengan baik. Hal itu berdampak pada kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perkembangan dalam kegiatan ekonomi syariah yang dilakukan.

“Hal ini juga berdampak pada minimnya pengetahuan masyarakat internasional tentang ekonomi syariah di Indonesia. Padalah publikasi yang baik juga bisa berdampak pada foreign direct investment,” ucapnya.

Masih terbatasnya kemampuan pelaku industri keuangan syariah dalam membiayai proyek-proyek besar seperti infrastruktur, menurutnya, pelaku industri keuangan harus cepat memanfaatkan perkembangan instruktur di Indonesia yang cepat guna meningkatkan market share.

Direktur Eksekutif KNKS Ventje Rahardjo menyampaikan peningkatan peringkat tersebut merupakan apresiasi dari pihak global terhadap kerja keras pemerintah bersama seluruh pelaku industri terkait dalam mengembangkan ekonomi syariah.

“Ini merupakan apreasiasi dari pelaku indsutri global, dan kami masih terus meningkatkan upaya guna terus mencapai posisi yang lebih tinggi. KNKS juga tengah merencanakan pembentukan bank investasi syariah dalam rangka memperluas ekosistem keuangan syariah akan mulai terealisasi pada 2020. Bank investasi syariah sedang dikerjakan, tahun depan sudah mulai punya dan bergerak, kita inginnya cepat,” katanya.

Ventje menjelaskan, bank investasi syariah diperlukan agar dapat membiayai proyek dengan struktur pembiayaan yang nilainya besar, misalnya untuk proyek pembangunan infrastruktur.

Hingga saat ini, baik bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) sudah mulai banyak yang masuk ke sektor infrastruktur, di antaranya melalui skema sindikasi untuk proyek jalan tol dan pembelian sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah.

“Saat ini sudah ada pembiayaan melalui sindikasi, tetapi bentuk bank investasi ini akan membuat pembiayaan proyek-proyek strategis tersebut lebih kuat,” ucapnya.

Bank Indonesia (BI) meminta pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berprinsip syariah dari lingkungan pesantren untuk meningkatkan penetrasi bisnisnya dengan memanfaatkan jaringan dan infrastruktur ekonomi digital.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, pelaku usaha dari pesantren perlu mengenalkan bisnisnya dengan aspek-aspek ekonomi digital seperti untuk kegiatan pemasaran, agar tidak tertinggal dengan akselerasi pelaku ekonomi konvensional.

Terlebih di Indonesia pasar konsumen ekonomi digital begitu besar, lanjut Budi, produsen barang-barang dari lingkungan pesantren harus memanfaatkan pasar ekonomi digital. Nilai ekonomi digital Indonesia, pada 2019, menurut Dody, mencapai Rp560 triliun.

“Besar sekali pasar ekonomi digital Indonesia dan perlu memikirkan cara bagaimana kita sinergikan kegiatan usah pesantren dengan konteks digital tadi,” ujar Budi dalam pembukaan Sarasehan Pondok Pesantren dalam Pra- Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di JCC Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019).

Dalam enam tahun ke depan hingga 2025, lanjut Budi, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan naik dari Rp560 triliun tahun ini mencapai Rp1.400 triliun. Karena itu, BI mendorong penguatan ekonomi pesantren agar mampu bersaing dengan pengusaha konvensional untuk memanfaatkan digitalisasi ekonomi.

Untuk memperkuat bisnis para pelaku usaha dari pesantren, Dody mendorong pembentukan induk usaha atau kelompok usaha (holding) pesantren di seluruh Indonesia. Holding ini akan meningkatkan modal usaha pesantren sekaligus kapasitas pelaku bisnis dari lingkungan pesantren.

“Indonesia sebagai negara mayoritas muslim dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, memiliki peluang yang perlu dimanfaatkan enam juta santri. Ini ekonomi besar, kami melihat potensi yang besar kami sangat apresiasi rencana holding meskipun sifatnya masih dalam kajian tentu ini kami akan sambut baik,” ujar dia. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id/bisnis.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *