Perang Data dan Peradaban Digital

Praktik scan retina Worldcoin yang digagas Sam Altman, yang juga dikenal sebagai Chief Executive Officer OpenAI, belakangan menjadi sorotan publik di Indonesia karena bahaya dalam keamanan data pribadi masyarakat. Foto: ist

Oleh Agus M Maksum *)

Semarak.co-Tanggal 25 April 2025, saya menulis sebuah catatan pendek berjudul “Waspada! Pengumpulan Data Manusia yang Ugal-ugalan.” Isinya sederhana: peringatan bagi publik tentang sebuah proyek digital yang mulai merebak di gang-gang kota, tanpa regulasi, tanpa edukasi, tanpa pengawasan.

Bacaan Lainnya

Namanya Worldcoin. Sebuah proyek global yang digagas oleh Sam Altman, tokoh besar di balik ChatGPT dan OpenAI. Di balik embel-embel “inklusi keuangan global” dan “identitas manusia digital,” Worldcoin datang dengan alat bernama Orb yang memindai iris mata manusia.

Sebagai imbalannya, rakyat diberi uang senilai Rp 500.000. Yang lebih mencengangkan, program ini langsung ramai disambut. Di Jakarta, Tangerang, hingga beberapa titik di daerah lain, warga antre. Tanpa KTP, tanpa nomor KK.

Cukup lirik sebentar ke bola logam—dan satu data biometrik paling berharga pun berpindah tangan. Padahal, iris mata bukan sembarang data. Ia tidak bisa diperbarui, tidak bisa diubah. Sekali direkam, ia menjadi kunci identitas permanen seseorang. Jauh lebih dalam daripada sidik jari.

Model Bisnis yang Mencurigakan

Sebagai orang yang bergelut dalam dunia sistem dan platform digital, saya membaca pola yang familiar: “bakar uang” untuk akuisisi besar-besaran. Worldcoin memberikan Rp 500 ribu kepada setiap warga yang mau menyerahkan data irisnya.

Coba bayangkan jika mereka menargetkan 100 juta orang? Itu artinya Rp 50 triliun hanya untuk biaya akuisisi data. Pertanyaannya: siapa yang membiayai? dan untuk apa data itu digunakan?

Tidak ada bisnis di dunia ini yang menggelontorkan puluhan triliun hanya untuk “kemanusiaan.” Data sebesar ini tidak akan berhenti di dalam server. Ia akan dianalisis, dikomersialisasikan, dan dalam skenario terburuk, digunakan untuk kontrol sosial dan politik global.

Negara Terlambat Hadir

Hingga kami viralkan tulisan ini, aktivitas Worldcoin belum terdaftar secara sah sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Nama-nama lokal yang mereka gunakan—seperti PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara—ternyata juga belum mengantongi TDPSE resmi.

Alhamdulillah, setelah menjadi viral dan mendapat sorotan publik, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) akhirnya membekukan izin operasional mereka pada 4 Mei 2025, Tapi pembekuan ini lebih merupakan reaksi, bukan langkah proaktif.

Ini menyedihkan. Karena di negara-negara seperti Kenya dan Jerman, Worldcoin sudah lebih dulu diblokir. Di Indonesia, mereka sempat bebas beroperasi tanpa izin.

Kolonialisme Gaya Baru

Kita harus sadar: kolonialisme tidak lagi datang lewat meriam. Tapi lewat aplikasi. Lewat janji. Lewat retorika “inklusif dan digital.” Hari ini iris kita dipindai. Besok wajah kita bisa menjadi kunci pembuka sistem digital global yang kita bahkan tidak ikut merancang. Hari ini kita diberi “hibah digital.” Besok kita mungkin tidak punya kuasa untuk keluar dari ekosistem yang sudah menjerat.

Penutup: Jangan Mau Dijajah Lewat Data

Data adalah emas baru. Tapi kita justru menjualnya hanya dengan recehan. Kita perlu menyadarkan publik. Mendorong ulama, akademisi, dan regulator untuk lebih waspada. Karena hari ini, pertarungan tak lagi di medan perang.

Tapi di balik layar. Di balik terms & conditions yang tak pernah kita baca. Indonesia harus punya kedaulatan data. Karena tanpa itu, kita tak lebih dari pasar terbuka yang bisa dibeli siapa saja.

Agus M Maksum adalah penggagas Platform Digital Ekonomi Pancasila, Direktur GENI (Gerakan Ekonomi Digital Indonesi), dan Wakil Sekjen Al Ittihadiyah Bidang TIK. Tulisan ini adalah bagian dari serial refleksi digital dan kedaulatan manusia di era kecerdasan buatan.

*) Pemerhati Transformasi Digital dan Kedaulatan Data

Member WAGroup yang menerima postingan artikel opini pun merespon dengan geram. “Parah,parah, berat,berat.Selama kita bodoh,selama kita miskin dan selama kita semakin individual personal,individual kelompok dan selama tidak bersama semua itu akan terjadi.” demikian tulis member Whatsapp (WA) Grup Dosen STAI PTJ

 

Sumber: WAGroup Dosen STAI PTJ (postJumat9/5/2025/marjuki)

Pos terkait