Pentingnya Pendampingan Remaja, Kemendukbangga Gelar Kelas Orang Tua Bersahaja

Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala BKKBN Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka.

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menggelar Kelas Orang Tua Bersahaja (Bersahabat dengan Remaja) secara daring, yang dibuka Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala BKKBN Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka.

Semarak.co – Isyana menyatakan, penting kehadiran emosional orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang remaja, terutama di tengah derasnya arus digitalisasi.

Bacaan Lainnya

“Pertanyaannya, apakah kita sebagai orang tua masih menjadi tempat pulang yang paling nyaman bagi anak-anak kita? Apakah kita hadir secara emosional, bukan hanya fisik?” ujarnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis Kemendukbangga/BKKBN, Sabtu (31/5/2025).

Bertumpu pada Kelas Orang Tua Bersahaja, Kemendukbangga/BKKBN menaruh harapan besar. Bukan sekadar sebagai forum edukatif daring, melainkan kelas ini dinilai mampu menggerakan hati dan menjembatani kesenjangan antar generasi.

Melalui materi interaktif dan diskusi bersama para ahli, forum ini menjadi ruang aman untuk belajar berkomunikasi efektif, memahami dinamika emosi remaja, serta membangun koneksi emosional yang kuat dalam keluarga.

“Kita tidak hanya bersaing dengan waktu atau pekerjaan dalam mendampingi anak, tapi juga bersaing dengan handphone. Orang tua tidak boleh hanya menjadi penonton. Kita harus menjadi navigator,” jelasnya.

Isyana menyatakan, pemerintah telah merespons tantangan ini dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS) yang menekankan pentingnya literasi digital yang aman bagi anak-anak.

Pakar ilmu keluarga dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB Yulina Eva Riany menyatakan pentingnya komunikasi positif antara orang tua dan remaja di tengah derasnya arus informasi era digital.

Sebagai seorang akademisi yang menyelesaikan studi doktoralnya di University of Queensland, Australia, Eva Riany menyampaikan betapa krusialnya memahami fase perkembangan remaja agar terhindar dari miskomunikasi dan konflik dalam keluarga.

Seraya mengutip teori perkembangan psikososial Erik Erikson, Eva Riany menjelaskan bahwa masa remaja terbagi dalam beberapa tahap. Mulai dari preteens (usia 10–12 tahun), remaja awal (13–15 tahun), remaja madya (15–18 tahun), hingga remaja akhir (18–21 tahun).

Pada tiap tahap ini remaja menghadapi krisis dan tantangan yang berbeda. Terutama pada tahap identity vs role confusion, di mana remaja mulai mempertanyakan jati diri mereka dan mencari arah hidup.

“Remaja di usia ini tidak hanya ingin didengarkan, tapi juga dihargai pendapatnya. Sering kali orang tua bingung, karena anak yang dulunya penurut, tiba-tiba berubah menjadi penuh perlawanan. Ini wajar karena mereka sedang mencari identitas diri,” jelasnya.

Eva Riany juga menekankan adanya ‘generational gap’ yang sering kali memperlebar jarak emosional antara orang tua dan anak. Teknologi dan media sosial membuat remaja kini terpapar berbagai sudut pandang, yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai keluarga. (hms/smr)

 

Pos terkait