Pentingnya Fiqh Muamalah dalam Bisnis

Grafis tentang Fiqih Muamalah. Foto: internet

Oleh Devie Kristianto *

semarak.co-Pada hakikatnya hukum asal perbuatan manusia tidaklah bebas, tetapi hukum asal perbuatan manusia harus terikat dengan hukum syara. Hal ini didasarkan kepada nash – nash syara, di antaranya:

Bacaan Lainnya

Firman Allah SWT yang artinya:

عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُون ….. فَوَرَبِّكَ لَنَسْـَٔلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ                                             

Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan. (TQS Al-Hijr: 92-93)

Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Juga sebuah kaidah syariah yang menyatakan:

اَلأَصْلُ فِى أَفْعَالِ اْلإِنْسَانِ التَّقَيُّدُ بَحُكْمِ الله

Pada dasarnya semua perbuatan manusia itu terikat dengan hukum Allah.

Hal ini juga termaktub di dalam definisi syariah Islam yaitu:

Syariah Islam (al-hukm al-syar’iy) adalah segala ketentuan Allah SWT yang berkaitan dengan aktivitas manusia (khithab al-syaari’ al-muta’alliqu bi af-al al-‘ibad). Maka segala aktivitas manusia, apa pun juga, tidak ada yang terlepas dari ketentuan Syariah Islam yang mencakup hukum-hukum ibadah, makanan, minuman, pakaian, akhlaq, mu’amalat, dan ‘uqubat [sistem pidana] (an-Nabhani, Nizham al-Islam, 2001).

Hal ini juga sejalan dengan defini Islam secara umum yaitu:

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia yang lain.

Berdasarkan definisi ini maka cakupan Islam mengatur:

  1. Hubungan manusia dengan Allah , mencakup dalam hal aqidah dan fiqh ibadah
  2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, mencakup fiqh makanan, minuman, pakaian dan akhlak
  3. Hubungan manusia dengan manusia yang lain, mencakup fiqh muamalah dan fiqh uqubat.

Oleh karena itu dalam semua perbuatannya manusia wajib terikat dengan hukum Allah, baik berkaitan dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri dan dengan manusia yang lain. Ketika manusia melakukan interaksi dengan manusia lain, Islam mengatur hal itu dalam fiqh muamalah.

Jika kita cermati, muamalah merupakan aktifitas manusia yang paling dinamis, karena selama manusia masih berada di dunia maka selama itulah dia akan saling berinteraksi dengan manusia lain dalam hal apapun, baik interaksi dalam keluarga, masyarakat maupun bernegara.

Dalam tulisan ini, kita akan memfokuskan muamalah dari sisi ekonomi, karena saat ini hal tersebut belum banyak difahami oleh kaum muslimin, sebagai contoh seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, dulu jual beli dilakukan secara tatap muka antara penjual dan pembeli baik di pasar atau tempat lainnya.

Saat ini jual beli bisa bisa dilakukan secara online, penjual dan pembeli tidak bertemu langsung. Oleh karena itu seorang muslim wajib membekali dirinya dengan fiqh muamalah agar semua perbuatannya berjalan sesuai dengan perintah Allah, dan tidak menyalahi syariatNya.

Pengertian Fiqh Muamalah

Secara umum, Fiqh Muamalah adalah ilmu tentang hukum-hukum syara yang mengatur hubungan/ interaksi manusia dalam kehidupan dunia. Secara Khusus, fiqh muamalah maliyah adalah ilmu tentang hukum- hukum syara yang mengatur hubungan/interaksi manusia dalam kehidupan dunia khususnya yang berkaitan dengan urusan harta.

Urgensi Fiqh Muamalah

Pentingnya seorang muslim memahami fiqh muamalah agar kita tahu halal haramnya muamalah kita. Yang halal adalah baik dan itulah yang kita kerjakan. Yang haram adalah buruk dan itulah yang kita jauhi.

Rasulullah SAW bersabda: طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Mencari (harta) yang halal adalah wajib bagi setiap Muslim (HR ath-Thabarani).

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

« التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ – وفي رواية: مع النبيين و الصديقين و الشهداء –  يَوْمَ الْقِيَامَةِ » رواه ابن ماجه والحاكم والدارقطني وغيرهم

Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Syuhada – Dalam riwayat lain bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti). (HR. Ibnu Majah, Hakim, Daruqutni Dan yang selian mereka)

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR Tirmidzi).

Hukum Belajar Fiqh Muamalah

Sabda Rasulullah SAW: طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.”

Yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i yang menghasilkan apa apa yang diwajibkan atas setiap mukallaf dalam urusan agamanya maupun muamalahnya. Juga ilmu mengenai Allah, sifat-sifat-Nya, sifat-sifat yang wajib ada pada Allah, maupun penyucian Allah dari segala sifat-sifat kekurangan. Dan kisaran ilmu syar’i itu adalah ilmu tafsir, hadits, dan fiqh. (Ibnu Hajar Al Asqolani, Fathul Bari, 1/141).

Termasuk kewajiban menuntut ilmu syar’i adalah kewajiban mempelajari Ilmu Fiqih. Khalifah Umar bin al-Khattab Radhiyallahu Anhu, mengeluarkan perintah:

لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ

“Jangan berjualan di pasar ini para pedagang yang tidak mengerti dien (muamalat)”.

Diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berkata:

“Janganlah berdagang di pasar kami kecuali orang yang sudah mengerti dalam agama (yaitu mengenai akad yang halal dan yang haram).” (H.R. at-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syekh al-Albani)

Dari Ali Bin Abi Thalib RA, berkata:

“Barangsiapa yang berdagang sebelum melakukan tafaqquh fid din (hukum hukum Islam terkait jual beli), maka dia akan terjerumus kedalam riba, kemudian akan terjerumus, kemudian akan terjerumus. (mughni al muhtaj, juz 2 hal 22).

Selain itu juga diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau memerintahkan para penguasa untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar, lalu beliau menguji mereka satu-per satu.

Saat beliau dapati di antara mereka ada yang tidak mengerti hukum halal-haram tentang jual-beli beliau melarangnya masuk ke pasar seraya menyuruhnya mempelajari fikih muamalat, bila telah paham, orang tersebut dibolehkan masuk pasar. (Tanbih Al Ghafilin).

Kemudian diriwayatkan dari Abu Laits, ia berkata:

لَا يَحلُّ لِلرَّجُل أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ مَالَمْ يَحْفَظْ كِتَابَ الْبُيُوْع

Seorang laki-laki tidak halal melakukan akad jual-beli selagi dia belum menguasai bab fiqih jual-beli. (Lisanul Hukkam)

Khatimah

Seorang muslim wajib terikat dengan aturan Allah SWT dalam semua perbuatannya, wajib memiliki ilmu sebelum beramal, agar apa yang dilakukannya dan diusahakannya sesuai perintah Allah SWT, terhindar dari penyimpangan.

Segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan syariat   akan mendatangkan kemaslahatan dan keberkahan dalam hidup. Wallahu a’lam bish-shawabi

Board of Sharia Supervisory – SALAM GOLD

*) penulis adalah Chief Sharia Officer (CSO)

 

sumber: Rumah Aspirasi Gerindra (postSenin11/10/2021/adnanalrabbai)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *