Pengusaha Tionghoa: Apakah Ekonomi Indonesia Berjalan di Trek yang Benar?

ilustrasi pemerintah lebih meningkatkan insfrastruktur yang menelan biaya juga besar

Pengusaha di kalangan Tionghoa yang berbasis di pertokoan Glodok dan Kelapa Gading Jakarta mulai gelisah dengan perekonomian Indonesia. Sebut saja Linna Liem. Menurut Linna, bangkrutnya perusahaan ritel raksasa Seven Elevent (Sevel) dan kabar mulai terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan Hypermart mengindikasi ekonomi bangsa Indonesia sedang susah.

“Ada apa dengan ekonomi Indonesia saat ini? Apakah ini yang dikatakan ekonomi berjalan di trek yang bener? Siapa bisa jawab? Waduh-waduh dagang serba susah sekarang. Satu dua tahun ini bener-bener berat. Tidak mengerti kebijakan apa yang telah diambil pemerintah sehingga bisnis bisa kayak begini. Hehehe,” keluh Linna saat dimintai tanggapannya atas ekonomi bangsa Indonesia belakangan ini di tokonya, Glodok, Jakarta, Minggu (9/7).

Menurut Linna, apapun alasan para menteri terkait, seperti Menko Perekonomian Darmin Nasution yang menilai PHK Hypermart akibat kalah bersaing dan meminta jangan melihat fenomena ini sebagai gejala ekonomi keseluruhan tidak bisa ditolerir. Harusnya Presiden Jokowi tidak malu untuk mau belajar sama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masalah penanganan ekonomi. “Dulu di jaman SBY, krisis ekonomi Eropa tidak ngaruh ke Indonesia,” sindirnya.

Di tengah kondisi ekonomi yang susah ini, Chandra Wijaya pun mengeluh dan tidak habis pikir terkait rencana pemindahan ibu kota Jakarta. “Harusnya dengan keadaan ekonomi kayak begini, harus pending semua pengeluaran dan lakukan penghematan. Saya juga aneh,ya? Pemerintah bangun terus infrastruktur. Memang sih bagus, tapi kan harus lihat isi kantong. Hehehe,” sindir Chandra, pengusaha di bidang MLM di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Chandra mengilustrasikan, seperti kita membeli rumah atau membeli tanah, memang bagus. Tapi kalau pakai duit pinjaman dan kita tidak bisa bayar, ini kan bunga ber bunga terus. Ekonomi harus dibangun sesuai kemampuan saja jangan dipaksa-paksa,” ujar mantan wakil ketua Asosiasi Perusahaan Langsung Indonesia (APLI).

Harris Sanjaya menanggapi, adanya indikasi negara China akan membantu biaya pemindahan ibu kota dengan memegang semua proyeknya. “Wahh kan biaya besar dan pajak sudah ditekan habis. Sampai bisnis sekarang anjlok,” sindir Harris, pedagang elektronik di Glodok.

Harris tidak percaya jika ini dilakukan Jokowi dalam rangka menggalang dana untuk modal maju lagi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. “Tapi menurut pribadi saya, Prabowo yang tetap jadi pesaing utama,” tepisnya.

Terkait rencana pemerintah membebaskan pajak untuk pengiriman di bawah 100 USD, Bambang Harimanjaya langsung berteriak. “Waduh ekonomi Indonesia ke depan akan makin sulit dan banyak pengusaha dari China memanfaatkan pemasaran barang lewat online Indonesia, terutama sarana belanja online yang kian marak. Dan barang masuk ke Indonesia tanpa perlu bayar pajak dan bea masuk. Ini karena ada kebijaksanaan pemerintah yang membebaskan pajak untuk pengiriman di bawah 100 USD itu,” keluh Bambang di pertokoan Kelapa Gading.

Jadi pengusaha Indonesia cuma bengong doang, lanjut Bambang, nonton pedagang dari China masuk pasar Indonesia tanpa bayar pajak. “Ini strategi yang kurang diperhatikan pemerintah. Ini adalah strategi yang kurang tepat menurut saya. Pengusaha Tiongkok memanfaatkan celah hukum yang terbuka neh namanya. Tidak tahu salah siapa ini,” tutupnya. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *