Menyusul undangan klarifikasi Polda Metro Jaya kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (18/11/2020), link berita media online berjudul Mahfud Md Sebut Tak Ada Sanksi Pidana bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 ini viral menjadi pesan berantai, terutama di media social whatsapp group (WAG) seolah ini jadi pengingat.
semarak.co-Mengutip Liputan6.com (07agus 2020, 15:58 WIB), dilaporkan Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, tak ada sanksi pidana bagi yang melanggar protokol kesehatan ataupun tidak ikut dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19.
Jika merujuk Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020, aturan tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 itu hanya mengatur pemberian sanksi.
“Kalau ada yang seperti tidak melakukan itu, apakah orang ini sengaja atau tidak itu kemudian kita beritahu secara persuasif. Lalu agak naik dari situ, tindakan administratif seperti yang banyak dilakukan di banyak tempat. Jakarta misalnya, denda-denda yang dijatuhkan pada orang yang melanggar itu cukup besar,” kata Mahfud dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (7/8/2020).
Meski demikian, jika ada yang melawan petugas saat menegur atau memberitahu masyarakat untuk mengendalikan penyebaran virus Corona penyebab Covid-19, kemungkinan baru bisa diterapkan sanksi pidana.
“Tapi, kalau sampai melawan petugas itu ada hukum pidananya, bisa diproses pidana. Kalau sudah diberitahu kok melawan. Misalnya, sudah disuruh bubar kok diteruskan juga, ada hukum pidananya. Hukum pidananya banyak. Kalau pidana KUHP ada pasal-pasal melawan petugas itu ada ancaman hukumannya,” tutur Mahfud.
Mahfud pun menuturkan, diterbitkannya Inpres tersebut, karena masih banyak masyarakat yang belum disiplin akan protokol kesehatan. Sehingga perlu cara-cara lain. Mahfud berharap, dengan terbitnya Inpres tersebut membuat masyarakat semakin sadar melaksanakan protokol kesehatan.
“Selama ini upaya pemerintah sudah banyak, tapi seperti halnya di negara lain perkembangan Covid-19 ini tidak melandai, tapi terus berkembang dan serangannya makin masif, penularannya makin masif meski daya membunuhnya relatif kecil,” ungkap Mahfud.
Ditambahkan Mahfud, “Dan perkembangan di Indonesia banyak sekali masyarakat yang belum sadar protokol kesehatan sehingga Presiden mengeluarkan Inpres. Misalnya, orang harus pakai masker, jaga jarak, kemudian cuci tangan dengan sabun.”
Pertemuan-pertemuan, pinta Mahfud, supaya diatur sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan diisi 40% dari kapasitas yang tersedia. “Kemudian kalau di mal bagaimana, kalau di pasar bagaimana,” pungkas dia.
Selain share link Mahfud, ikut disusuli link berita mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi di bawah share link berita Mahfud tadi. Di mana Mendagri Gamawan menegaskan bahwa Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dan Panglima Kodam (Pangdam) berada di bawah gubernur.
Mengutip detik.com, Rabu (20/10/2010), Gamawan juga menepis anggapan posisi gubernur ini kemudian akan memotong jalur rantai komando, baik dari TNI ataupun Polri. Artinya, lanjut Gamawan, sebagai wakil pemerintah, gubernur memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan semua pimpinan instansi vertikal di daerah.
“Ini untuk mewujudkan Kamtibmas. Kewenangan ini secara tegas diatur dalam UU, guna memudahkan pengamanan di daerah. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menurut UU No 32 tahun 2004 dan PP No 19 tahun 2010,” kata Gamawan saat dihubungi detikcom.
Penegasan kewenangan gubernur ini guna memperkuat kewenangan gubernur sebagai komando birokrasi dan militer tertinggi di wilayah provinsi. Gubernur nanti bisa mengutus aparat militer dan kepolisian di level daerah tanpa harus menunggu komando pusat.
“Instansi vertikal tetap dengan jalur komandonya, gubernur mengkoordinasikan saja, sehingga jalur komando tidak terganggu,” kata Gamawan yang Mendagrinya era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan juga mantan Gubernur Sumbar.
Kemudian pengamat politik dari Indonesia Future Studies (INFUS) Gde Siriana Yusuf menilai keputusan pemerintah untuk mencopot secara mendadak Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat terkesan aneh dan patut dipertanyakan.
Alasan Gde, selama ini belum pernah ada keputusan serupa yang dilakukan walau jenis pelanggarannya sama, yaitu aparat keamanan tidak menindak tegas acara-acara di masyarakat yang melanggar protokol kesehatan terkait pandemi COVID-19.
“Tapi mengapa kerumunan massa HRS (Habib Rizieq Shihab) yang dijadikan momentum ganti Kapolda? Padahal kerumunan massa juga terjadi sebelumnya di berbagai daerah. Terkait Pilkada itu adem-adem saja,” ujar Gde seperti dikutip dari rmol.id, Selasa (17/11).
Gde menduga pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudy Sufahriadi sengaja dilakukan pemerintah dan segelintir elit guna mempermulus pergantian Kapolri yang akan berlangsung Januari 2021. Sebab Kapolri Jenderal Pol Idham Azis akan pensiun pada 30 Januari 2021.
“Ditariknya Kapolda Jatim (Fadil Imran) yang juga Akpol 91 ini masuk DKI menjadi Kapolda Metro Jaya yang mana sebelumnya sukses melarang deklarasi KAMI di Surabaya,” ungkap Gde yang juga anggota Ketua Komite Politik dan Pemerintahan dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Kini ujiannya menghadapi bola panas HRS, lanjut Gde, di sisi lain pertarungan kandidat Kapolri antara Akpol 88 dan 91 makin seru. Ia pun menegaskan, masalah HRS ini digunakan elit dalam pertarungan menjadi Kapolri. “Jadi HRS ini bukan saja dianggap musuh oleh rezim, tapi juga dipakai elit dalam pertarungan Trunojoyo 1 alias Kapolri,” ulas Gde.
Seperti diberitakan sebelumnya, pencopotan dua kapolda itu lantaran dinilai membiarkan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan, yakni acara pernikahan putri Habib Rizieq Shihab yang digelar berbarengan dengan perayaan Maulid Nabi SAW di kawasan Petamburan Jakarta Pusat yang membuat Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dicopot.
Sedangkan pencopotan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudi Sufahriadi terkait kerumunan massa yang menyambut Habib Rizieq di kawasan Megamendung Bogor. Nanan sendiri digantikan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Fadil Imran, sedangkan Rudi digantikan mantan Kapolda Banten dan kapolda DIY Irjen Pol Ahmad Dofiri. (pos/l6c/smr)
sumber: liputan6.com (7 Agu 2020, 15:58 WIB) di WA Group Anies For Presiden 2024/indopos.co.id/detik.com (20 Okt 2010 11:40 WIB) di WA Group Anies For Presiden 2024