Oleh Ahmad Daryoko *
semarak.co-Akhirnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan akan mencabut secara total subsidi BBM dan listrik. Hal ini diantaranya diumumkan lewat Channel TV IDX minggu ini. Artinya, argumentasi bahwa Indonesia masih aman dari krisis Srilangka, utang kita masih sekian persen PDP, parameter ekonomi masih bagus.
Dan seterusnya, adalah argumen “kosong” yang dilemparkan oleh para buzzer agar rakyat tetap tenang meskipun perut kosong, karena komoditas ekonomi makin mahal! Namun hal ini memang tidak bisa dihindari, sebagaimana contoh untuk tarip listrik!
Produksi kelistrikan Nasional saat ini 85% sudah dikuasai Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga yang berkonspirasi dengan JK, Luhut BP, Dahlan Iskan, dan Erick Tohir. Karena mereka sudah menguasai kawasan Jawa-Bali, yang merupakan wilayah yang secara ekonomi menguntungkan (“profit center”).
PLN pada kawasan Jawa-Bali hanya mengoperasikan jaringan Transmisi dan Distribusi, itupun sudah di sewa oleh Kartel Listrik Swasta yang sudah kuasai pembangkit (IPP) dan Ritail sebelumnya. Pembangkit PLN yg beroperasi di kawasan ini hanya beroperasi dibawah 3.000 MW, padahal kebutuhan Jawa-Bali perhari rata rata 25.000 MW.
Artinya 22.000 MW selebihnya di layani oleh pembangkit IPP seperti Huadian, Jawa 7 (konsorsium Shenhua, JK, PJB), Chengda, Bima Sena (Garibaldi Tohir kakak Menteri BUMN), PEC (yang ada Luhut BP) dst.
Sementara jaringan Ritail sudah di kuasai Dahlan Iskan dan Taipan 9 Naga. Asset PLN mayoritas hanya ada di Luar Jawa-Bali (15 % kelistrikan Nasional), dimana area ini merupakan “cost center” alias wilayah “nombok”! Artinya PLN saat ini hanya sebagai EO (Event Organizer) kelistrikan saja, yang melayani operasional kelistrikan.
Sedangkan biaya operasional didominasi oleh Kartel Listrik Swasta. (Keberadaan Kartel sdh dibahas di Sidang MK, merupakan fenomena Internasional yg secara otomatis pasti akan ada, bila perusahaan nasional listrik negara terkait bubar atau hanya sebatas EO).
Dengan kondisi seperti diatas, Kartel Liswas memiliki daya tawar yang tinggi karena telah mengambil alih monopoli PLN terutama di Jawa-Bali. Sehingga biaya operasional kelistrikan tidak bisa dikontrol lagi oleh Pemerintah karena kepemilikan pribadi/swasta.
Pemerintah/DPR tdk memiliki lagi “rantai kendali” karena posisi PLN yang hanya sebagai EO atau institusi yang diberi “upah” oleh Kartel Liswas! Disinilah mengapa setiap tahun akhirnya subsidi listrik pasti diatas Rp 200 triliun! Dan makin membesar dan menjadi alasan pencabutan subsidi!
Faktor lain yang menjadikan beban berat kelistrikan adalah adanya hutang PLN yang tembus diatas Rp 500 triliun. Ini akibat komitmen Pemerintah dalam “The Power Sector Restructuring Program” atau PSRP (follow up LOI 31 Oktober 1997) bahwa PLN hanya akan urus jaringan Transmisi dan Distribusi termasuk harus membangun/menyediakan nya bila Pemerintah mengundang investor IPP.
Termasuk pula komitmen untuk membayar TOP (Take Or Pay) Clause dimana PLN harus membayar minimal 70% stroom pembangkit baik dalam kondisi operasi maupun “tidur”! Itu semua akhirnya terakumulasi dalam hutang yang ratusan triliun!
KESIMPULAN:
Rencana pencabutan subsidi energi diatas adalah akibat kondisi carut marut pengelolaan BUMN (contoh PLN). Semua itu karena di dorong oleh Pemimpin Nasional yang “pragmatis” dan tidak memiliki Ideologi sehingga membiarkan aparat dibawahnya berlaku seperti “pagar makan tanaman”!
Karena untuk PLN, penerapan “Unbundling System” (sbg akibat penguasaan kelistrikan oleh Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga) adalah melanggar putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 serta putusan MK No 111/PUU-XIII/2015 tanggal 14 Desember 2016.
Berarti Presiden telah melanggar Konstitusi! Itu semua akibat RI 1 membiarkan “oknum” aparat dibawahnya melakukan bisnis dengan menyalah gunakan kekuasaan! Untuk itu rakyat harus lakukan Class Action dengan tuntutan penerapan pasal 7A dan 7B UUD 1945 yaitu “impeachment”/Pencopotan RI 1.
Jakarta, 29 Juli 2022
*) Koordinator INVEST (Alumnus Teknik Elektro FT-UGM Yogyakarta)
sumber: WAGroup UMKM MANIES DPW JABAR (postMinggu31/7/2022/yayat)