Pemerintah akan memberi insentif pekerja yang bergaji di bawah Rp5 juta per bulan sebesar Rp2,4 juta per bulan per orang selama 4 bulan. Saat ini pemerintah sedang melakukan finalisasi. Namun insentif ini khusus untuk pekerja yang terdaftar BPJamsostek.
semarak.co– Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, pemerintah akan memberikan insentif bagi pekerja dengan upah Rp5 juta per bulan berupa cash transfer sebesar Rp2,4 juta per orang.
“Pemberian insentif atau cash transfer kepada pekerja yang berpenghasilan Rp5 juta per bulan. Besarannya itu akan bergerak sekitar Rp2,4 juta per orang,” kata Febrio dalam diskusi daring (dalam jaringan) atau secara online di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Di sisi lain, Febrio menuturkan pemberian insentif tersebut saat ini masih dalam tahap finalisasi terkait mekanisme pembayaran antara langsung diberikan dalam satu waktu atau bertahap. “Apakah nanti dibayarnya sekali atau berapa kali pembayaran itu sedang kita finalisasi,” ujarnya.
Ia memastikan pihaknya akan berkomunikasi secara intens dengan pihak Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sehingga dapat ditentukan skema dan mekanisme yang paling tepat dan cepat.
Ketepatan dan kecepatan dalam penyaluran insentif, nilai dia, merupakan hal yang sangat penting sehingga pemerintah akan mengumpulkan data terkait calon penerimanya.
“Ini yang sedang kita pikirkan bagaimana caranya agar efisien karena memang kita tidak punya data. Datanya itu kita kumpulkan semua dan dipastikan bahwa ini lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
Penyaluran insentif pemerintah kepada pekerja dengan upah di bawah Rp5 juta ini akan dilaksanakan dengan tata kelola yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. “Ini kerja keras birokrat dengan harapan agar uang bisa sampai dengan solusi pas dan tepat. Itu keyword-nya,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad minta pemerintah dapat adil dalam memilih target penerima insentif itu. Tauhid mengatakan hal itu harus dilakukan karena insentif Rp2,4 juta hanya diberikan kepada 13 juta orang. Sedangkan pekerja di sektor formal ada sekitar 52,2 juta orang.
“Gagasan ini menarik tapi akan menjadi masalah termasuk pertanggungjawabannya di kemudian hari. Ada ketidakadilan kalau itu diterapkan. Kenapa tidak semuanya karena pekerja formal 50 juta orang,” kata Tauhid dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Tauhid menuturkan sangat tidak adil jika pemerintah menetapkan target penerima insentif berdasarkan basis data kepemilikan BPJS Ketenagakerjaan atau sekarang disebut BPJamsostek sebab semua pekerja berarti memiliki hak untuk mendapat Rp2,4 juta.
“Bagaimana memilih 13 juta? Ada ketidakadilan kalau diberikan dan kenapa hanya dari BPJS Ketenagakerjaan yang dijadikan dasar. Semua punya hak kalau itu untuk pekerja,” ujarnya.
Menurutnya, pekerja dengan penghasilan di bawah Rp5 juta tidak tergolong masyarakat miskin, melainkan kelas menengah yang cenderung sedang menekan konsumsi di masa krisis pandemi virus corona jenis baru penyebab Covid-19.
“Itu bukan orang miskin dan tidak akan mendorong konsumsi kalau diberi bantuan karena mereka akan menyimpan uang itu untuk berjaga-jaga dan menahan konsumsi,” tegasnya.
Ia melanjutkan, pengeluaran yang akan dilakukan oleh mereka pada umumnya bukan untuk makanan melainkan pendidikan, kesehatan, liburan seperti hotel dan restoran yang dalam masa pandemi Covid-19 masih terbatas. “Ini jadi catatan. Kalau diberikan ke kelompok Rp2,5 juta sampai Rp5 juta maka uang akan jadi saving saja dan jauh mendorong ekonomi untuk tumbuh,” ujarnya.
Tak hanya itu, Tauhid menyatakan pemberian cash transfer sebesar Rp2,4 juta kepada karyawan dengan upah di bawah Rp5 juta juga akan menimbulkan masalah terkait kesenjangan sosial.
Hal itu berpotensi terjadi karena masih banyak masyarakat yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja sektor informal, maupun buruh kasar yang belum mendapatkan bantuan. “Ini perlu dikritisi sebelum diluncurkan karena besarannya Rp31,2 triliun itu luar biasa kalau dibagikan ke kelompok terbawah desil satu. Itu akan sangat berarti,” tegasnya.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyoroti adanya wacana bantuan sosial (bansos) sebesar Rp600 ribu per bulan bagi pegawai yang bekerja di sektor swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta sebagai fokus meningkatkan penyerapan anggaran pemulihan ekonomi nasional.
“Yang menjadi pertanyaan adalah pegawai atau karyawan sektor apa saja yang akan mendapatkan insentif ini? Berapa besarnya anggaran pemulihan ekonomi nasional atau PEN yang akan masuk dalam program ini,” kata Anis Byarwati dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tidak menginginkan agar wacana tersebut menimbulkan kecemburuan sektor yang tidak ditetapkan pemerintah untuk menerima insentif.
Selayaknya pemerintah juga harus memprioritaskan untuk mengentaskan pekerja yang terkena PHK karena justru mereka kehilangan mata pencaharian. Ia mengingatkan bahwa menurut catatan Kementerian Ketenagakerjaan, pegawai yang terdampak PHK setidaknya berjumlah 2,8 juta orang.
“Selain itu, pertanyaan berikutnya, seberapa insentif ini dapat menaikkan daya beli masyarakat? Apalagi, salah satu penyebab daya beli masyarakat turun adalah adanya kenaikan harga kebutuhan pokok. Pemerintah harus ada upaya pengendalian harga terutama kebutuhan pokok,” ujarnya.
Anis menilai bahwa persoalan lain seperti kenaikan BPJS, kenaikan tarif listrik, pemotongan subsidi solar dan LPG 3 kg juga bisa jadi penyebab daya beli masyarakat menurun.
Sebagaimana diwartakan, pemerintah sedang mengebut realisasi bansos tambahan untuk meringankan beban sosial ekonomi masyarakat terdampak pandemi Covid-19. “Pemerintah all out, total untuk melayani yang terbaik buat masyarakat,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo dalam webinar di Jakarta, Kamis (6/8).
Dia menjelaskan, pemerintah akan mengucurkan bantuan sosial kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan sehingga diharapkan menambah daya beli masyarakat.
Kemudian, lanjut dia, Presiden Joko Widodo sudah meluncurkan program bantuan sosial produktif bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) sehingga ada tambahan modal kerja. Pemerintah, ucap dia, sedang memformulasikan dan memfinalisasi skema program bansos produktif bagi UMKM itu.
Sebelumnya pada Rabu (5/8/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan penerima insentif ini akan mencapai 13 juta pekerja dengan anggaran yang disiapkan adalah sebesar Rp31 triliun.
“Sekarang sedang diidentifikasi targetnya yang diperkirakan bisa mencapai 13 juta penerima insentif. Nanti anggarannya kira-kira sekitar Rp31 triliun,” kata Menkeu.
Sebelumnya, untuk UMKM pemerintah mengucurkan subsidi bunga kredit dengan alokasi total Rp35,28 triliun dengan target 60,66 juta debitur, penundaan pokok total Rp285 triliun selama enam bulan hingga Desember 2020. (pos/smr)