Pejabat tinggi kontra intelijen Amerika Serikat (AS) memperingatkan soal upaya Rusia, China, dan Iran akan mencampuri pemilihan presiden (Pilpres) AS tahun ini dengan Rusia yang sudah mencoba melemahkan kandidat Partai Demokrat Joe Biden.
semarak.co– Direktur Kontra Intelijen dan Pusat Keamanan Nasional AS William Evanina mengatakan negara-negara tersebut menggunakan disinformasi daring dan cara-cara lain untuk memengaruhi para pemilih.
Pihak asing itu juga dituduh akan mengintervensi sistem pemilu di AS dengan upaya sabotase proses pemungutan suara, mencuri data pemilihan, atau memicu munculnya keraguan mengenai validitas hasil pemilu.
“Akan menjadi sulit bagi pihak musuh kami untuk mengintervensi atau memanipulasi hasil pemilu dalam tahap ini,” kata Evanina dalam keterangannya Jumat (7/8/2020).
Sejumlah kajian yang dilakukan beberapa lembaga intelijen AS menunjukkan kesimpulan bahwa Rusia sebelumnya beraksi dengan menaikkan kampanye presiden AS saat ini, Donald Trump, pada 2016 lalu, serta melemahkan kesempatan rivalnya saat itu, Hillary Clinton.
Terkait kejadian pada pemilu terakhir itu, Evanina menyebut Rusia saat ini juga telah siap melakukan hal serupa kepada Joe Biden, kandidat yang akan maju melawan Trump dalam pemilu yang dijadwalkan November mendatang.
Evanina menuduh Andriy Derkach, seorang politisi Ukraina yang pro Rusia telah menyebarkan klaim mengenai korupsi, termasuk melalui percakapan telepon yang bocor dan dipublikasi, untuk merusak kampanye Biden dan Partai Demokrat.
Pendukung Trump di Senat AS pun melakukan investigasi yang mempertanyakan keterlibatan putra Biden, yakni Hunter Biden, dalam dugaan aktivitas bisnis di Ukraina.
Evanina mengatakan bahwa aktor-aktor terkait Pemerintah Rusia juga tengah berupaya untuk menaikkan pamor Presiden Trump melalui media sosial dan televisi Rusia. Di sisi lain, China disebutnya malah menginginkan Trump tidak memenangkan kembali pemilu kali ini, karena Pemerintah China menganggap dia terlalu tidak dapat diprediksi.
Menurut Evanina, China telah memperluas upaya memengaruhi politik AS menjelang pemilu untuk mencoba membentuk kebijakan AS menekan politisi AS yang dianggap anti China serta membelokkan kritik atas China.
Sementara Iran lebih cenderung menggunakan taktik secara daring, misalnya dengan menyebarkan disinformasi untuk mengerdilkan institusi AS dan Presiden Trump, serta memancing ketidakpuasan para pemilih di AS.
Pimpinan Komisi Senat Intelijen Marco Rubio dari Partai Republik dan Mark Warner dari Partai Demokrat merespons peringatan yang disampaikan Evanina dengan menyebut bahwa mereka berterima kasih.
Keduanya juga mengatakan bahwa semua warga Amerika harus berusaha keras untuk mencegah adanya aktor asing yang akan mengintervensi pemilu, memengaruhi politik, dan merusak kepercayaan terhadap institusi demokratis di AS.
Kebalikan dari beberapa tahun lalu, banyak pejabat yang mengawasi teknologi pemilu AS dan para pakar keamanan di luar pemerintah saat ini kurang merasa khawatir terjadinya peretasan dalam pemilu November dibanding terjadinya disinformasi dan masalah logistik seperti kurangnya petugas pemungutan suara dan penurunan pada layanan pos AS.
Meski sistem pemungutan suara yang sarat komputerisasi dapat diretas dan sebagian tak terdeteksi, makin bertambah negara bagian menjauh dari pemberian suara nirkertas dan makin bertambah vendor mendengar peringatan atas cacat perangkat lunak, para spesialis berpengalaman mengatakan pada konferensi keamanan tahunan Black Hat dan Def Con pekan ini.
“Kami akhirnya tahu bagaimana melaksanakan ini pemungutan suara lewat internet dengan baik profesor Universitas Georgetown Matt Blaze mengatakan dalam pidato kunci pada konferensi itu, yang dilaksanakan secara daring akibat pandemi virus corona jenis baru penyebab Covid-19,” tuturnya.
Lagi pula jumlah keputusan hukum yang lengkap dan beragam versi perangkat lunak akan membuat kecurangan yang berdampak nasional jadi tak praktis, kata para pejabat.
Pada Jumat (7/8/2020), kepala kontraintelijen AS William Evanina, mengatakan secara terbuka bahwa saat Rusia, China dan Iran mungkin semua beraksi untuk mencampuri pemilu itu, perubahan pemungutan suara yang substansial berada dalam risiko rendah.
Senator AS dari Demokrat wilayah Oregon Ron Wyden yang duduk di komisi intelijen, mengatakan dalam konferensi itu bahwa dia tetap peduli pada buku pemungutan suara elektronik yang dapat terganggu dan pemungutan suara via internet oleh pasukan bersenjata (AS) di luar negeri.
Tapi Blaze dan yang lain mengatakan mereka terutama khawatir bahwa banyak daerah yang tak punya cukup dana untuk petugas harian pemilu untuk mengurusi suara yang masuk karena kondisi pandemi dengan kemungkinan terjadinya protes dan gangguan, pada saat yang sama mereka merancang untuk jumlah terbanyak kertas suara yang dikirim lewat pos.
Direktur Keamanan Siber dan Badan Keamanan Infrastruktur Christopher Krebs mengatakan rakyat sebaiknya memilih sedini mungkin dan bersiap menghadapi hasil pemilu yang tertunda. Setiap penundaan mungkin jadi lahan subur terjadinya misinformasi baik untuk luar maupun dalam negeri, yang lain memperingatkan.
Sementara China dan Amerika Serikat mendiskusikan kemitraan kedua negara dalam bidang militer di tengah situasi di Laut China Selatan (LCS) dan Selat Taiwan memanas.
Dewan Pemerintahan China sekaligus Kementerian Pertahanan Nasional Jenderal Wei Fenghe melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Menhan AS Mark Esper. Kedua belah bertukar pandangan mengenai kerja sama militer pada masa-masa yang akan datang, demikian laman berita resmi militer China, Sabtu (8/8/2020).
Wei menekankan posisi China pada berbagai isu, seperti di LCS, Selat Taiwan, stigmatisasi China oleh AS. Sebab itu, jenderal bintang tiga tersebut mendesak AS untuk menghentikan tindakan yang berpotensi merugikan hubungan kedua belah pihak, meningkatkan pengendalian risiko maritim, dan mencegah tindakan berbahaya yang dapat membuat situasi makin memburuk demi terpeliharanya perdamaian di kawasan.
Esper seperti dikutip laman berita itu mengatakan bahwa di tengah memanasnya hubungan China-AS, kedua belah pihak harus tetap menjaga mekanisme dialog dan konsultasi, mengelola dan mengendalikan krisis, menghindari kesalahpahaman, dan mengurangi risiko keamanan.
China dan AS saling bermanuver di kawasan perairan LCS dengan mengerahkan kekuatan militernya masing-masing. Demikian pula dengan di Selat Taiwan. Kedua negara tersebut saling berebut pengaruh di kepulauan.
Belum lama ini, militer China terlibat dalam latihan tahunan militer Taiwan Huan Kong. China tidak mau kalah, mengerahkan kekuatan pasukan udara dan laut, terutama di wilayah perairan utara Taiwan. (net/smr/pos)