PT Pegadaian konsisten hadir sebagai solusi dan sahabat bagi petani. Menyusul terobosan dalam memperluas segmen masyarakat yang dilayani, dengaan meluncurkan program Pegadaian Sahabat Desa. Program ini akan membantu petani melalui produk dan layanan yang dapat mencegah ijon, rentenir, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Humas PT Pegadaian Basuki Tri Andayani mengatakan, sejak dulu petani merupakan salah satu golongan masyarakat yang rentan menjadi sasaran rentenir atau tengkulak yang membeli hasil pertanian secara ijon. Akibatnya hasil panen yang diperoleh petani tidak mampu mengangkat harkat hidup dan kesejahteraan mereka. Hingga saat ini, kondisi tersebut masih ditemukan dalam di masyarakat.
“Di masa lalu, alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak atau luku bahasa Jawa-nya, dan alat pertanian tradisional lainnya banyak mengisi gudang-gudang Pegadaian. Ketika masa tanam usai, para petani yang memerlukan dana berdatangan ke kantor-kantor Pegadaian untuk menggadaikan alat-alat pertanian tersebut guna memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini dilakukan sampai masa panen tiba,” ujar Basuki dalam rilisnya, Jumat (11/8).
Ketika masa panen tiba dan hasil panen telah dijual, lanjut Basuki, para petani kembali datang ke Pegadaian untuk menebus barang-barang yang digadaikan. Sebagian hasil panen biasanya dibelikan emas perhiasan sebagai tabungan. “Seiring teknologi pertanian terus berkembang, kini cangkul dan bajak tidak lagi diterima sebagai jaminan. Sebagai gantinya traktor dan pompa air yang kemudian mengisi gudang-gudang Pegadaian yang lokasinya terletak di sentra-sentra pertanian. Peran Pegadaian sebagai sahabat petani terus berjalan seiring pergerakan mereka meningkatkan produksi,” ujarnya.
Pegadaian saat ini, tulis dia, terus tumbuh dengan outlet pelayanan sebanyak 4.400-an yang tersebar di seluruh Indonesia. Akan tetapi karena luasnya wilayah, belum semua masyarakat terjangkau dengan layanan perusahaan BUMN di bidang pembiayaan.
Program Pegadaian Sahabat Desa diluncurkan, kata dia, untuk mempermudah masyarakat desa dan daerah pinggiran dalam mengakses produk-produk dan layanan Pegadaian. Menggandeng Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Pegadaian membuka layanan keliling yang berpindah dari desa satu ke desa lainnya. Dengan demikian masyarakat desa yang tinggal jauh dari outlet Pegadaian pun dapat dilayani.
Pola pendapatan petani yang bersifat musiman serta berpotensi menjadi sasaran pengijon, rentenir, ataupun pinjaman tak wajar lainnya, terus menjadi perhatian. Dengan produk yang dinamakan KREASI Fleksi, para petani dapat mengajukan pembiayaan dengan sistem “yarnen” yang dapat dilunasi secara fleksibel karena dapat dibayar setelah panen.
Dengan berbagai inovasi yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan selaras dengan kebutuhan masyarakat, Pegadaian terus konsisten mewujudkan idealisme para pendiri. Yaitu membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat serta terus berpartisipasi aktif mendukung program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional.
Sebagai perusahaan yang sehat dan terus berkembang, lanjut dia, Pegadaian terus meningkatkan kepedulian sosial kepada masyarakat. Kegiatan yang populer dengan istilah Corporate Sosial Responsibility (CSR) ini diwujudkan dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Program kemitraan (PK) adalah suatu program yang mewajibkan BUMN untuk memberikan pinjaman usaha dan pembinaan kepada UMKM.
Sedangkan Bina Lingkungan (BL) adalah sebuah program yang diberikan melalui bantuan dana untuk mewujudkan program/kegiatan dalam rangka pengembangan masyarakat.
Salah satu program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Pegadaian adalah kegiatan bina lingkungan di sektor pertanian. Salah satu desa yang diberikan pembinaan oleh Pegadaian adalah desa Tawangsari kelurahan Pengasih kabupaten Kulonprogo.
Sebagai daerah pertanian penghasil padi yang subur, petani desa Pengasih menghadapi persoalan kesenjangan harga gabah basah dengan gabah kering yang menyebabkan disparitas (perbedaan) harga yang relatif tinggi. Kondisi ini membuat hasil panen mereka tidak memberikan pendapatan yang wajar sesuai jerih payah yang dilakukan.
Kepala Desa Tawangsari Sigit Susetya menyatakan, banyak petani mengalami kesulitan keuangan ketika musim tanam tiba. Kondisi tersebut menjadi celah kepada tengkulak untuk memberikan pinjaman untuk membeli bibit, pupuk, dan biaya pengolahan tanah lainnya.
“Ini seolah menjadi jebakan karena saat panen para petani mau tidak mau menjual padi hasil panen kepada mereka. Apalagi jika saat panen terjadi pada musim penghujan. Gabah sulit kering, jika disimpan terlalu lama, maka gabah akan menghitam dan busuk. Akibatnya petani tidak punya daya tawar yang kuat terhadap tengkulak,” imbuh Sigit.
Perseroan pelat merah ini melalui program CSR-nya memberikan bantuan dengan membangun fasilitas pengering gabah yang membantu mempercepat proses pengeringan padi hasil panen menjadi gabah kering. Dengan demikian gabah kering tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dan lebih cepat untuk diproses menjadi beras yang siap dipasarkan atau dikonsumsi.
Selain itu, Pegadaian juga menyalurkan pinjaman lunak melalui program kemitraan terhadap UMKM yang bergerak dalam industri pengolahan hasil pertanian. Bunga pinjaman yang dibebankan relatif kecil sehingga tidak membebani masyarakat. Dengan melibatkan instansi terkait, mereka juga diberikan pendampingan dalam proses produksi hingga pemasaran. Dalam banyak pameran, mitra binaan difasilitasi dalam membuka stan/booth guna memperluas jaringan pemasaran produk mereka.
“Kami berharap bantuan Pegadaian sesuai program BUMN Hadir Untuk Negeri tidak berhenti sampai di sini. Para petani Tawangsari ingin mempunyai mesin penggilingan padi sendiri, sehingga hasil panen langsung dijual dalam bentuk beras. Petani tidak lagi menjual dalam bentuk gabah kering, apalagi gabah basah. Dengan demikian kesejahteraan petaniakan lebih meningkat lagi,” tutupSigit. (lin)