Peaceful Muharam 1447 H Kemenag, Peserta Tertua Sah Jadi Suami Istri dalam Gelaran Nikah Masal Gratis 100 Pasangan di Masjid Istiqlal

Supriyadi Yanuar (64) tahun dan Susiati (54), pasangan suami istri yang menjadi peserta tertua di kegiatan Nikah Massal Gratis bagi 100 pasangan Sejabodetabek di Masjid Istiqlal, Sabtu pagi (28/6/2025) diselenggarakan Kemenag melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam. Foto: humas Kemenag

Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam menggelar Nikah Massal Gratis bagi 100 pasangan se-Jabodetabek di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu pagi (28/6/2025). Kegiatan ini merupakan bagian rangkaian Program Peaceful Muharam 1447 Hijriah 2025 Masehi.

Semarak.co – Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB dengan diawali pembacaan ayat suci Al Quran oleh Qori internasional Qadar Rasmadi Rasyid yang meraih juara II MTQ Internasional Kuwait tahun 2019. Kemudian Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar yang menyampaikan nasihat perkawinan.

Bacaan Lainnya

Menag Nasaruddin mengatakan, pernikahan adalah perjanjian suci atau mitsaqan ghaliza, sebagaimana disebut dalam Al Quran. Yang hadir dalam akad ini bukan hanya kita, tapi juga makhluk spiritual seperti malaikat dan jin, sebagaimana pesta pernikahan Nabi Adam dan Hawa di surga.

“Adapun konflik dalam rumah tangga berbeda dengan konflik dalam organisasi atau antartetangga. Dalam pernikahan, terdapat jaminan Ilahi berupa perjanjian suci,” ujar Menag Nasaruddin dalam nasihatnya sambil memberi contoh.

Kalau pagi hari mungkin terdapat konflik, tetapi malam harinya bisa menjadi pengantin baru kembali. Karenanya, Menag Nasaruddin mengingatkan agar orang tua maupun pihak lain tidak mencampuri urusan rumah tangga pasangan yang sudah menikah. Menurut Menag Nasarauddin, penting pencatatan pernikahan secara resmi atau secara negara.

Perkawinan yang tidak tercatat dianggap tidak sah secara nasional.  Tanpa akta nikah, status anak tidak bisa masuk dalam kartu keluarga (KK) dan akhirnya berdampak pada hak-hak sipil lainnya, seperti naik haji atau urusan sekolah anak. “Sampulnya akta nikah itu adalah lambang Garuda, simbol negara. Jadi, negara hadir di sini untuk memfasilitasi warganya.

“Kalau tidak punya nama di dalam rumah tangga tidak mungkin punya KTP, kalau tidak punya KTP tidak mungkin bisa membuat paspor, kalau tidak punya paspor tidak mungkin bisa menunaikan rukun Islam ke-5. Karena haji itu pelaksanaannya di luar negeri, Makkah,” cetusnya.

Nikah massal bukan sekadar seremoni administratif, terang Menag Nasaruddin, melainkan momentum sakral yang menyatukan dua jiwa dalam ikatan suci, sekaligus menjadi fondasi penting bagi terbangunnya masyarakat dan bangsa yang kuat.

Setiap pernikahan yang sah secara agama dan hukum negara akan berdampak besar bagi ketertiban sosial dan spiritualitas bangsa. Yang hadir dalam pernikahan ini bukan hanya kita, tapi juga makhluk spiritual.

Para malaikat pun menyaksikan karena pernikahan adalah peristiwa agung yang mengikat dua insan dalam restu Ilahi. “Makna mendalam dari pernikahan sebagai jalan menuju keluarga yang sakinah,” pesan Menag Nasaruddin yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal.

Rumah tangga bukan hanya relasi biologis, nilai dia, tapi juga ruang untuk menyempurnakan iman dan memperkuat nilai-nilai keadaban dalam masyarakat. “Pernikahan adalah fondasi bangsa. Keluarga yang baik melahirkan masyarakat yang baik, dan dari sanalah akan lahir bangsa yang bermartabat.

Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag Abu Rokhmad menambahkan, kegiatan nikah massal ini merupakan bagian dari komitmen negara dalam memberikan kepastian hukum bagi pasangan yang belum tercatat secara resmi.

“Kami fasilitasi 100 pasangan dalam kegiatan nikah massal ini. Secara nasional, targetnya mencapai seribu pasangan di sepanjang 2025. Nikah massal ini tidak hanya terpusat digelar di Istiqlal, tetapi dilaksanakan secara bergelombang dengan total peserta mencapai 1.000 pasangan,” rinci Abu.

Kegiatan ini merupakan bentuk kewajiban dari dua tugas Kemenag sekaligus, yaitu menggelar pernikahan secara agama dan mencatatkannya secara hukum negara. “Ini momentum besar. Pernikahan yang berkah akan melahirkan keluarga yang berkah dan mewujudkan bangsa yang berkah untuk Indonesia Emas 2045,” tandas Abu.

Dilanjutkan Abu, “Negara hadir untuk membantu rakyat dalam urusan keagamaan dan hukum keluarga. Dengan tercatatnya pernikahan melalui program nikah massal, maka status hukum, hak-hak anak, dan perlindungan sosial pasangan menjadi lebih terjamin.”

Setelah prosesi akad nikah, para pasangan langsung menerima buku nikah dari petugas Kantor Urusan Agama (KUA), sebagai bukti sah pernikahan yang diakui negara. Setiap pasangan pengantin dalam nikah massal ini akan memperoleh dana pembinaan untuk modal usaha dari Baznas minimal Rp2,5 juta.

Selain itu, lanjut Abu, masing-masing pasangan mendapat seperangkat alat shalat, mushaf Al Quran dari UPQ, paket kosmetik dari Wardah, serta akomodasi menginap di hotel. “Semua biaya gratis bahkan baju pengantin, tata rias pengantin juga,” ujar Abu yang selaku Ketua Penyelenggara.

Suasana haru menyelimuti ruang utama shalat Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (28/6/2025), saat 100 pasangan mengikuti prosesi Nikah Massal Gratis. Di antara deretan pengantin muda yang tampak bahagia, kehadiran sepasang lanjut usia (lansia) mencuri perhatian peserta dan tamu undangan.

Adalah Supriyadi Yanuar berusia 64 tahun dan Susiati yang 54 tahun, pasangan suami istri yang menjadi peserta tertua dalam gelaran ini. Keduanya berasal dari wilayah Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, dan baru dapat meresmikan hubungan mereka secara hukum negara melalui program nikah massal ini.

“Kami bersyukur akhirnya bisa menikah secara resmi. Ini sebenarnya telah lama kami rencanakan, tapi banyak kendala yang kami lalui sebelumnya,” ujar Supriyadi di sela acara seperti dirilis humas melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Sabtu siang (28/6/2025).

Proses pendaftaran mereka didampingi langsung petugas KUA setempat. Supriyadi dan Susiati saling mengenal sejak 2021, saat masih pandemi Covid-19. Keduanya merupakan duda dan janda. Di mana Supriyadi telah ditinggal wafat istrinya tahun 2021, sementara Susiati berstatus janda sejak 2009.

Keduanya sama-sama menjalani pernikahan kedua. Dari pernikahan sebelumnya, Supriyadi memiliki dua anak, sedangkan Susiati dikaruniai satu anak. Menurut Supriyadi, kecocokan jiwa dan kebiasaan menjadi faktor utama yang mendorong keduanya untuk melangkah ke jenjang pernikahan.

“Tidak mudah sampai di titik Nikah Massal ini. Saya sempat mengalami trauma setelah istri meninggal. Tapi saya mantap menikah lagi karena ingin menjalankan perintah agama,” tutur Supriyadi didamping sang istri.

Sementara Susiati mengaku, pernikahan di usia lanjut bukanlah halangan untuk membina rumah tangga yang sakinah. “Butuh waktu, butuh semangat, dan butuh keyakinan. Arti pernikahan bagi kami sekarang adalah melanjutkan kehidupan di bawah rida Allah,” tambahnya.

Ia mengungkapkan, pernikahan bagi mereka adalah bentuk kerja sama dan saling mengingatkan dalam kebaikan. Bahkan, katanya, cinta dan pernikahan tidak memiliki batasan usia. “Usia hanyalah angka. Tapi semangat kami untuk meraih rida Allah tidak pernah merasa tua,” tutup Susiati berkaca-kaca.

Seusai prosesi ijab kabul, Supriyadi dan Susiati langsung menerima buku nikah resmi dari negara. Mereka juga mendapatkan seperangkat alat salat, mushaf Al Qur’an dari UPQ, serta paket kosmetik dari Wardah sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan pengantin baru. (hms/smr)

Pos terkait