Partai Islam Sulit Menangkan Pemilu, Ketum Muhammadiyah Haedar Ingatkan Umat Islam Harus Bersatu untuk Ubah Nasib

Ketua umum PP Muhammadiyah Profesor Haedar Nashir. Foto: minangkabaunews.com

Mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam, dengan kuantitas 237,5 juta orang atau 86,7% dari total penduduk. Menurut Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), potensi zakat dari kaum muslimin di negeri ini setiap tahunnya bisa mencapai Rp327 triliun.

semarak.co-Dengan potensi penerimaan zakat yang besar, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan seharusnya rakyat Indonesia tidak mengalami kesulitan. Umat Islam di Indonesia dinilai masih ketergantungan dalam banyak hal.

Bacaan Lainnya

“Jangankan di ranah global, umat Islam dinilai belum menjadi penentu nasib bagi bangsanya sendiri. Namun kenyataan, kualitas berbeda dengan hitungan kuantitas. Umat Islam belum menjadi tuan di negerinya sendiri,” kata Haedar Nashir, Rabu (19/7/2023) dilansir muslimtrend.com, 2023-07-19,17:33407 dari sumber artikel asli rmol.

Untuk itu, di momentum Tahun Baru Islam 1445 Hijriah, Haedar Nashir berharap umat Islam dapat bersatu membangun kekuatan untuk melakukan perubahan. “Jika umat Islam bersatu, bahkan dapat menentukan siapa yang akan menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia, tanpa harus susah payah menggantungkan nasib kepada pihak lain,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa partai-partai Islam akan sulit memenangkan kontestasi pemilihan umum tahun 2024 ini. Baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden (Pilpres) 2024, partai Islam akan susah tampil sebagai pemenang. Ini disampaikan Ketua Umum Partai Gelora (Gelombang Rakyat ) Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (6/6/2023).

Narasi yang ditawarkan partai Islam itu cenderung diperuntukkan bagi kelompoknya semata. Narasi yang disajikan bukan untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. “Pada dasarnya partai-partai Islam selalu berorientasi mewakili kelompoknya sendiri dan tidak mewakili populasi,” sindir Anis dilansir pos-kupang.com/tribunnewsbogor.com.

Partai yang basisnya tradisional, terang dia, berusaha mewakili Islam tradisional. begitu juga dari kelompok modernis, berusaha mewakili Islam modernis. Dengan demikian, ungkap Anis Matta, porsi dukungan masyarakat terhadap partai Islam tidak sebesar dukungan masyarakat kepada partai nasionalis.

“Ini masalah fundamental yang seharusnya menjadi perhatian serius untuk mengubah orientasi narasi mewakili kelompoknya, menjadi narasi mewakili populasi atau seluruh rakyat Indonesia,” kata Anis Matta yang mantan elit Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bersama Fahri Hamzah.

Seharusnya, lanjut dia, konsep ajaran Islam yang digunakan adalah untuk menyelesaikan berbagai persoalan di masyarakat, seperti keadilan distribusi ekonomi dan menghadapi pelbagai ketimpangan ekonomi yang terjadi selama ini.

Bukan sebaliknya, kata Anis Matta, digunakan semata-mata hanya untuk membela kelompoknya saja dan memusuhi kelompok yang lain. “Tetapi ada upaya untuk memisahkan agama dan negara dengan dibuat sedemikian rupa seolah sebagai sumber konflik, oleh mereka yang membawa kekuatan agama sebagai ideologinya,” ujarnya.

Anis Matta lalu menegaskan, bahwa Indonesia berdasarkan Pancasila, bukan negara sekuler. Malahan dengan Pancasila, Indonesia justru dikenal sebagai negara religius, karena mengakui adanya Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Inilah yang kita sayangkan kenapa partai Islam itu, tidak mencoba menggali ajaran agama Islam ini sebagai satu sumber inspirasi. Selain itu, partai Islam juga selalu membawa perbedaan friksi mengenai tata cara beragama, antara yang tradisional dan modernis, di bawah ke politik,” tandas Anis Matta. (net/mtc/tbc/pkc/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *