Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA Toto Izul Fatah mengatakan, Partai NasDem harus membayar mahal jika Anies Rasyid Baswedan batal diusung sebagai calon presiden (capres). Selain keterpurukan image partai yang akan kena efek elektoral buruknya, citra Surya Paloh sebagai ketua umum NasDem akan rusak.
semarak.co-Hal ini disampaikan Toto terkait dengan isu adanya potensi pembatalan Anies Baswedan sebagai capres yang diusung NasDem. Hal itu terkait adanya isu ancaman reshuffle menteri terhadap dua kader NasDem Sahrul Yasin Limpo dan Johnny G Plate.
Di mana Sahrul Yasin Limpo menjabat menteri Pertanian (Menta) dan Johnny G Plate yang Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo). Soal kedua terkait isu ancaman Johnny G Plate yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai NasDem akan dijadikan tersangka lewat Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Dua rumor itu bisa saja terjadi, baik reshuffle maupun menjadi tersangka. Namun, jika itu dilakukan, justru blunder yang akan terjadi pada pemerintahan Jokowi,” ungkap Toto dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (16/3/2023) dilansir laman msn.com dari republika.co.id.
Karena ini dilakukan pada momentum yang tidak tepat. Sehingga, terang Toto, opini publik akan dengan mudah menyimpulkan, bahwa Partai Nasdem terdzolimi. Jika itu yang terjadi, nilai dia, maka Partai NasDem yang justru akan menerima berkahnya.
“Itu sama saja Pak Jokowi sedang memberi angin segar buat partainya Pak Surya Paloh menjadi semakin besar setidaknya, partai tersebut akan menjadi tempat berkumpulnya pemilih yang tak puas kepada Jokowi semakin solid,” kata Toto.
Atas dasar itulah, lanjut peneliti senior LSI Denny JA ini, terlalu mahal jika Surya Paloh dengan Nasdemnya harus mengalah terhadap isu ‘ancaman’ yang beredar itu dengan membatalkan pencalonan Anies sebagai presiden. Dijelaskan Toto, ada dua biaya mahal yang harus dibayar.
Pertama, terpuruknya image partai Nasdem yang kehilangan nyali dan idealismenya. Sehingga berefek juga pada rontoknya elektabilitas partai tersebut. Kedua, sudah pasti berimbas juga pada rusaknya citra Surya Paloh sebagai tokoh partai yang selama ini dikenal memiliki idealisme tinggi.
“Coba bayangkan, Surya Paloh yang diawal-awal sangat menggebu mendukung Anies, tiba-tiba membatalkan karena tak tahan dengan tekanan. Pasti citra beliau akan rusak. Ditambah lagi, akan makin bertambahnya musuh dari partai yang selama ini akan diajaknya koalisi,” ungkapnya.
Karena itu, Toto berharap, untuk kepentingan terjadinya kontestasi politik yang sehat pada Pilpres 2024 nanti, ditemukan jalan tengah yang membuat Anies tetap maju sebagai capres. Sehingga, publik benar-benar disuguhi pilihan yang lebih banyak, minimal dua pasang, sesuai dengan hasil aneka lembaga survei.
“Survei itu kan menggambarkan kecenderungan pemilih terhadap figur yang akan dipilihnya. Dan dari hasil sejumlah survei, hanya tiga figur yang kuat, yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo dan Anies Baswedan. Nah, bagusnya, biarkan saja mereka bertarung dengan sehat, dan biarkan rakyat memilihnya dengan bebas. Itulah demokrasi,” ujarnya.
Di bagian lain Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menemukan partai Islam atau berbasis Islam mencatat rekor dukungan terkecil di pemilihan presiden (Pilpres) pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Pasalnya, sampai saat ini tidak ada partai politik (parpol) masuk tiga besar dalam elektabilitas.
Survei LSI Denny JA pada Maret 2023 menemukan, mereka cuma ada di menengah dan bawah. Peneliti LSI Denny JA, Ade Mulyana mengatakan, kalau ditarik sebelum kemerdekaan partai Islam menjadi ujung tombak perlawanan melawan penjajah.
Dengan penduduk mayoritas muslim, secara psikologis kelahiran partai Islam jadi keniscayaan. Sebab, mereka yang beragama Islam akan lebih nyaman kalau partai memiliki ideologi yang sama. Sayangnya, sejak pemilu demokratis pada 1955-2019, sudah banyak partai-partai Islam hadir, tapi belum mendapat dukungan terlalu baik.
“Sejak Pemilu tahun) 1955, belum pernah ada satupun partai Islam yang memenangi pemilu di Indonesia,” kata Ade, Jumat (17/3/2023) dilansir laman msn.com, Sabtu (18/3/2023) dari republika.co.id.
Survei LSI Denny JA melibatkan 1.200 responden pada 4-15 Januari 2023. Dengan penentuan partai Islam atau partai nasionalis didasari persepsi publik terhadap pendiri partai maupun partai tersebut maupun ditentukan melalui pendapat pakar.
Partai Islam terdiri dari PKS, PKB, PPP, PAN, PBB, Gelora dan Partai Ummat dengan total dukungan 38,9%. Sedangkan, partai nasionalis ada PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, Perindo, PSI, Hanura, Garuda, Buruh dan PKN.
Dari tiga partai papan atas, PDIP 22,7, Golkar 13,8 dan Gerindra 11,2 tidak ada satupun partai Islam. Papan tengah, PKB, Demokrat, PKS, Nasdem, ada PKB 8,0 dan PKS 4,9. sedangkan, papan bawah, Perindo, PPP, PAN, ada PPP 2,1 dan PAN 1,9%.
Ada pula partai Islam yang masuk partai nol koma seperti PBB 0,3, Ummat 0,3 dan Gelora 0,1. Jadi, ia mengingatkan, sampai tingkat partai-partai gurem sekalipun partai-partai Islam masih kalah dari partai terbuka maupun partai nasionalis.
“Partai berbasis Islam total dukungan cuma 17,6, tapi nasionalis mencapai 61,0 persen. Dalam Pemilu 2024, kami prediksi total dukungan atas partai berbasis Islam potensial yang terkecil dalam sejarah pemilu bebas Indonesia, 1955-2019,” ujar Ade. (net/rep/smr)