Opini oleh Riko Noviantoro
Tidak mudah menemukan negara yang memiliki keragaman budaya, agama dan suku. Wujud keragaman di Indonesia dapat terlihat pada hamparan bahasa daerah. Setidaknya terdapat 652 bahasa daerah yang menurut Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (BPPB) hidup di bumi pertiwi.
Jumlah suku-sukunya pun terbilang sangat banyak. Data sensus BPS 2010 mencatatjumlahsukubangsa di Indonesia mencapai 1.340. Sedangkan jumlah agama dan kepercayaan yang hidup di Indonesia juga luar biasa.
Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat terdapat 187 kelompok penghayatan yang hidup di Indonesia. Sedangkan jumlah agama berdasarkan Kementerian Agama terdapat 6 agama yang diakuihidup di Indonesia.
Melihat begitu berlimpahnya keberagaman di Indonesia sudah sepatutnya ditempatkan sebagai keunggulan bangsa. Dalam keragaman itu menjadi penghantar bagi para penganutnya untuk bertemu wajah lembut Tuhan Yang Maha Esa. Dalam keragaman itu pula kebermanfaatan diri manusia sejatinya lebih optimal.
Menemukan sumber energy dari berbagai unsure untuk mendulang pahala. Bukan sebaliknya yang menjadikan kemajemukan suku, budaya terlebih agama sebagai energy untuk mempertajam perbedaan. Wajah kemajemukan yang didasari rasa saling menghormati berubah jadi keangkuhan pribadi dan komunal.
Kesantunan berganti menjadi kekerasan. Keindahan berubah jadi kehancuran. Kondisi itulah yang tampak saat ini. Kondisi yang menguat sejak hadirnya kecanggihan teknologi informasi. Produk ilmu pengetahuan yang sejatinya mampu memperkuat keragaman, justru menjadi pisau yang mengiris keragaman. Baku serang dan baku pukul.
Hal itu tak layak dibiarkan terus menerus. Semua pihak harus mampu ambil peran optimal. Mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, pelaku industry dan sebagainya. Terutama pemerintah sebagai pengendali tata kehidupan masyarakat. Pemerintah harus mampu mengendalikan segala berbagai kelompok dari upaya yang mengganggu.
Pemerintah perlu terus menumbuhkan kesadaran toleransi melalui berbagai programnya. Dengan pendekatan kebijakan yang juga bervariasi. Mulai dari pendidikan, kampanye, kegiatan dialog lintas iman sampai pada hal lainnya.
Dengan itulah masyarakat dapat menyadari keberagaman bukanlah sebuah noktah hitam yang memalukan. Keberagaman bukanlah persoalan bernegara.
Dengan peran pemeritnah yang optimal menggerakan segala sumber institusinya akan mampu menggerakan toleransi di Indonesia. Toleransi diarahkan sebagai kekuatan yang menyatukan anak bangsa.
Toleransi sebagai rumah kehidupan bersama. Kemudian toleransi dapat mengalir sebagai kekuatan ekonomi, industry pariwisata, teknologi, hukum dan sebagainya. Itulah yang disebut toleransi sebagai energy berkemajuan.
Penulis: Peneliti Bidang Kebijakan Publik
Institute for Development of Policy and Local Partnership (INDEPOL-LP)