Di tengah perseteruan Indonesia dan Republik Rakyat China terkait Natuna, beredar pesan berantai tulisan yang mengecam sikap Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di media social, utamanya whatsapp (WA) grup.
semarak.co -Tulisan itu berjudul “Luhut Itu Menteri Indonesia Atau Dubes Khusus China”. Disebutkan, sang penulis adalah Akbar Tandjung yang kini menjabat Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar. Untuk menghindarkan salah sangka, Akbar Tandjung Institute (ATI) memberikan klarifikasi, Sabtu pagi (4/1/2020).
ATI membantah tulisan itu disusun oleh Akbar Tandjung yang merupakan mantan Ketua Umum Golkar, mantan Ketua DPR RI, mantan Mensesneg, mantan Menpera, dan mantan Menpora.
“Kami ingin menyatakan bahwa tulisan ini tidak ditulis, diprakarsai, dan distribusikan oleh Bapak Akbar Tandjung, Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar,” tulis ATI dalam rilisnya.
ATI berterima kasih kepada keluarga dan teman-teman yang mengkonfirmasi terkait tulisan berjudul “Luhut Itu Menteri Indonesia Atau Dubes Khusus China” tersebut.
“Kami mohon bantuan keluarga dan teman-teman sekalian untuk mengklarifikasi kepada mereka yang bertanya, bahwa tulisan tersebut sekali lagi tidak diprakarsai, ditulis, dan didistribusikan oleh Bapak Akbar Tandjung,” pungkasnya.
Berikuti isi lengkap tulisan sebagai bentuk opini yang mencatut nama Akbar Tandjung:
Luhut Itu Menteri Indonesia Atau Dubes Khusus China untuk Indonesia?
Oleh : Akbar Tanjung
“Sebenarnya enggak usah dibesar-besarinlah kalau soal kehadiran kapal (Coast Guard China) itu.”
Di saat umat ini marah karena China melanggar batas kedaulatan Negara, di saat upaya maksimal perlu dipersiapkan untuk menghalau eksistensi kapal dan kedaulatan China di perairan Indonesia di selat Natuna, Luhut Binsar Panjaitan jusrtu menganggap remeh masalah.
Bukannya protes dan marah kepada China, Luhut justru meminta negara ini marah pada negaranya sendiri. Persoalan ketercukupan kapal patroli dan bahkan kapal perang untuk mengamankan wilayah perbatasan negara itu satu hal.
Pelanggaran kedaulatan China, itu hal yang lain yang perlu disikapi secara tegas. Jika menggunakan logika Luhut, maka ketika rumah kecurian karena pagar tidak digembok kita justru diminta marah kepada diri sendiri, kenapa tidak punya kemampuan untuk membeli gembok pagar.
Sementara, persoalan pencuri yang telah masuk rumah dan mengacak-ngacak privasi tidak perlu di besar-besarkan. Luhut mengganggap, masuknya kapal-kapal asing dari China ini akibat kurangnya kemampuan Indonesia mengawasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Sebenarnya kan kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita itu. Sekarang memang Coast Guard kita itu, Bakamla, sedang diproses supaya betul-betul menjadi Coast Guard yang besar sekaligus dengan peralatannya,” kata Luhut.
Sebelumnya, Kapal-kapal ikan China dilaporkan telah masuk ke perairan Natuna dan melakukan pencurian ikan. Kapal-kapal pencuri ikan tersebut bahkan dikawal oleh kapal Coast Guard China. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia telah menyampaikan protes keras karena pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh China.
Umat Islam justru bertanya, Luhut ini menteri negara mana ? Menteri Indonesia atau duta besar khusus China untuk Indonesia ? Kenapa Luhut, justru bicara dalam konteks kepentingan China dimana Indonesia diminta ‘memaklumi’ tindakan China bahkan meminta Indonesia menyalahkan diri sendiri ?
Kalau Luhut diam dalam urusan pembantaian muslim Uighur mungkin saja dapat dibenarkan, karena Luhut memang merasa tak bersaudara dengan muslim Uighur. Tetapi jika Luhut tak bicara lantang terhadap China karena pelanggaran batas kedaulatan, maka wajar jika banyak yang menyebut Luhut sebagai pengkhianat.
Apalagi, bagi eks militer tentu isu kedaulatan adalah isu krusial. Jiwa tentara, tak akan mungkin rela sejengkal pun tanah perbatasan dirampas musuh.
Luhut telah menunjukan watak aslinya yang menghamba pada kepentingan China. Sikap Luhut dalam isu kedaulatan ini, mengokohkan posisi Luhut yang berfungsi sebagai ‘pengaman kebijakan China’ dalam melakukan ekspansi ekonomi ke Indonesia melalui proyek OBOR dan belitan hutang China terhadap Indonesia.
Adapun Jokowi, dia tak akan berani mendongakan kepala kepada Luhut dan mengusir Luhut dari kabinet. Jokowi berkuasa juga atas sokongan Luhut, karena itu persoalan intervensi China ke Indonesia tidak saja dipahami sebagai kebijakan persoanal seorang luhut.
Namun, rezim Jokowi ini memang telah menyerahkan ‘leher kedaulatan’ negeri ini ketangan rezim komunis China, melalui sejumlah utang dan perjanjian. Indonesia telah dipenjara menjadi ‘Provinsi baru China diluar China daratan’ yang akan menghamba dan melayani kepentingan China.
Protes kemenlu juga bisa dipahami sebagai ‘basa-basi politik’ belaka, karena sejatinya kebijakan Indonesia benar-benar telah berada dibawah ketiak China. Buktinya, hingga saat ini Jokowi masih bungkam atas isu kemanusiaan yang menimpa muslim Uighur.
sumber: WA Group Keluarga Alumni HMI MPO/ sbsinews.com/pojoksatu.com,rmol/