Opini, DR. Agung Sudjatmoko, MM: Musim Perang Kata Simbolik

Ketua Harian Dekopin Agung Sudjatmoko

Opini

DR. Agung Sudjatmoko, MM.

Ungkapan genderuwo, sontoloyo dan tampang menjadi viral di medsos maupun pemberitaan media massa. Tak pelak yang mengungkapkan adalah capres patahana maupun penantang. Menjadi sebuah pertanyaan kuta adalah sebagai tokoh yg menjadi matahari di kedua kubu seharusnya mengungkapkan segala sesuatu tdk multi tafsir.

Genderuwo sebagai setan pun dibawa-bawa padahal tidak tahu sama sekali apa itu pilpres dan tdk biaa menjadi pendorong utk kemenangan. Termasuk si sontoloyo yang jg hanya sekedar ungkapan atas kekonyolan terhadap sesuatu.

Bahasa simbolik ungkapan tersbut juga tidak memberikan makna untuk menperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu hentikan ungkapan simbolik yang tidak menjadi subtansi atas visi, misi, tujuan, serta program yg dijanjikan untuk dikerjkan tahun yang akan datang.

Rakyat butuh ketenangan, barang pangan murah, aman dan kelancaran semua urusan kehidupanya. Negara harus hadir untuk menuntaskan masalah tersebut.

Jujur sampai sekarang kalau ada debat di tivi dari para tim sukses bukan politik santun dan penyampaian visi serta program yang riil. Sudah 5 tahun dijanjikan harga murah, lapangan kerja mudah, Indonesia maju, mempunyai mobil esemka, bbm subsidi nyaris hilang di pom-pom bensin juga tidak ada.

Toh rakyat juga tidak banyak nuntut dan masih tetap akan maju lagi menjadi presiden. Jujur juga yang menikmati dinamika ekonomi dan kue pembangunan ini hanya kelompok yang menang karena setelah menang menempatkan jabatan publik dan profesional di BUMN diisi oleh timsesnya.

Itupun rakyat juga tidak ambil pusing atas kondisi tersebut. Hilangnya kekayaan bangsa, beralihnya saham perusahaan negara ke kelompok bisnis negara lain dan berbagai masalah ekonomi rakyat banyak tidak tahu. Itulah kenyataan ironi bangsa ini, ramai di permukaan tapi tidak pernah menyelesaikan subtansi masalah rakyat dan kebangsaanya .

Koperasi dan Kesejahteraan

Pemerintah tidak suka pada koperasi karena ini lembaga mandiri yang lahir karena antitesa dari kapitalistik dan sosilaistik. Koperasi lembaga otonom yang membutuhkan kemandirian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budayanya.

Sampai saat ini pemerintah belum memberikan penanganan serius atas penguatan koperasi. Pemerintah malah cenderung tidak suka pada koperasi.

Koperasi mempunyai tujuan akhir pada kesejahteraan bersama atau dalam istilah koperasi members promotions. Di negara maju koperasi berkembang luar biasa dan mampu memberikan manfaat yang besar pada anggotanya.

Di negara-negara Skandinavia, Jepang, Amerika, Singapore dan lain-lain koperasi telah menjadi kekuatan ekonomi yang mensejaherakan rakyat. ***

Penulis adalah Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan Dosen Universitas Bina Nusantara (Binus)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *