Opini oleh DR Agung Sudjatmoko, MM
Koperasi Indonesia belum keluar dari jerat rutinitas berkesendirian dan kekecilanya. Citra buruk, banyak masalah dan moral hazard dari penggiatnya masih menghiasi berita di media.
Kelambanan menangkap peluang, manajemen tradisional, main bisnis di pinggiran, tidak mampu mengkonsolidasikan kekuatan ekonomi, sosial dan budaya anggota masih menjadi cerita empirik yabg terus dilakukan di koperasi.
Kapan koperasi bangkit menjadi kekuatan konglomerasi? Tidak ada road map yang mumpuni menjawab baik di tataran nasional maupun di koperasi. Tantangan perubahan zaman dengan distrupsi ekonomi, teknologi canggih, generasi milenial, revolusi industri 4.0 dan berbagai isu perubahan ditanggapi adem ayem tanpa langkah nyata koperasi melakukan perubahan. Inilah catatan koperasi sampai 2018.
Perubahan hanya menjadi materi diskusi, seminar atau training. Perubahan yang membawa dampak pada perubahan fundamental berbisnis dan strategi berbisnis oleh koperasi dianggap tidak penting karena memang koperasi tidak main dalam fokus bisnis yang memberikan pelayanan utama kepentingan anggota.
Koperasi hanya main di sisi simpan pinjam yang dikelola dengan modal dari luar, berfungsi sebagai chaneling, hanya mendapatkan selisih margin bunga dari lembaga keuangan mitranya, serta jauh dari sistem pengelolaan yang profesional berbasis anggotanya serta menggunakan teknologi informasi. Wal hasil bunga koperasi simpan pinjam masih berkisar 2% perbulan atau 24% satu tahun.
Di sektor riil konsumen dan produsen citra koperasi juga belum memberikan kiprah yang signifikan untuk pelayanan kepada anggota yang murah, mudah, berkulitas dan nyaman, kalah dibanding “toko ritel moder sebelah” yang menjamur dalam grup gurita dan sudah menjadi perusahaan publik yang menggilas warung rakyat.
Koperasi dan Perubahan
Jika keberadaan koperasi masih dengan kondisi kecil, tradisional, citra buruk, dan belum mampu melakukan konsolidasi ekonomi dan sosial budaya anggotanya dibiarkan dan tidak ada usaha nyata koperasi melakukan perubahan maka tidak mustahil koperasi akan menjadi pelaku yang selalu mikro kecil.
Dalam perspektif koperasi simpan pinjam akan menjadi lembaga yang berlabel bersistem rentenir yang menjadi pilihan rakyat karena keterpaksaan meminjam karena memenuhi kebutuhan bukan karena bangganya menjadi penyelesai masalah pendanaan anggota untuk produksinya. Melihat kondisi tersebut maka perubahan harus di lakukan oleh koperasi.
Koperasi yang sejak lahirnya sebagai badan hukum sebagai perusahaan harus melakukan metamorfosa sebagai pelaku usaha profesional, mandiri, kuat dan mampu menangkap setiap peluang usaha yang ada. Revolusi industri 4.0 telah mengubah kehidupan dan cara kerja manusia secara fundamental.
Tuntutan perubahan tersebut juga memiliki skala, ruang lingkup, dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi telah mampu mengintegrasikan dunia fisik, ekonomi, digital, psikologi dan biologis serta mempengaruhi semua disiplin ilmu ekonomi, industri, bisnis dan pemerintahan.
Di era revolusi induatri 4.0 ini koperasi harus melakukan perubahan melalui strategi sebagai berikut: a) koperasi membangun keunggulan kompetitifnya dengan menerapkan ilmu pengetahuan, inovasi dan teknologi dan memperkuat konsolidasi sosial dan ekonomi anggota.
Sehingga koperasi menjadi kekuatan captive market dan strategi bersaing dalam close look economic dari dan untuk anggota, b) koperasi membangun manajemen modern dan e-smart coop dengan memanfaatkan teknologi digital dalam pengelolaan organisasi dan bisnisnya.
Sistem ini menjamin akuntabilitas dan transparansi di koperasi yang meningkatkan kepercayaan anggota kepada koperasi, sebab koperasi adalah trsuted institution, c) meningkatkan kapasitas pengurus, pengawas, staf manajemen dan anggota untuk membangun sinergi bisnis yang kuat dan memberikan kompensasi yang layak untuk jaminan kehidupan para pelaku koperasi, sehingga akan meningkatkan tanggung jawab penuh untuk membangun bisnis koperasi tanpa tendensi moral hazard di tubuh koperasi.
Back to Basic Jatidiri Koperasi
Perubahan zaman harus dilakukan, ideologi post neolib ini membawa dampak pada kembali kepentingan nasional atau anak bangsa. Kesatuan ekonomi negara menjadi tujuan utama dinamika ekonomi global.
Amerika, Inggris dan beberapa negara didunia telah mengoreksi kebijakan pembangunan ekonominya untuk membangun berdasar fundamen ekonomi nasionalnya dan memanfaatkan teknologi serta meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Karena SDM suatu bangsa saat ini menjadi aset utama pembangunan.
Filosofi perubahan di era revolusi industri 4.0 adalah bukan yang besar atau yang kuat, tetapi siapa yang lincah dan cepat melakukan perubahan akan menjadi besar dan kuat.
Munculnya alibaba, gojek, grab, rbnb, tokopedia, amazon dan lainnya telah menunjukan bahwa siapa yang cepat berubah mampu memanfaatkan teknologi mereka yang mampu menguasai sumber daya bisnis walaupun tidak memiliki.
Koperasi mampu melakukan itu jika segera menyusun rencana perubahan dan melakukan perubahan. Koperasi sebagai perusahaan milik anggota harus menjadi wadah kesatuan ekonomi dan sosial anggota untuk efisiensi dan efektifitas dalam memenuhi kebutuhan.
Kembali menjalankan secara konsisten prinsip dan nilai koperasi serta merubah fundamental bisnis koperasi akan menjadikan koperasi sebagai pelaku usaha yang besar dan kuat.
Koperasi dan Generasi Milenial
Koperasi harus mampu memberikan contoh sebagai pelaku ekonomi besar dan memberikan manfaat besar pada generasi milenial. Munculnya star up berbadan hukum koperasi sebagai bukti masih adanya harapan kaum milenial mencintai koperasi.
Gerakan koperasi dalam hal ini Dekopin harus mampu mewadahi, menyusun strategi dan kolaborasi dengan stakeholder untuk menangkap peluang tersebut.
Jika hal ini tidak di lakukan oleh Dekopin maka lamban tapi pasti gerakan koperasi akan ditinggalkan karena tidak memberikan manfaat bagi perubahan dan kehidupan kaum milenial ini.
Padahal untuk mewadahi kagiatan ekonomi mereka yang sudah menjadikan gedjet sebagai teman utamanya membutuhkan kelincahan program dan kegiatan Dekopin termasuk pemerintah dalam menyusun regulasi yang akomodatif untuk masa depan. ***
Penulis: Ketua Harian Dekopin dan Dosen Binus