Opini by Zeng Wei Jian: Konflik Papua

zeng wei jian. foto: copas profil

Separatist Free Papua curi momentum Geopolitical power vacuum pasca Pilpres. Joint hand-in-hand dengan Poros III. Terus berusaha mendelegitimasi pemerintahan.

Sejarah akan menentukan; whether or not nama “Jokowi” dicatat di samping “Habibie” sebagai failed-president menjaga teritorial Indonesia.

Public social media diperdaya dengan isu sektarian. Mereka asyik bully Banser. Perkuat identity politics.

No sense of crisis. Papua memanas. Ada gerakan sporadis, yet tersistematis. Matang. Dipersiapkan sejak 1965; OPM lahir.

Konflik Papua mengambil bentuk “Ethnic separatism”. Stressing pada “cultural and linguistic differences”. Diperkuat oleh sedikit ingredient perbedaan agama dan ras.

Di tahun 1968, US Ambassador Galbraith menyatakan OPM merepresentasikan “an amorphous mass of anti-Indonesia sentiment” dan “possibly 85 to 90 percent [of Papuans], are in sympathy with the Free Papua cause or at least intensely dislike Indonesians”.

Pernyataan ini signal kekalahan pertama kampanye internasional Indonesia.

Pa Harto dan Orde Baru mampu membalikan posisi. Segala upaya dilakukan membangun Papua. Soft and hard approaches. Menggulung gerakan separatis. Gus Dur mengadopsi “asymmetric federalism” dengan beri Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kampanye Internasional Free Papua hidup kembali di tahun 2008. International Parliamentarians for West Papua (IPWP) dirilis di Parlemen London. Figur seperti Melinda Jank dan Anti-Indonesianist Carmel Budiarjo terlibat.

IPWP merupakan “adopted formula” metode separatis yang sukses di East Timor.

Pemerintah Susilo Bambang Yudoyono membiarkan proxy dan agen CIA bertopeng aktifis hak-hak azasi beroperasi di Jakarta dan Papua.

Orang-orang seperti Veronica Kuman adalah Proxy Generasi Kedua pasca reformasi.

Segregasi agama dan rasis sentiment menguat lima tahun belakangan. Akibatnya, “coup-proofing” Rezim Jokowi melemah.

Satu manuver destabilisasi fabrikatif perusakan bendera trigger hyper activity gerombolan para militer dan menjadi alasan aksi separatis run amock di Manokwari, Sorong, Fak Fak dan lain-lain.

Sudah saatnya rakyat bersatu. Presiden Jokowi harus duduk bersama dengan Pa Prabowo mencari format tepat mengatasi Konflik Papua. Sebelum semuanya terlambat. Jangan biarkan free-rider bermain api.

THE END

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *