Opening Ceremony G20 Indonesia, Pentas Musik Ritual Mantra Karya Epi Martison

Harris Priadie Bah. foto: dokpri

(doa-doa untuk keselamatan bangsa)

semarak.co-Oleh Harris Priadie Bah *

Bacaan Lainnya

Intro

Ritual Mantra adalah sebuah pertunjukan musik garapan terbaru dari komposer Indonesia, Epi Martison yang ditampilkan di acara Opening Ceremony G20 pada tanggal 1 Desember 2021 bertempat di Lapangan Banteng, sebuah arena atau ruang terbuka hijau bagi masyarakat yang kondisinya kini telah berubah menjadi sedemikian manusiawi dan terkesan berbudaya dan beretika.

Ada kolam cukup besar di tengahnya yang diperindah dengan air mancur warna-warni, di mana di atasnya ada arena panggung berbentuk T yang dapat dipergunakan sebagai panggung pertunjukan. Di depannya, dalam bentuk setengah lingkaran terdapat undak-undakan terbuat dari semen kokoh yang diperuntukan sebagai tempat duduk bagi para penonton.

Di bagian belakang panggung ada patung pembebasan Irian Barat yang berdiri gagah mengangkang dengan kedua tangan memutus rantai besi sedangkan di bawah telapak kakinya yang kekar, terletak ruang yang menampilkan foto-foto dan tulisan bersejarah tentang peritiwa pembebasan Irian Barat, yang juga dapat dipergunakan sebagai ruang ganti dan rias bagi para pengisi acara yang pentas di situ.

Di sekeliling lokasi Lapangan Banteng, pohon-pohon tumbuh sehat dan tampak dipelihara dengan baik. Tidak ketinggalan fasilitas beberapa tempat duduk yang dibuat dengan bentuk persegi empat sehingga memungkinkan juga bagi masyarakat yang ingin menggunakannya sebagai tempat berbincang-bincang bersama teman-temannya, selain tentu saja, dimaksudkan sebagai tempat istirahat bagi masyarakat selepas berolah raga di areal Lapangan Banteng tersebut.

Kelak, rasanya tempat ini akan menjadi tempat favorit sekaligus oase bagi kekeringan jiwa dan raga masyarakat kota yang butuh ruang bagi penyegaran tubuhnya dan juga untuk kegiatan ringan lainnya.

Setelah Monas, yang kita pahami niat asalinya pembangunannya sebagai ruang terbuka hijau bagi masyarakat Jakarta, telah diberangus oleh dan atas nama kekuasan daerah demi tujuan kapital semata, maka Lapangan Banteng menjadi pilihan yang menyejukan.

Ritual Mantra

Pertunjukan ini adalah salah satu bagian dari banyak bagian mata acara yang ditampilkan pada acara Opening Ceremony G20 ini. Hanya berdurasi lima menit saja dari keseluruhan durasi acara yang berlangsung selama dua jam lebih, yang diberlangsungkan sedari jam 18.30 WIB sesampai jam 21.00 WIB.

Di mana di dalamnya sudah termasuk pidato dari Presiden RI Joko Widodo yang disampaikan secara virtual. Acara ini dihadiri oleh empat menteri dan juga kepala pemerintah DKI Jakarta.

Ritual Mantra, sebagaimana judulnya, adalah sebuah komposisi musik yang mengekplorasi bebunyian berbagai alat musik standar dengan nuansa ritual atau upacara dalam elemen bunyi yang terkesan kuat sebagai semacam doa-doa atau mantra.

Pertunjukan ini menjadi kian menarik karena bukan hanya aspek dengaran musiknya saja (audio) yang diperdengarkan tetapi juga aspek lihatan (visual, gerak tari) yang dipadu-kawinkan.

Yang juga sangat menarik dan boleh jadi tidak biasa dikerjakan dalam garapan musik kontemporer semacam ini – atau apa pun istilahnya – adalah mengkolaborasikan unsur seni sastra, dalam hal ini puisi, untuk ditampil-bacakan oleh seorang pembacanya.

Adapun karya puisi yang dibacakan adalah karya yang bertema tentang asal usul bencana pandemi dan sikap serta keberhasilan Indonesia dalam menghadapi bencana ini secara bahu membahu antar masyarakat dan pemerintahnya.

Epi sebagai seorang komposer memang terlihat mengerti sekali kekuatan bunyi pada alat-alat musik yang dipakainya; biola, sape, kenong, saluang, foe dan instrumen musik pop lainnya seperti drum, bass dan gitar.

Epi juga memanfaatkan dengan patut kekuatan vokal yang diekplorasi dengan cukup baik oleh beberapa pemusiknya dalam mantra lokal daerah tertentu, semisal dayak Kalimantan, salah satunya. Selain itu, pilihan Epi menghadirkan bebunyian vokal tanpa arti yang disuarakan seorang vokalis perempuannya, menjadi pilihan yang pas dan unik.

Epilog

Menyimak dengan tekun konsep dan gagasan Epi Martison ini, saya yang juga berperan sebagai pembaca puisi pada komposisi Ritual Mantra ini merasakan betul kekuatan seorang komposer yang detail, teliti dan akurat dalam menentukan bebunyian yang dieksplorasinya, bahkan sampai kepada urutan sebelum dan sesudah nomor Ritual Mantra ini ditampilkan.

Ya, perlu diketahui, selain menggarap satu nomor utamanya yang berjudul Ritual Mantra itu, Epi yang juga bertanggung jawab terhadap keseluruhan musik bagi materi acara yang membutuhkannya, telah dengan cerdas menempatkan materi tari Dayak Kalimantan persis sebelum materi garapan Ritual Mantranya.

Kostum dan gerak tari Dayak yang ditampilkan, sangat kuat dengan kesan magisnya karena ditingahi alat musik Sape dan vokal yang khas Kalimantan dari salah seorang pemusiknya. Maka ketika masuk ke nomor garapan Ritual Mantra sudah tercipta dengan baik kesan ritual termaksud.

Sama halnya dengan materi acara yang ditampilkan selepas Ritual Mantra, yakni vokal lelaki Aceh yang meningkahi gerak tari Saman. Lengkaplah kesan kuat mantra ritual “Ritual Mantra” yang magis itu.

Ini semua adalah hasil kerja penyuntingan yang baik dari seorang komposer, dan Epi melakukan itu dengan hikmat dan seksama.

*) penulis adalah pewujud pemanggungan dan penyair

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *