Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna meminta para kepala daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) agar jangan takut melaporkan oknum-oknum BPK yang melakukan pelanggaran kode etik di daerahnya.
semarak.co -“Bapak ibu kepala daerah sekalian, jangan segan dan takut untuk melaporkan kalau ada oknum dari BPK yang melanggar kode etik,” kata Firman saat memberikan sambutan dalam kegiatan workshop Implementasi Penegakkan Kode Etik BPK di Kupang NTT, Jumat (13/12/2019).
Firman sendiri hadir sebagai nara sumber utama dalam workshop tersebut bersama Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE), Prof Rusmin, dan Inspektur Utama BPK Ida Sundari.
“Saya meminta agar para kepala daerah atau entitas terperiksa BPK di NTT ini agar saling menjaga dan memperkuat upaya penegakkan kode etik BPK di daerah,” lanjut Firman.
BPK, lanjut dia, telah memiliki fasilitas aplikasi whistleblower system dan membuka diri untuk menerima laporan atau pengaduan apabila diduga kuat ada oknum yang melakukan pelanggaran kode eti.
“Tentunya laporan bapak ibu harus berdasarkan pada bukti hukum, bukan fitnah atau kesengajaan yang dibuat-buat. BPK juga telah membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik BPK untuk menangani setiap pelanggaran kode etik yang keanggotaannya terdiri dari unsur BPK maupun profesi dan akademisi,” terangnya.
Menurutnya, kutip dia, undang-undang tidak mengatur soal komposisi MKKE ini namun pihaknya selaku pimpinan BPK berkomitmen kuat agar penegakkan integritas di lingkungan BPK dilaksanakan secara objektif tanpa terpengaruh dengan kepentingan pribadi.
“Karena itu keanggotaan MKKE ini berjumlah 5 orang dengan komposisi 2 orang dari unsur BPK dan 3 orang dari luar BPK, itu pun dipilih yang betul-betul independen dan integritas yang tidak diragukan,” katanya.
Kegiatan workshop tersebut dihadiri 23 entitas pengelola keuangan daerah se-NTT. Di antaranya Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, para bupati/wakil bupati, maupun pejabat perwakilan dari 22 kabupaten/kota serta pegawai pemeriksa dari BPK.
BPK, lanjut Firman, mengajak seluruh pengelola keuangan daerah pada pemerintah di NTT untuk bersinergi memahami kode etik BPK, sekaligus melakukan ajakan untuk menyelesaikan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dengan penandatanganan komitmen.
Kedua, rinci dia, ajakan tersebut diwujudkan dalam kegiatan Workshop Implementasi Kode Etik BPK, yang bertujuan agar BPK dan seluruh jajaran pengelola keuangan daerah menegakkan kode etik sehingga keuangan negara dan daerah dikelola berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Penegakan kode etik memerlukan dukungan BPK dan stakeholders BPK. BPK memiliki fasilitas aplikasi whistleblower system dan BPK membuka diri untuk menerima laporan atau pengaduan apabila diduga kuat ada oknum BPK yang melakukan perbuatan melanggar kode etik BPK. Namun tentunya dengan mendasarkan pada bukti pendukung, bukan fitnah atau kesengajaan yang dibuat-buat dan tidak sesuai fakta,” tegasnya.
Saat ini, kode etik BPK diatur dalam Peraturan BPK No. 4 Tahun 2018. Peraturan tersebut berisi nilai-nilai dasar BPK dalam bentuk kewajiban dan larangan bagi Anggota BPK maupun pemeriksa BPK, serta jenis sanksi yang dijatuhkan oleh MKKE jika kewajiban atau larangan tersebut dilanggar.
Kode Etik BPK harus diwujudkan dalam sikap, perilaku, dan tindakan Pemeriksa dan Anggota BPK selama menjalankan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Laporan atau pengaduan tentang dugaan pelanggaran kode etik BPK akan diproses sesuai prosedur yang berlaku melalui pemeriksaan oleh Tim Kode Etik dan pemeriksaan dalam persidangan MKKE.
Selanjutnya, apabila berdasarkan hasil persidangan disimpulkan terdapat pelanggaran kode etik, maka MKKE akan memberi sanksi tegas. MKKE BPK tidak segan-segan menjatuhkan sanksi berat pemberhentian tetap sebagai pemeriksa jika pemeriksa BPK terbukti melanggar kode etik yang berdampak negatif bagi kredibilitas BPK.
“Penegakan integritas MKKE diwujudkan dengan dasar pembentukan anggotanya, yaitu terdiri dari unsur Anggota BPK serta unsur profesi dan akademisi. “Agar terlepas dari pengaruh dan kepentingan pribadi, maka kami Pimpinan BPK sepakat bahwa keanggotaan MKKE berjumlah ganjil dengan komposisi 2 orang dari Anggota BPK, 3 orang dari luar BPK,” jelasnya.
Ketua BPK berharap agar pemerintah daerah sebagai entitas BPK untuk saling menjaga dan saling memperkuat, untuk penegakan kode etik. Melalui workshop ini, diharapkan apabila ada pelanggaran kode etik, entitas dapat memahami apa yang harus dilakukan, ke mana harus melaporkan, serta bagaimana proses penanganannya. (smr)