Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit selama setahun hingga Maret 2022. Perpanjangan memperhatikan asesmen terakhir OJK terkait debitur restrukturisasi sejak rencana memperpanjang relaksasi diputuskan pada Rapat Dewan Komisioner OJK, 23 September 2020.
semarak.co-Sebelumnya, OJK menetapkan kebijakan relaksasi itu lewat POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease dan hanya berlaku sampai 31 Maret 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perpanjangan restrukturisasi ini sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi.
“Namun kebijakan perpanjangan restrukturisasi diberikan secara selektif berdasarkan asesmen bank untuk menghindari moral hazard agar debitur tetap mau dan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan beradaptasi di tengah masa pandemi ini,” ujar Wimboh berdasarkan keterangan resmi, Jumat (23/10/2020).
OJK segera memfinalisasi kebijakan perpanjangan restrukturisasi ini dalam bentuk POJK, termasuk memperpanjang beberapa stimulus lanjutan yang terkait.
Antara lain pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas Agunan yang Diambil Alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan per tanggal 28 September 2020 sebesar Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur. Sementara NPL September 2020 sebesar 3,15 persen, menurun dari bulan sebelumnya sebesar 3,22 persen.
Untuk menjaga prinsip kehati-hatian, bank juga telah membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang dalam 6 bulan terakhir menunjukkan kenaikan. OJK membatalkan surat tanda bukti terdaftar dua perusahaan fintech lending atau pinjaman online.
Keduanya yakni, PT Minitech Finance Indonesia dan PT Digital Quantum Tek. OJK melansir total jumlah penyelenggara fintech peer to peer lending yang terdaftar dan berizin sebanyak 155 perusahaan hingga 14 Oktober 2020.
“Terdapat dua penyelenggara fintech lending yang dibatalkan surat tanda bukti terdaftarnya, yaitu Minitech Finance Indonesia dan Digital Quantum Tek,” cetus keterangan resmi OJK, Kamis (21/10/2020).
OJK mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar atau berizin. Pada 14 Agustus lalu, OJK mengumumkan ada 157 perusahaan pinjol yang resmi terdaftar dan berizin.
OJK meminta masyarakat hanya melakukan transaksi pinjam meminjam hanya dari fintech lending yang diawasi oleh OJK. Sebelumnya Satgas Waspada Investasi kembali menemukan 126 perusahaan pinjol ilegal pada September 2020, termasuk 32 entitas investasi dan 50 perusahaan gadai tak berizin.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing mengatakan kini entitas usaha ilegal itu telah diserahkan ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) untuk diblokir aksesnya di laman internet maupun aplikasi jaringan seluler.
“Kami masih menemukan penawaran fintech lending ilegal dan investasi tanpa izin yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat di masa pandemi ini,” katanya.
Tongam mengatakan tawaran dari fintech lending ilegal kian banyak bermunculan di masyarakat karena mengincar masyarakat yang kesulitan masalah keuangan akibat COVID-19.
Biasanya mereka mengenakan bunga tinggi dengan jangka waktu pinjaman pendek serta meminta semua akses data kontak di telepon genggam untuk mengintimidasi debitur saat penagihan.
Karena itu, satgas pun menyampaikan laporan informasi identitas fintech lending ilegal ini kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum. Hingga saat ini, total fintech ilegal yang telah ditutup SWI sejak tahun 2018 sendiri mencapai 2.840 entitas.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Amir Uskara mengkritisi sikap OJK yang cenderung adem ayem. Amir mendesak OJK proaktif dalam membantu pemulihan ekonomi nasional. Menurut Amir, OJK tidak bisa hanya menunggu masukan atau menunggu komplain tapi harus tanggap dan proaktif.
OJK ke depan harus cepat menjemput bola. Jadi tidak boleh diam saja menunggu masukan, keberatan atau menunggu komplain, tapi harus cepat tanggap dengan situasi yang berkembang dinamis,” kata Amir Uskara di Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Namun, menurut Amir, OJK perlu juga diapresiasi karena selama ini berbagai kebijakannya berkontribusi kepada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
OJK juga dinilai telah berhasil menciptakan stabilitas sektor keuangan dari stimulus fiskal dan moneter yang bersifat pecegahan. “Memang sudah banyak hal-hal yang sudah dilakukan oleh OJK. Itu harus jujur, kami akui dan kami mengapresiasi hal tersebut,” ungkap Amir.
Meski demikian, OJK dinilai tetap perlu improvisasi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dampak COVID-19 kepada ekonomi. OJK mengerahkan berbagai kebijakan seperti restrukturisasi kredit yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar modal serta meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal dan UMKM serta pelaku usaha lain. (net/pos/smr)