Mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin (RY) yang merupakan tersangka kasus korupsi tertangkap kamera berada di gedung DPR RI, kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2019).
Bahkan RY ikutan foto mendampingi istri dan kerabat saat acara pelantikan untuk istrinya, Elly Haliman Yasin yang menjadi anggota DPR dari PPP. Tentu saja ini mengundang kecaman dari masyarakat melalui media social dan media mainstream umumnya.
Pengamat politik dari Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (MAJELIS) Sugiyanto mengatakan, seharusnya tersangka korupsi kasus gratifikasi yang juga kakak kandung Bupati Bogor, Ade Munawaroh itu tidak perlu hadir saat pelantikan sang istri di gedung parlemen.
“Memang tidak ada aturan yang melarang seorang tersangka kasus korupsi tidak boleh hadir di acara pelantikan anggota DPR. Tapi, secara etika itu sama saja melanggar karena sangat tidak bagus. Betul, tidak punya malu dia (RY,red),” ungkap Sugiyanto di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Sebaiknya dan seharusnya, nilai Sugiyanto, tidak usah hadir. “Karena, itu jadi kerugian dia yaitu dinilai oleh publik jadi nggak punya malu dan seperti tidak punya harga diri. Nanti, bisa-bisa, tersangka korupsi lainnya bisa masuk Istana. Bahaya itu,” tandasnya.
Kata SGY (sapaan akrab Sugiyanto), kehadiran RY di Senayan ini sangat ironis. Karena, lanjutnya, RY beberapa kali mangkir saat dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus gratifikasi dengan alasan sakit.
“Giliran acara pelantikan istrinya di Senayan, dia hadir. Nah, setelah ini, ia (RY) harus koperatif saat dipanggil KPK. Jangan alasan sakit-sakit lagi. Apalagi, dia sudah nongol di Senayan begitu,” sindirnya.
Status RY saat ini adalah tersangka penerima gratifikasi dan ia baru saja bebas dari kasus korupsi yang menjeratnya dengan mendekam 5 tahun di penjara. Foto-foto RY bersama istri, Elly Halimah Yasin dan anak atau kerabatnya saat pelantikan anggota DPR Periode 2019-2024 muncul di media sosial. Publik pun banyak mengkritik aksi bekas bupati Bogor itu.
Untuk diketahui, Rachmat Yasin (RY) beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK dengan alasan dalam kondisi yang tidak sehat. “Tersangka meminta penjadwalan ulang karena sedang sakit,” ucap Juru Bicara Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).
Febri pun belum bisa memastikan kapan pemeriksaan ulang terhadap kakak Bupati Bogor Ade Yasin itu. Rachmat Yasin diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
“Untuk pemeriksaan ulang nantinya akan kami umumkan kembali, yang pasti pemeriksaan akan dilakukan tergantung kebutuhan penyidikan,” tegas Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Rachmat Yasin, Bupati Bogor periode 2009-2014 dalam kasus suap. Rachmat Yasin kini dijerat dengan kasus dugaan menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD Rp 8.931.326.223.
Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memberikan dana kepada Rachmat Yasin. Uang tersebut diduga digunakan Rachmat Yasin untuk biaya operasional dan kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.
Selain itu, Rachmat Yasin juga diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan Toyota Velflre senilai Rp 825 juta. Untuk penerimaan gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare, Rachmat Yasin sengaja meminta kepada anak buahnya untuk memeriksa satu bidang tanah seluas 350 hektare.
Pemilik tanah tersebut hendak membangun pesantren di tanah tersebut. “Pada 2010 seorang pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasan dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor ingin mendirikan Pondok Pesantren dan Kota Santri. Untuk itu, ia (pemilik tanah) berencana akan menghibahkan tanahnya seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi,” papar Febri.
Lalu, pemilik tanah tersebut menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada Rachmat Yasin melalui stafnya. Rachmat Yasin menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.
Pada pertengahan tahun 2011, Rachmat Yasin melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan Pondok Pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, Rachmat menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut.
Kemudian, Rachmat juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya. “Pemilik tanah kemudian menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 Ha tersebut sesuai permintaan RY. Diduga, RY mendapatkan gratifikasi agar memperlancar perizinan lokasi pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri,” jelas Febri.
Atas dugaan perbuatannya itu, Rachmat Yasin disangka melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai informasi juga, Rachmat Yasin diketahui baru bebas pada 8 Mei 2019. Ia sebelumnya dijerat dalam kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 Hektare.
Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014, KPK juga memproses FX Yohan Yap (swasta), M. Zairin (KepaIa Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City. (lin)
sumber: lamjojek.com/rmoljakarta.com/wartakota.tribunnews.com