Ngaku Berdosa, PDIP Minta Maaf karena Hadirkan Jokowi di Panggung Politik Nasional

Presiden Jokowi dan Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Foto: internet

Boleh dibilang ini berita menggegerkan juga. Pasalnya Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus berani mengakui dosa partai dengan menyampaikan permintaan maaf atas kehadiran Joko Widodo (Jokowi) di panggung politik nasional. Deddy mengakui keputusan partai untuk menghadirkan Jokowi merupakan sebuah dosa bagi PDIP.

semarak.co-Meskipun PDIP mendidik Jokowi sebagai kader, partai tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan Jokowi selama menjabat sebagai presiden. Bahkan menyebut Jokowi, pada masa akhir jabatannya telah merusak demokrasi di Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Terus terang, mohon maaflah Jokowi hadir dalam panggung politik, itu dosa kita [kami]. Tapi kan kita enggak dosa dengan kelakuannya semua kan? Masa kita harus tanggung jawab juga, yang bener aja dong kita tanggung jawab. Dia sama Tuhan,” ujar Deddy.

Hal itu disampaikan Deddy dalam acara rilis survei Nagara Institute bertema Toleransi Pemilih Terhadap Politik Dinasti pada Pemilu dan Pilkada 2024 melalui kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Kamis (19/12/2024) seperti dilansir triaspolitica.net, 12/20/2024 08:36:00 AM.

PDIP merupakan partai politik yang menjadi kendaraan Jokowi sejak mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo tahun 2005, Gubernur DKI Jakarta pada 2012, hingga dua kali menjadi calon presiden pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014 dan 2019.

Namun pada Pilpres 2024, Jokowi mendukung paksa putranya, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto. Langkah ini bertentangan dengan keputusan partai sehingga PDIP resmi memecat Jokowi dan keluarganya, 4 Desember 2024.

Bahkan cara Gibran menjadi cawapres pun dilakukan secara bar-bar dengan menghalalkan segala cara alias melanggar hukum. Karena itu, Gibran sampai dijuluki anak haram konstitusi yang dibantu paman Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Carang menang pun banyak kecurangan.

Kembali Deddy menyebut kerusakan demokrasi tidak adil jika sepenuhnya disalahkan pada rakyat. Menurut dia tanggung jawab utama berada di tangan elite politik dan partai. “Siapa yang rusak? Rakyatnya? Ya elitenya, calonnya, partainya,” beber Deddy yang juga anggota DPR RI.

“Karena apa? Karena memang itu tadi, pelembagaan partai politik itu enggak jalan, rekrutmen itu enggak jalan dengan baik. Itu problem luar biasa, jadi jangan salahkan rakyat,” demikian Deddy menambahkan sambil melanjutkan lagi.

Masyarakat merasa bahwa elite politik hanya hadir saat membutuhkan suara mereka, tanpa memberikan kontribusi yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. “Lu kan dapat gaji, dapat privilege, masa kita enggak dapat apa-apa. Akhirnya kan orang berpikir seperti itu,” pungkas Deddy.

Dengan pernyataan ini, PDIP mengisyaratkan refleksi mendalam atas peran partai dalam proses politik nasional, sekaligus kritik terhadap perilaku elite politik yang dinilai telah merugikan demokrasi di Indonesia. (net/tpn/smr)

Pos terkait