Juru kampanye Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Neno Warisman mengingatkan bahwa perjuangan melawan ketidakadilan perlu dilakukan terus menerus.
Ini disampaikan Neno setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan semua gugatan sengketa Pengitungan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang diajukan Tim Kuasa Hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 02 Prabowo Sandi.
Bahkan, kata Neno, perjuangan ini harus terus dilakukan hingga pelantikan presiden-wakil presiden terpilih, 20 Oktober 2019 mendatang. Artis penyanyi dan pemain senior ini menyampaikan bahwa pendapat dan aspirasi adalah hak warga negara yang dilindungi undang-undang (UU).
“Kita akan terus berjuang hingga titik darah penghabisan,” kata Neno saat berorasi di hadapan ribuan massa di kawasan Patung Arjuna Wiwaha Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
Karena itu, kata Neno, tidak ada alasan bagi aparat untuk menolak masyarakat yang ingin berunjuk rasa menuntut keadilan. “Perjuangan ini harus terus dilakukan bahkan sampai 20 Oktober dan seterusnya,” lontarnya.
Ia lantas meminta aparat agar tidak bertindak represif kepada rakyat.Menurutnya, sanak keluarga aparat pun termasuk rakyat. “Aparat harus bisa merasakan jika perlakuan represif ditujukan kepada sanak keluarga masing-masing. Bayangkan jika sanak keluargamu dihadapkan moncong senjata. Karena itu jangan kau sudutkan langkah kami,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan tidak ada perjuangan yang sia-sia meskipun MK menolak permohonan gugatan Prabowo-Sandi. Ia lantas meminta seluruh massa yang hadir untuk berdoa kepada Allah agar majelis hakim MK memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi rakyat Indonesia.
Anggota Kuasa Hukum BPN, Teuku Nasrullah mengatakan, ke depannya tidak usah ada lagi sengketa hasil Pilpres di MK. Nasrullah dan seluruh tim hukum Prabowo-Sandi mengaku kecewa dengan pembacaan putusan yang disampaikan majelis hakim MK yang menolak semua dalil-dalil gugatan yang disampaikan pihaknya, selalu pemohon gugatan.
Diterangkan Nasrullah, majelis hakim MK telah memasang pagar-pagar atau ranjau-ranjau yang mengandaskan nyaris seluruh dalil-dalil gugatan yang disampaikan pihaknya. Setidaknya, menurut Nasrullah ada tiga ranjau yang dipasang majelis hakim.
“Ranjau pertama yang dipasang mereka (majelis hakim) pertimbangan ’bukan ranah’ kami. Itu ranjau untuk dalil gugatan kami yang bersifat kwalitatif terkait kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif atau TSM,” imbuh Nasrullah dirilis Media Tim Hukum BPN, Kamis (27/6/2019).
Kalau ranjau pertama dapat dilewati, rinci dia, ranjau kedua disebutkan hakim bahwa dalil gugatan kami tidak berkorelasi. Lalu, kalau ranja kedua bisa dilewati, ada ranjau ketiga, yaitu pertimbangan bahwa bukti-bukti yang kami ajukan tidak terbuktikan. Ini’kan aneh,” paparnya.
Ia melanjutkan, ada 88 bukti rekaman video yang menunjukkan adanya kecurangan yang dilakukan secara TSM. Namun majelis hakim mengatakan tidak terbuktikan karena rekaman video itu tidak menunjukkan lokasi, kapan kejadiannya, dan siapa saja yang ada di rekaman video itu.
Namun pihaknya, kata Nasrullah hanya dibatasi menghadirkan 15 saksi fakta dan dua saksi ahli. “Lalu bagaimana mungkin kami dapat menjelaskan seluruh rekaman video yang menunjukkan adanya kecurangan yang TSM itu,” ujarnya.
Sedangkan pihaknya hanya dibatasi untuk mengajukan 15 saksi fakta dan dua saksi ahli. “Lalu kami dikatakan tidak bisa membuktikan dalil-dalil kami sesuai hukum acara,” ujarnya.
Seharusnya, kata Nasrullah, MK memberikan keleluasaan seluas-luasnya kepada kami sebagai pemohon untuk membuktikan seluruh dalil-dalil gugatan kami. ”Kami sudah siapkan ratusan saksi. Tapi dibatasi 15 saksi saja. Itu pun saksi fakta kami berkurang satu orang, menjadi tinggal 14 orang,” tukas Nasrullah.
Dari berbagai pertimbangan majelis hakim dengan berbagai alasan-alasannya yang berisi penolakan terhadap dalil-dalil gugatan pemohon, Nasrullah berharap harus ada perbaikan terhadap hukum acara. ”Tapi lebih baik kedepannya gak usah ada saja sengketa hasil Pilpres di MK ini,” tandasnya. (tim/lin)