Muktamar Dipercepat Usai Ketua umum Dicopot, PBNU Gelar Pleno 9-10 Desember untuk Tentukan Pj Ketum Definitif

Ketua umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang dicopot dari jabatannya oleh Rais Aam dan siap menggelar Muktamar dipercepat. Foto: internet

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Imron Rosyadi Hamid menyebutkan pihaknya bakal melaksanakan Muktamar yang dipercepat dari jadwal semula. Muktamar perlu dilaksanakan demi menindaklanjuti Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025.

Semarak.co – Diketahui, Risalah Rapat Harian Syuriyah menghasilkan keputusan agar Ketum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mundur dari jabatan. Risalah rapat juga memuat antisipasi jika Gus Yahya tidak mau mundur sebagaimana tenggat yang ditentukan Syuriyah PBNU.

Bacaan Lainnya

“Mungkin istilahnya tidak juga Muktamar luas biasa karena tahunnya memenuhi syarat. Tinggal dipercepat beberapa bulan,” kata Imron saat dihubungi wartawan, Jumat (5/12/2025), kemudian dilansir jpnn.com melalui laman berita msn.com, Jumat malam (5/12/2025).

Belakangan muncul surat edaran berkop PBNU bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang menyatakan Gus Yahya tak lagi menjabat ketum organisasi kaum nahdiyin tertanggal 26 November. Surat juga menyatakan Gus Yahya tidak memiliki hak atau wewenang terkait fasilitas yang melekat sebagai Ketum PBNU.

Imron menjelaskan PBNU saat ini fokus menggodok Rapat Pleno pada 9-10 Desember untuk menentukan Pj Ketum definitif. Menurutnya, Muktamar PBNU yang dipercepat bisa terlaksana ketika organisasi memiliki Pj Ketum secara definitif.

“Ya, karena pelaksanaan Muktamar itu, kan, dua pihak, Rais Aam dan Pj Ketum. Nah, kalau ini belum tuntas, kan, belum bisa dijalankan itu Muktamar. Rapat Pleno dihadiri semua pengurus, mulai dari Syuriyah, Tanfidziyah, hingga lembaga dan badan otonom di PBNU,” terang dia.

“Pleno ini kedudukan lebih tinggi dari rapat gabungan, rapat gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah. Jadi, nilainya lebih tinggi dari rapat gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah,” demikian Imron menambahkan dilaman jpnn.com.

Dilanjutkan Imron, “Pelaksanaan Muktamar PBNU bakal dilaksanakan enam bulan setelah Rapat Pleno penentuan Pj Ketum definitif. Gus Yahya tidak terlibat dalam Rapat Pleno ini, karena sudah dianggap selesai, sudah diberhentikan Syuriyah dari jabatan ketum.”

Polemik di tubuh PBNU kian meruncing. Setelah sebelumnya Rais Aam PBNU KH Miftahul Ahyar mencopot Gus Yahya, berikutnya Gus Yahya mencopot Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang juga Menteri Sosial (Mensos) saat ini dan Bendahara Umum Gudfan Arif.

Ulama kharismatik NU yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet KH Faris Fuad Hasyim mengaku sangat kecewa melihat polemik yang terjadi di tubuh PBNU saat ini. “Jujur, wallahi, billahi, saya sangat kecewa sekali,” ungkap Faris Fuad yang dilansir jpnn.com juga.

Cucu mantan Mustasyar PBNU Abdullah Abbas Buntet itu menyampaikan kekecewaannya dalam video ceramahnya yang viral di berbagai platform media sosial, seperti dikutip Kamis (4/12/2025). Melihat kondisi kerusakan yang terjadi di tubuh PBNU saat ini tidak bisa hanya menyalahkan satu orang, namun sebagai kesalahan kolektif.

“Seharusnya yang harus dicopot bukan hanya ketua umum PBNU saja, tetapi Rais Aam-nya juga harus dicopot dan sekjennya Gus Ipul juga harus dicopot,” ujar Gus Faris.

Gus Faris dalam pidatonya di sebuah pengajian agama mengurai sepanjang sejarah PBNU, kepengurusan periode kepemimpinan KH Miftahul Ahyar, Gus Yahya, dan Gus Ipul dinilai paling banyak terjadi masalah.

Bahkan, masalah besar di tubuh PBNU terjadi sesaat setelah penyusunan pengurus PBNU seusai Muktamar Lampung pada akhir 2021, yakni penunjukan Mardani H Maming sebagai bendahara umum PBNU.

Baru beberapa saat menjabat sebagai bendahara umum, PBNU diguncang prahara hebat karena baru pertama dalam sejarah, ada pengurus inti aktif PBNU yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mantan bupati Tanah Bumbu tersebut kemudian divonis bersalah dalam kasus suap penerbitan izin usaha pertambangan dan operasi produksi (IUP OP) di wilayah Tanah Bumbu. Mardani Maming dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, namun belakangan kasasinya dikabulkan MA dan hukumannya dipotong menjadi 10 tahun penjara.

“Itu memalukan NU. Lucunya, ketua umum PBNU konferensi pers, katanya bilang saya mau memberikan bantuan hukum kepada Mardani Maming. Dalam hati saya ngomong, kok memberikan bantuan hukum, apa kaitannya dengan PBNU?” ungkapnya.

Menurut Gus Faris, Mardani Maming dicokok KPK karena kasus suap tambang. “Seharusnya kalau ketua umum PBNU ini objektif, pernyataannya tidak sepertti itu. Seharusnya statement-nya Maming saya berhentikan dahulu sebagai pengurus PBNU, sampai kasus hukumnya selesai, kita hormati penegakan hukum di negara ini, kita hormati supremasi hukum di negara ini,” katanya.

Persoalan besar kedua adalah soal pengelolaan tambang yang memicu banyak faksi di tubuh PBNU. Menurutnya, konflik di tubuh PBNU saat ini bukan tentang langkah Gus Yahya yang mengundang tokoh Yahudi, Peter Berkowitz ke Indonesia, namun tentang pengelolaan tambang yang memicu perpecahan di tubuh PBNU.

“Soal isu Yahudi hanya kamuflase semata. Ini soal pengelolaan tambang yang memunculkan berbagai faksi. Mereka semua menginginkan pengelolaan tambang yang diberikan Presiden Jokowi kepada NU, ini sesuai dengan keinginan mereka masing-masing,” ungkapnya.

Menurutnya, pergerakan para elite PBNU dalam soal tambang bukan berorientasi untuk kesejahteraan NU sebagai organisasi Islam keagamaan terbesar, namun untuk kepentingan dan keuntungan probadi dan kelompok faksi yang ada di PBNU.

Padahal pada 2012, Lembaga Bahsul Masail NU sudah memutuskan bahwa pengelolaan tambang hukumnya haram dilakukan oleh swasta. Kemudian pada 2024, PBNU menerima hadiah dari Presiden Jokowi untuk mengelola tambang. “Dan itu diamini ketua PBNU, Sekjen PBNU, dan Rais Aam PBNU. Lucu…! NU yang membuat hukum, NU sendiri yang melanggarnya,” sindirnya.

Ketiga, Gus Faris mengutip pernyataan Mahfud MD pada kepemimpinan PBNU oleh KH Hasyim Muzadi, NU bersama Muhammadiyah meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan segala jenis lembaga atau badan yang berkaitan dengan pengelolaan tambang karena menjadi gudangnya korupsi yang nilainya triliunan.

“MK kemudian membubarkan BP Migas. Ironisnya di hari ini Pengurus Besar Nahdlatul Ulama berkonflik gara-gara pengelolaan tambang,” ungkap Gus Faris. (net/jpn/msn/smr)

Pos terkait