DPR RI meminta prosedur pemakaman jenazah pasien positif wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19 disosialisasikan secara masif kepada masyarakat. Terkait adanya penolakan pemakaman jenazah pasien positif virus Covid-19 di beberapa daerah.
semarak.co -DPR mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Pemerintah Daerah (Pemda), dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama tokoh masyarakat agar secara massif mengedukasi masyarakat terkait Standard Operational Procedure (SOP) dan protokol kesehatan pemakaman jenazah pasien yang terinfeksi.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, ini diperlukan sehingga tidak menimbulkan kecemasan dan ketakutan dari masyarakat akan terjadi penularan jika jenazah dimakamkan di wilayah mereka.
Bahasa dan cara sosialisasinya, saran Puan, perlu dibuat sesederhana mungkin agar setiap masyarakat baik itu di kota maupun di desa dapat benar-benar memahami dan yakin bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dari pemakaman jenazah pasien positif Covid-19 yang sudah dilakukan sesuai prosedur protokol kesehatan.
Di saat yang bersamaan, DPR-RI mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan aksi penolakan jenazah pasien Covid-19, mengingat jenazah pasien terinfeksi Covid-19 sudah ditangani sesuai prosedur protokol kesehatan dan harus segera dimakamkan.
“Di saat-saat seperti ini justru kita semua harus menunjukkan sikap kerukunan dan gotong royong yang sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia,” terang Puan dalam rilis yang dilansir WA Group Forjeb di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Wakil Sekretaris jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Pusat Bidang Fatwa Sholahuddin Al Ayyubi menyarankan prosesi pemulasaraan jenazah COVID-19 di daerah rawan agar menerapkan protokol keselamatan seperti menggunakan alat pengaman diri (APD) sehingga menekan risiko penularan virus.
Sholah mencontohkan Jakarta merupakan kawasan yang dalam kondisi merah COVID-19 atau rawan penularan sehingga penggunaan APD agar digalakkan dalam prosesi pemakaman.
“Kondisi merah (daerah rawan) seperti di Jakarta, meski jenazah terkait belum terdeteksi terinfeksi atau tidak, dia dikembumikan dan dilakukan pemulasaraan sebagaimana menggunakan protokol keselamatan mencegah penularan COVID-19,” kata Sholah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Alasannya, kata dia, di setiap zona merah COVID-19 jenazah yang meninggal tidak dapat dipastikan memiliki riwayat terinfeksi corona atau tidak karena belum sempat dites. Jika tidak digunakan prosedur keselamatan menggunakan APD dikhawatirkan terjadi penularan bagi para pengurus jenazah dan masyarakat.
Di kawasan yang memiliki kondisi penyebaran COVID-19 yang tinggi, kata dia, protokol pengurusan jenazah memang harus menggunakan prosedur pemulasaraan sebagaimana dianggap terkena COVID-19. Penggunaan APD, lanjut dia, tidak begitu mendesak diterapkan pada pemulasaraan jenazah di kawasan hijau COVID-19.
“Sedangkan di daerah tidak tinggi seperti Jakarta kita lakukan dengan cara biasa, dilakukan dengan cara minimal. Di daerah hijau atau aman misalnya pedalaman, kita tidak bisa melakukan pengurusan jenazah dengan protokol COVID-19. Di Jakarta tidak bisa kita lakukan seperti itu,” kata dia. (net/lin)