Seperti diketahui, fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) mencuat di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal itu diungkap Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan yang viral melalui video unggahannya sendiri dan menjadi pesan berantai di media social whatsapp (WA).
semarak.co-Kapolri Idham Azis pun pernah menahan belasan polisi yang diduga LGBT di Propam Polri, termasuk Brigjen E yang bertugas di Deputi SDM Polri di awal menjabat Kapolri. Sikap Idham ini patut diacungi jempol. Sayangnya kelanjutan kasusnya menjadi misteri karena tidak ada kelanjutan yang transparan.
Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Polri agar bersikap transparan dan Promoter untuk menjelaskan, benarkah Brigjen berinisial E yang ditahan propam berkaitan dengan kasus LGBT.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, pasalanya propam maupun polri tidak pernah menjelaskan hal ini secara transparan. Polri terkesan sangat tertutup dengan kasus ini bahkan hingga kini tidak diketahui nasib kasus belasan polisi LGBT tersebut.
“IPW berharap TNI Polri bersikap tegas dalam kasus ini. Sebab sejatinya prajurit yang LGBT dihindari TNI Polri. Mengingat TNI Polri mengemban tugas menjaga pertahanan dan keamanan negara sehingga TNI Polri sangat membutuhkan figur anggota yang benar benar sejati,” ujar Neta dalam rilis yang beredar di kalangan wartawan.
IPW juga berharap, kata Neta, Polri bisa bersikap transparan untuk membuka persoalan LGBT di internalnya agar bisa diselesaikan, terutama mengenai Brigjen E dan belasan polisi lainnya yang sempat ditahan di Propam Polri.
Jika prajurit TNI Polri itu memiliki kebiasaan yang menyimpang, nilai dia, bagaimana mereka bisa menjalankan tugas dengan baik. Dalam kasus LGBT di TNI misalnya dijelaskan secara transparan bahwa 20 berkas perkara yang masuk ke peradilan militer adalah persoalan hubungan sesama jenis.
“Yakni antara prajurit dengan prajurit, ada yang melibatkan dokter yang pangkatnya perwira menengah. Ada yang melibatkan lulusan baru dari Akmil dan terendah prajurit dua atau Prada. Mereka adalah korban LGBT di lembaga Pendidikan,” papar Neta dalam rilis yang beredar di kalangan wartawan, baru-baru ini.
Ditambahkan Neta, “Pelatihnya punya perilaku menyimpang, lalu memanfaatkan kamar-kamar siswa untuk LGBT. Apa yang terjadi di TNI ini tentu tak boleh dibiarkan dan harus ada upaya untuk membersihkannya. “IPW memberi apresiasi bahwa TNI AD sudah membuka hal ini secara transparan sehingga bisa segera diatasi dengan tuntas.”
Menurut IPW, lanjut Neta, Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung Mayjen (purn) Burhan Dahlan yang membuka isu LGBT di lingkungan TNI patut diapresiasi. Selama ini isu itu sangat tertutup dan cenderungi ditutupi.
Kemudian di kalangan TNI AD juga mulai gelisah dengan isu ini. Apalagi ada kabar bahwa ada kelompok-kelompok baru, kelompok persatuan LGBT TNI-Polri yang pimpinannya Sersan, anggotanya ada yang Letkol.
Pimpinan Mabes AD juga sempat marah lantaran terdapat 20 kasus prajurit TNI LGBT yang dibebaskan majelis hakim pengadilan militer ke 20 TNI LGBT ini berasal dari Makassar, Bali, Medan, Jakarta.
Persoalan LGBT juga harusnya menjadi perhatian Kementerian Agama (Kemenag) melalui Bimbingan Islam (Bimas) Islam, Katolik, Protestan, dan seterusnya. Terutama paradigma konsensual seks yang belakangan mencuat. Kemenag harus menjaga moralitas dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang berpijak pada agama, budaya, dan kultur yang selama ini ada.
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berharap adanya tindakan tegas terhadap prajurit TNI dan Polri yang diduga praktik LGBT. Itu disampaikan Anwar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu malam (17/10/2020) yang beredar di kalangah wartawan, salah satunya melalui WA Group Jurnalis Kemenag.
“Kita sangat menyesalkan kalau sampai terjadi adanya fenomena LGBT di lingkungan TNI, termasuk Polri. Sepanjang pengetahuan kita bersama militer sangat kuat TNI dalam membela dan menegakkan Pancasila, tapi mengapa sampai terjadi pengadilan militer yang membuat keputusan yang bertentangan dengan Pancasila,” sindirnya.
Anwar menyampaikan itu terkait adanya Pengadilan Militer yang memutus bebas oknum prajurit pelaku LGBT, seperti yang beredar di media social Youtube. “Jelas ini juga kita sesalkan kalau ada keputusan pengadilan seperti ini,” terang Anwar.
Ditambahkan Pengurus Pusat Muhammadiyah, “Untuk itu kita meminta pimpinan tertinggi TNI agar turun tangan bagi menjaga citra dan nama baik TNI karena sepanjang pengetahuan kita selama ini TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum prajurit TNI yang terbukti telah melakukan pelanggaran hukum kesusilaan, termasuk di antaranya LGBT.”
Anwar yang juga staf pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, mengatakan kalau benar pengadilan militer membebaskan mereka yang terlibat dalam praktek LGBT, maka akan menimbulkan pertanyaan kepada hakim yang membuat vonis seperti itu.
“Kemana poin ketiga yang ada dalam sapta marga yang berbunyi kami kesatria Indonesia donesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,” tandas Anwar.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Militer II-10 Semarang memecat Praka P sebagai prajurit TNI karena terbukti melakukan hubungan seks sesama jenis. Selain Praka P dihukum 1 tahun penjara, ia juga dipecat dari dinas militer.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Militer Semarang yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (14/10/2020). Praka P dipecat karena terbukti melakukan hubungan sesama jenis dengan Pratu M, yang ia kenal lewat media sosial.
Selain Praka P, seorang prajurit lainnya juga turut dipecat karena melakukan hubungan sejenis. Pengadilan Militer II-09 Bandung memecat Pratu H karena hubungan sesama jenis yang dilakukan berulang dengan sesama anggota TNI. (net/smr)
sumber: poskota.co.id di WA Group Jurnalis Kemenag/indopos.co.id