Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menghentikan proses peradilan serta memulihkan nama para aktivis KAMI yang sempat dihukum. Diketahui, ada dua aktivis KAMI yang masih dalam proses peradilan dengan tuduhan menciptakan kerusuhan demonstrasi Omnibus Law.
semarak.co-Keduanya, Jumhur Hidayat dan Anton Permana. Adapun aktivis lainnya Syahganda Nainggolan yang telah divonis dan dipenjara secara semena-mena. Deklarator KAMI Gatot Nurmantyo awalnya mengatakan, dalam tuntutan tersebut, UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat berdasarkan keputusan MK nomor 91/PUU-18/2020.
Mengimbau agar semua pihak patuh dan taat kepada putusan MK tersebut. Di mana MK secara konstitusional adalah lembaga yang merupakan benteng terakhir penjaga konstitusi negara Indonesia,” kata Gatot saat membacakan tuntutan KAMI di akun Youtube Refly Harun, Senin (29/11/2021).
Dengan adanya putusan tersebut, Gatot menyebut bahwa substansi gugatan yang merupakan protes kritik dan masukan dari masyarakat luas terhadap undang-undang Cipta Kerja adalah benar secara konstitusional.
Sikap pemerintah yang tidak aspiratif sebelumnya menjadi sebuah kekeliruan, padahal dia mengatakan sudah seharusnya masyarakat ikut berpartisipasi seperti yang dilakukan masyarakat terhadap undang-undang Cipta Kerja.
Tanpa ada kritik dan masukan dari masyarakat, nilai Gatot, sama saja membiarkan undang-undang yang melanggar konstitusi dan nilai-nilai demokrasi terus dipergunakan. “Partisipasi masyarakat ini harus dipandang sebagai fungsi check and balance yang masih berjalan, bukan sebagai ancaman bagi kekuasaan pemerintah,” ucapnya.
Dia menambahkan bagaimana banyaknya aksi protes terhadap undang-undang ini di sejumlah daerah yang berujung pada penangkapan oleh para aparat. “Harus dilihat sebagai konsekuensi dari sikap keras pemerintah yang memaksakan UU Ciptaker segera diberlakukan,” ujar Gatot seperti dilansir kabar24.bisnis.com/read/20211129.
Penangkapan itu sendiri, nilai Gatot, bisa dipandang sebagai sikap arogan pemerintah dalam penegakan hukum. Karena itulah, Gatot mengatakan, pemerintah seharusnya juga menghentikan proses peradilan para aktivis-aktivis KAMI yang ditangkap.
“Presiden harusnya segera menghentikan proses peradilan (abolisi) terhadap aktivis KAMI dan aktivis lainnya yang masih dalam proses peradilan serta memulihkan nama baik (rehabilitasi) mereka yang telah divonis bersalah dan menjalani hukuman,” tuturnya.
“Demi tegaknya konstitusi, saya ulangi, demi tegaknya konstitusi, kami menyarankan kepada presiden Jokowi untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mencabut UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” pungkasnya.
Di bagian lain Koordinator KAMI ini mendesak Jokowi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk mencabut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Tuntutan tersebut menyikapi putusan MK yang menyebut UU Cipta Kerja inkonstitusional.
“Mengimbau agar semua pihak patuh dan taat kepada putusan MK. MK secara konstitusional adalah lembaga yang merupakan benteng terakhir penjaga konstitusi negara Indonesia,” kata Gatot seperti dilansir tribunnews.com/nasional/2021/11/29/.
MK memberi waktu kepada pemerintah dan DPR waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU tersebut. Gatot menilai UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat berdasarkan keputusan MK nomor 91 91/PUU-18/2020, sehingga semuanya diminta mematuhi putusan tersebut.
Adanya putusan tersebut, ujar Gatot, membuktikan bahwa substansi gugatan yang disampaikan dari masyarakat luas terhadap UU Cipta Kerja adalah benar secara konstitusional. Sikap pemerintah yang tidak aspiratif sebelumnya menjadi sebuah kekeliruan.
“Partisipasi masyarakat ini harus dipandang sebagai fungsi check and balance yang masih berjalan, bukan sebagai ancaman bagi kekuasaan pemerintah. Padahal untuk menjaga dan menyelematkan konstitusi sudah seharusnya masyarakat ikut berpartisipasi seperti yang dilakukan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja,” ucapnya.
Menurutnya, tanpa ada kritik dan masukan dari masyarakat maka sama saja dengan membiarkan undang-undang yang melanggar konstitusi dan nilai-nilai demokrasi terus dipergunakan. “Berbagai aksi protes terhadap undang-undang ciptaker di berbagai daerah yang kerap disertai penangkapan oleh aparat harus dilihat sebagai konsekuensi dari sikap keras pemerintah yang memaksakan UU Cipta Kerja segera diberlakukan.
Penangkapan itu sendiri bisa dipandang sebagai sikap arogan pemerintah dalam penegakan hukum. Mantan Panglima TNI itu mengatakan, dengan adanya putusan MK terkait UU Cipta Kerja tersebut seharusnya menghentikan proses peradilan para aktivis-aktivis KAMI yang ditangkap.
Presiden harusnya segera menghentikan proses peradilan (abolisi) terhadap aktivis KAMI dan aktivis lainnya yang masih dalam proses peradilan, serta memulihkan nama baik (rehabilitasi) mereka yang telah divonis bersalah dan menjalani hukuman.
Gatot juga mengatakan, meski MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional dengan syarat perbaikan 2 tahun, seharusnya Jokowi membatalkan sekalian dengan mengeluarkan perppu.
“Demi tegaknya konstitusi, saya ulangi, demi tegaknya konstitusi, kami menyarankan kepada presiden Jokowi untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mencabut UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” pungkasnya. (net/bis/tbc/smr)