MK Diyakini Kabulkan Gugatan PHPU untuk Perbaiki Citra, Tim Anies-Muhaimin Ingatkan Mafia Pemilu tak Bisa Beli MK

Saksi ahli dari Tim Hukum Nasional (THN) pasangan AMIN diambil sumpah dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: internet

Untuk memperbaiki citranya, Mahkamah Konstitusi (MK) diyakini akan mengabulkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dengan mendiskualifisikan capres-cawapres Nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dan melakukan pemungutan suara ulang (PSU).

semarak.co-Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, jika dilihat dari fakta persidangan di MK, kemungkinan besar MK akan mengabulkan gugatan yang diajukan Capres-Cawapres nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Capres-Cawapres nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Bacaan Lainnya

“Kemungkinan besar MK kabulkan gugatan tersebut. Bisa jadi keputusannya itu diskualifikasi paslon nomor 2 dan PSU,” kata Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (21/4) dilansir rmol.id/Minggu, 21 April 2024, 10:48 WIB.

Karena, menurut Muslim, proses lolosnya Gibran menjadi cawapresnya Prabowo melanggar UU dan merusak konstitusi. “MK di bawah Ketua Suhartoyo berusaha akan perbaiki citranya. Dengan dasar itu, MK akan diskualifikasi paslon 02 karena dari proses elektoral 02 hasil kecurangan, pelanggaran etik KPU dan politisasi bansos,” pungkas Muslim.

Di bagian lain diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Gus Imin atau akrab disebut pasangan calon AMIN Usamah Abdul Aziz optimistis MK akan mengabulkan gugatan sengketa Pilpres 2024 yang mereka ajukan.

Menurut dia, para mafia pemilihan umum atau pemilu tidak akan bisa membeli putusan yang ditetapkan MK. “Para mafia pemilu mungkin bisa membeli dan mempengaruhi jutaan suara rakyat, tapi kami percaya mereka tak akan bisa membeli putusan MK,” ujar Usamah ketika dihubungi, Minggu (14/4/2024).

Usamah mengatakan tim dari pasangan nomor urut 01 itu yakin para majelis hakim akan menjaga marwahnya sebagai mahkamah konstitusi. “Kami percaya para hakim MK akan menjaga marwah, mereka adalah hakim yang berintegritas dan insyaallah akan berlaku adil,” kata dia dilansir tempo.co, Minggu, 14 April 2024 14:53 WIB.

Karena itu, kubu 01 yakin tuntutan yang mereka ajukan akan dikabulkan MK. “Kami 01 optimis dengan sudah dijabarkanya banyak bukti dan para saksi dalam sidang, tuntutan kami akan dikabulkan dan demokrasi kita bisa diselamatkan lewat ketukan palu MK,” tuturnya.

Adapun MK telah menyelesaikan sidang pemeriksaan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pilpres 2024, Jumat (5/4/2024). Sebelum membacakan putusannya Senin (22/4/2024), MK akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) formal 16 April 2024.

Sementara untuk saat ini, para hakim konstitusi tengah melakukan pendalaman secara menyeluruh terhadap hasil persidangan yang telah digelar sejak 27 Maret hingga 5 April itu. Pada sidang PHPU terakhir, MK menghadirkan 4 menteri kabinet Presiden Jokowi.

Menteri yang hadir sebagai saksi terkait tuduhan politisasi bantuan sosial dalam perselisihan Pilpres 2024, Menkeu Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Mensos Tri Rismaharini.

Sengketa Pilpres 2024 melibatkan dua pemohon, yaitu 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai pemohon pertama dan 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai pemohon kedua. Kedua kubu mengajukan gugatan yang serupa.

Yaitu mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan meminta penyelenggaraan ulang Pilpres tanpa pasangan tersebut.

Adanya dugaan politisasi bansos merupakan salah satu poin utama dalam gugatan perselisihan Pilpres yang diajukan oleh pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke MK. Gugatan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 diajukan kubu 01 Anies-Muhaimin dan nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan kubu 03, Ganjar-Mahfud.

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyampaikan pemaparan awal pada sidang perdana sengketa Pilpres 2024 yang digelar MK. Di depan delapan hakim MK yang memimpin jalannya sidang, Anies menyinggung proses Pilpres 2024 yang menurutnya tidak dijalankan secara bebas, jujur, dan adil.

“Kita menyaksikan dengan keprihatinan mendalam serangkaian penyimpangan yang telah mencoreng integritas proses demokrasi kita,” kata Anies di ruang sidang utama gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Maret dilansir tempo.co, 27 Maret 2024, 09:11.

Anies membeberkan dugaan pelanggaran pemilu yang menurutnya digerus oleh intervensi kekuasaan. Contohnya adalah penggunaan institusi negara untuk memenangkan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Anies juga menyebut adanya praktik yang menyesatkan, di mana aparat daerah mengalami tekanan bahkan diberikan imbalan untuk mempengaruhi arah pilihan politik. “Serta penyalahgunaan bantuan-bantuan dari negara, bantuan sosial yang harusnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat, malah dijadikan alat transaksional untuk memenangkan salah satu calon,” ungkap Anies.

Di depan para hakim MK, Anies juga menyinggung pelanggaran etik berat mantan Ketua MK, Anwar Usman atas putusan gugatan usia capres-cawapres, yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024.

“Bahkan intervensi ini sempat merambah hingga pemimpin MK, ketika ketika pemimpin Mahkamah Konstitusi yang seharusnya berperan sebagai Jenderal benteng pertahanan terakhir, menegakkan prinsip demokrasi terancam oleh intervensi, maka pondasi negara kita, pondasi demokrasi kita berada dalam bahaya yang nyata,” urainya.

Sebagai informasi, gugatan sengketa pilpres yang dilayangkan Anies dan Muhaimin memiliki nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Dalam gugatan tersebut, mereka menginginkan adanya pemungutan suara ulang dengan mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka.

4 Hasil Pemilu di Dunia Dibatalkan karena Curang

Diketahui bahwa ada 4 hasil pemilihan umum (pemilu) di dunia yang pernah dibatalkan pengadilan atau pun pemerintah interim karena terbukti curang. Pemilu merupakan pilar fundamental demokrasi, di mana rakyat memilih pemimpinnya secara adil dan transparan.

Namun, seperti sindonews.com, Jum’at, 23 Februari 2024 – 09:06 WIB, sejarah menunjukkan bahwa tidak semua pemilu berjalan mulus. Adakalanya, kecurangan mencoreng proses demokrasi, memaksa pembatalan hasil pemilu demi menjaga integritas dan keadilan.

  1. Pemilu Kenya 2017 Pemilu Kenya tahun 2017 menjadi salah satu momen paling dramatis dalam sejarah demokrasi negara tersebut. Kemenangan presiden petahana, Uhuru Kenyatta, diwarnai dengan tuduhan kecurangan yang meluas, memicu krisis politik dan protes besar-besaran.

Pada 8 Agustus 2017, pemilu digelar. Pada 11 Agustus 2017, Uhuru Kenyatta diumumkan sebagai pemenang dengan meraih 54,27% suara, mengalahkan Raila Odinga yang memperoleh 44,74%. Pada 14 Agustus 2017, Raila Odinga dan koalisi oposisi NASA mengajukan petisi ke Mahkamah Agung, menggugat hasil pemilu dan menuduh adanya kecurangan sistematis.

Pada 1 September 2017, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang mengejutkan, membatalkan hasil pemilu dan memerintahkan pemilihan ulang. Pada 26 Oktober 2016, pemilihan ulang diadakan. Namun Raila Odinga memboikotnya, dengan alasan Komisi Pemilihan Umum Independen (IEBC) tidak melakukan reformasi yang cukup untuk memastikan pemilihan yang adil. Uhuru Kenyatta kembali terpilih dengan meraih 98,2% suara, namun tingkat partisipasi pemilih hanya 38,8%.

  1. Pemilu Malawi 2019 Pemilu Malawi tahun 2019 diwarnai dengan ketegangan dan kontroversi. Hasil awal menunjukkan kemenangan presiden petahana, Peter Mutharika, dengan perolehan suara tipis atas kandidat oposisi Lazarus Chakwera.

Namun, tuduhan kecurangan yang meluas memicu protes dan kerusuhan di berbagai wilayah. Berdasarkan bukti yang kuat, termasuk pemalsuan formulir C1, Mahkamah Agung Malawi memutuskan untuk membatalkan hasil pemilu pada Februari 2020.

Keputusan ini merupakan langkah berani dan bersejarah untuk menegakkan keadilan dan demokrasi di Malawi. Pemilihan ulang diadakan pada Mei 2020 dengan pengamanan dan transparansi yang lebih ketat. Lazarus Chakwera berhasil meraih kemenangan dan menjadi presiden baru Malawi.

  1. Pemilu Bolivia 2019 Pemilu Bolivia tahun 2019 diwarnai dengan kontroversi dan akhirnya berujung pada pembatalan hasil karena kecurangan yang meluas. Evo Morales, presiden Bolivia saat itu, mencalonkan diri untuk masa jabatan keempatnya.

Hasil penghitungan awal menunjukkan bahwa dia telah memenangkan pemilihan dengan suara mayoritas, menghindari putaran kedua. Namun, segera setelah hasil diumumkan, tuduhan kecurangan mulai bermunculan.

Kelompok oposisi dan pengamat internasional mencatat berbagai kejanggalan dalam proses penghitungan suara, termasuk penghentian transmisi data penghitungan yang tiba-tiba dan manipulasi data dan formulir C1.

Tuduhan kecurangan memicu protes besar-besaran di seluruh Bolivia. Demonstrasi diwarnai dengan kerusuhan dan bentrokan antara pendukung Morales dan oposisi. Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) melakukan audit atas hasil pemilu. Laporan OAS menemukan bukti manipulasi yang jelas dan pelanggaran serius dalam proses pemilu.

Di tengah tekanan dari rakyat dan komunitas internasional, Morales akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya pada 10 November 2019. Dia kemudian melarikan diri ke Meksiko. Pemerintah interim Bolivia mengadakan pemilu baru pada tahun 2020. Luis Arce, kandidat dari partai MAS yang didirikan Morales, memenangkan pemilu.

  1. Pemilu Ukraina 2004 Pemilu Ukraina tahun 2004 menjadi salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah negara tersebut. Kemenangan kandidat pro-Rusia, Viktor Yanukovych, dalam putaran kedua diwarnai dengan tuduhan kecurangan yang meluas, memicu protes besar-besaran dan gerakan yang dikenal sebagai Revolusi Oranye.

Pada putaran pertama 31 Oktober 2004, Viktor Yanukovych dan Viktor Yushchenko (kandidat presiden pro-Barat) memimpin perolehan suara. Pada putaran 21 November 2004, Yanukovych dinyatakan sebagai pemenang dengan selisih tipis.

Pengamat internasional menemukan bukti kecurangan yang signifikan, termasuk manipulasi suara, penyuapan pemilih, dan intimidasi. Hal itu memicu massa turun ke jalan, menuntut pembatalan hasil pemilu dan pemilihan ulang yang adil.

Gerakan ini dikenal sebagai Revolusi Oranye karena warna bendera yang diusung oleh para demonstran. Mahkamah Agung Ukraina membatalkan hasil putaran kedua dan memerintahkan pemilihan ulang. Pemilu ulang digelar pada 26 Desember 2004. Viktor Yushchenko memenangkan pemilihan ulang dan menjadi presiden Ukraina. (net/tpc/snc/smr)

Pos terkait