Penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian ATR/BPN di Hotel Shangrila, Jakarta, 5-7 Pebruari 2019 mendapat sindiran tajam dari pengamat terkait anggaran public. Rakernas yang diklaim menelan biaya besar dengan tempat hotel bintang lima yang mewah berpotensi untuk diaudit.
Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, Menteri Aggraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil serta pimpinan sejumlah BUMN termasuk PT Pertamina perlu menjalani audit serta diperiksa terkait Rakernas itu. Pasalnya, Uchok mencium ada aroma tidak sedap dari penyelenggaraan Rakernas itu.
“Saya menilai, Rakernas ini hanya mengambur-amburkan uang negara saja. Karena digelar di hotel bintang lima tanpa ada hasil yang jelas buat kepentingan maupun kesejahteraan rakyat,” sindir Uchok di Jakarta Selatan, Rabu malam (6/2).
Padahal, jelas dia, saat ini keuangan Indonesia lagi sakit akibat utang negara semakin membengkak dengan kondisi minusnya devisa. “Menggelar raker di hotel mewah adalah bukti Sofyan Djalil tidak peka terhadap keadaan bangsa,” sindirnya.
Bukannya tidak boleh menggelar raker, lanjut Uchok, acara seperti itu tidak harus digelar di hotel berbintang. “Kan bisa digelar di tempat yang sederhana dengan biaya lebih murah. Bisa juga di Diklat Kementerian ATR/BPN di Cikeas sehingga tak muncul tudingan miring masyarakat,” saran Uchok.
Karena digelar di hotel mewah itulah, nilai Uchok, ada kesan rakernas ini hanya untuk kepentingan serta menguntungkan segelintir elite bangsa saja. “Malah saya menilai, penyelenggaraan rakernas kali ini berbau politis karena mendekati penyelenggaraan pemilu serentak yang menguntungkan petahana,” ulasnya.
Apalagi, kata dia, dengan menghadirkan seluruh peserta Rakernas jajaran pimpinan lembaga ini ke istana dengan menggunakan sekitar 50 unit bus wisata.
Terkait perlunya PT Pertamina diperiksa, kata Uchok, karena ada kabar bahwa hajatan Kementerian ATR/BPN ini terselenggara di hotel mewah karena keterpaksaan sejumlah BUMN patungan untuk membiayai rakernas, yang diawali dengan penandatangan MOU Kementrian ATR/BPN dengan beberapa BUMN.
PT Pertamina disebut-sebut BUMN paling besar memberikan bantuan. Padahal, seperti diberitakan banyak media, tidak satu juga BUMN Indonesia yang untung sepanjang tahun lalu.
“PT Pertamina, Maskapai Penerbangan Garuda, PT PLN, PT KAI termasuk BUMN yang dibawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), semua rugi. Saya melihat, BUMN di Indonesia hanya menjadi bacakan atau sapi perah penguasa,” tutupnya. (lin)