Miliki Potensi Bisnis Besar, Wakaf Produktif Belum Banyak Dilirik

Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono mengatakan, potensi wakaf produktif sangat besar karena wakaf yang banyak beredar hanya untuk kuburan, sekolah dan masjid. Padahal masih bisa dikembangkan untuk bisnis model baru di Indonesia.

“Pengembangan wakaf produktif agak terlambat. Padahal jumlah lahan itu ada 4,2 miliar persegi land bank wakaf. Wakaf yang ada saat ini oleh sebagian orang yang bukan produktif, aset malah jadi beban. Padahal wakaf itu artinya menahan bisa akumulasi,” kata dia saat diskusi publik “Melirik Wakaf Sebagai Instrumen Potensial Ekonomi Syariah” di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (20/2).

Menurut dia, wakaf produktif seperti Masjid yang ada di tengah kota, akan mampu menghidupkan biaya operasional atau bahkan menghidupi masyarakat sekitar asal dijadikan wakaf produktif. Ia menjelaskan Masjid yang ada, bisa dibangun office tower yang dapat disewakan. Dengan mendapatkan pendapatan dari hasil sewa office tower, nantinya bisa menghidupkan pendanaan Masjid tanpa harus lagi mencari bantuan di pinggir jalan.

“Apabila masjid di bangun office tower. Tetap keberadaan Masjid di lantai atas jangan basement. Kapan bisa terwujud apabila ada institusi yang komit,” kata dia.

Melihat perkembangan wakaf produktif yang belum berkembang di Indonesia, lanjut dia BNI Syariah mengembangkan Wakaf Hasanah yang peruntukannya untuk projek-projek yang jelas. Nasabah yang akan berwakaf, dapat memantau perkembangan proyek wakaf dan sekaligus total dana wakaf yang terkumpul.

Wakaf Hasanah yang sudah disalurkan menjadi pembiayaan contohnya di Lampung dengan membangun Rumah Sakit milik Dompet Duafa bahkan 26 Februari 2017 akan bekerjasama dengan Dewan Dakwah Indonesia yang akan membangun Rumah Sakit di Solo. “Zaman Susilo Bambang Yudhoyono Presiden RI ke 6, pernah ada wakaf uang sejak 2005 hingga kini hanya terkumpul Rp255 juta. Tetapi ketika kita keluarkan Wakaf Hasanah sejak November 2016 hingga Februari 2017 sudah terkumpul dana Rp3 miliar,” katanya.

Namun agaknya perbankan syariah belum mendapat ijin untuk menjadi Nazir atau pengelola wakaf. Hal tersebut diungkapkan Direktur Penelitian Pengembangan Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman Hendarsyah.

Menurut Deden, Undang Undang Wakaf hanya menyebutkan perbankan syariah hanya sebagai perantara. “Lihat ada keunggulan bank menjadi nazir, karena punya akses. Punya kemampuan investasi dan administrasi keuangan. Bahwa bank punya kredibilitas yang baik. Kalau memungkinkan potensi bisa cepat. Tapi belum memungkinkan karena Undang undang menyebut bank syariah sebagai perantara masalah wakaf,” katanya. (wiy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *