Oleh Anonym *
semarak.co-Setelah Ibrahim mendapat hidayah dan menemukan Tuhan yang dicari-cainya, maka Ibrahim ‘alaihissalam mulai mengemban misi untuk menyeru manusia agar menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Misi itu dimulai dari ayahnya sendiri yang sangat ia cintai.
Ibrahim berdebat lembut dengan ayahnya untuk meninggalkan penyembahan berhala dan mengikuti jalan Tauhid. Ayahnya menolak dan lalu diikuti orang-orang kota yang lalu memutuskan untuk membakar Ibrahim yang disetujui oleh raja Namrud atau Nimrod, yakni raja Babel atau Mesopotamia.
Ibrahim lalu diusir ayahnya agar pergi untuk waktu yang lama. Maka terjadilah pertengkaran yang serius dan Ibrahim kemudian ditangkap dan dibakar oleh raja Namrud (lihat: QS. Maryam, ayat 42 – 47 dan surat Al-Anbiya’, ayat 68).
Tetapi Allah menyelamatkannya dari api yang menyala-nyala dan Allah perintahkan api agar tidak membakar Ibrahim. Allah berfirman,
قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ ۙ
Artinya Kami (Allah) berfirman, “Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS. Al-Anbiya’, ayat 69).
Kendati dibakar, hati Ibrahim tetap lembut dan dia berdoa untuk pengampunan bagi ayahnya karena janji yang dia buat. Hal ini bisa dipahami sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ اِبْرٰهِيْمَ لِاَبِيْهِ اِلَّا عَنْ
مَّوْعِدَةٍ وَّعَدَهَآ اِيَّاهُۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗٓ اَنَّهٗ
عَدُوٌّ لِّلّٰهِ تَبَرَّاَ مِنْهُۗ اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَاَوَّاهٌ حَلِيْمٌ
Artinya, “Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada ayahnya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun” (QS. At-Taubah, ayat 114).
Peristiwa pembakaran Ibrahim itu terjadi setelah Ibrahim berdebat dengan sang raja. Ibrahim meminta sang raja untuk menyembah Allah saja (Tauhid). Dalam hal itu, meskipun raja tidak mengatakan apa-apa untuk mendukung praktiknya tetapi tidak bersedia untuk menerima ajakan untuk ber-Tauhid.
Setelah itu, Allah memindahkannya (menyelamatkan Ibrahim) dari Mesopotamia (Babel) ke Syria dan Palestina bersama dengan keponakannya bernama Luth (sebagaimana firman Allah dalam QS. AL-Anbiya’ ayat 71).
Kemudian, Ibrahim menikahi Sarah yang beriman kepada Allah dan mereka (keluarga Ibrahim ini) pindah ke Mesir. Karena lama tidak memilik putra untuk meneruskan tugasnya, Ibrahim ‘alaihissalam kemudian menikahi Hajar.
Dengan Hajar ini Allah Subhanahu wata’ala memberkatinya dengan seorang putra yang diberi nama Ismail di usia yang sudah sangat senja. Setelah bertahun-tahun kemudian Allah juga memberkati Sarah dengan seorang putra yang diberi nama Ishaq.
Ketika Ismail berusia beberapa hari, Ibrahim mengambil Ismail dan ibunya dan meninggalkan rumah dan mulai bepergian, melintasi tanah subur, pegunungan tandus sampai mereka tiba di sebuah gurun Arab.
Ibrahim membawa Hajar dan Ismail ketika dia sedang menyusuinya, ke suatu tempat dekat Ka’bah di bawah pohon di tempat yang kemudian disebut Zamzam saat ini di tempat tertinggi di daerah itu dan membuat mereka duduk di bawah pohon, meletakkan tas kurma dan air di dekatnya dan berangkat pergi meninggalkan Hajar dan Ismail yang masih bayi (HR. Bukhari, Vol 4, H no. 584).
Hajar berlari mengejarnya dan berkata, “Wahai Ibrahim! Ke mana kamu akan pergi, meninggalkan kami di lembah ini, di sini tidak ada orang yang menemani kami, juga tidak sesuatu untuk dimakan?” Dia mengulangi itu padanya berkali-kali, tetapi dia tidak melihat ke arahnya.
Kemudian Hajar bertanya kepadanya, “Apakah Allah memerintahkan kamu untuk melakukannya?” Ibrahim berkata, “Ya.” Hajar lalu berkata, “Maka Dia tidak akan mengabaikan kita”.
Ibrahim melanjutkan langkah dan saat mencapai Thaniya di mana mereka tidak bisa melihatnya, Ibrahim menghadap Ka’bah dan mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah,
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ
زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا
الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ
اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
Artinya, “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim, ayat 37).
Akhirnya, ketika Hajar kelelahan, Allah Subhanahu wata’ala mengutus seorang Malaikat. Malaikat itu lalu berkata kepadanya, “Jangan takut diabaikan, karena ini adalah Rumah Allah yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan Allah tidak pernah mengabaikan umat-Nya”. Allahu ya’lam.
Semoga yang sedikit kita baca ini membuat kita bersyukur atas hidayah Allah Subhanahu wata’ala dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.
*) penulis tidak ditemukan hingga berita ini ditayangkan, namun jika suatu hari nanti ditemukana atau ada yang mengklaim sebagai penulis tentu akan langsung dikoreksi.
sumber: WAGroup LASKAREVOLUSI (postMinggu11/6/2023/jabauhud)