Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyebut, mewujudkan iklim yang kondusif bagi para pelaku usaha perikanan merupakan kunci utama guna mengatasi berbagai permasalahan sektor kelautan nasional.
“Iklim yang kondusif jadi kunci. Jangan belum mulai apa-apa, pelaku usaha sudah suruh bayar IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan sebagainya,” kata Edhy Prabowo dalam rilis Jakarta, Minggu (8/12/2019).
Menteri Edhy mengingatkan bahwa pada Rakornas Kementerian Kelautan dan Perikanan 2019 yang berlangsung 4-5 Desember lalu, dirinya telah berbincang dengan berbagai kepala dinas kelautan dan perikanan daerah.
Dalam kesempatan itu, ujar dia, tiap daerah telah diminta untuk menyampaikan program-program yang ingin diprioritaskan di wilayahnya ke DPR. Menteri Edhy mengatakan bahwa anggaran tak menjadi masalah utama melainkan bagaimana menciptakan iklim industri perikanan yang kondusif ke depannya.
“Kami baru selesai Rakornas dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Beri kami waktu untuk mengevaluasi dan merumuskan Permen-Permen yang ada. Tidak akan lama tapi saya tidak mau gegabah,” ucap Edhy, yang juga politisi Partai Gerindra.
Sebelumnya, Edhy menyatakan semua pihak mesti bersatu dan terus meningkatkan sinergi dalam membangun sektor kelautan dan perikanan sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). “Kepada seluruh stakeholders (pemangku kepentingan), mari bergandengan tangan, sama-sama kita wujudkan amanah dan visi Presiden,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan telah menutup Rapat Koordinasi Nasional KKP tahun 2019 yang telah menghasilkan berbagai poin kesepakatan. Sejumlah poin itu, kepada seluruh peserta Rakornas agar ada kesatuan visi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku utama, serta pemangku kepentingan lainnya untuk bersatu membangun kelautan dan perikanan untuk Indonesia maju.
Selain itu, Komisi IV DPR RI memberikan dukungan kepada KKP untuk penajaman pelaksanaan program, termasuk dukungan anggaran pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2020-2024. Selanjutnya Komisi IV DPR RI meminta kepada KKP melakukan evaluasi kebijakan untuk membangun iklim usaha yang kondusif.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Transformasi mengharapkan UU Perikanan dapat diubah sebagai momentum positif untuk membenahi tata kelola perikanan di Tanah Air. “Inisiatif perubahan kedua terhadap UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bisa dijadikan sebagai momentum positif untuk membenahi tata kelola perikanan nasional,” kata Policy Advisor Transformasi, Abdul Halim di Jakarta, Minggu (8/12/2019).
Menurut Abdul Halim, perubahan tersebut perlu untuk diarahkan dari penggunaan pendekatan yang eksploitatif menjadi berkelanjutan dan bertanggung jawab. Untuk itu, ujar dia, inisiatif DPR-RI memasukkan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan ke dalam Program Legislasi Nasional 2014-2019 mesti dilanjutkan pada periode berikutnya, yakni Program Legislasi Nasional 2020-2024.
Ia memaparkan, hal yang perlu diubah antara lain adalah definisi nelayan kecil dan pembudi daya ikan yang mesti disinkronkan serta diatur secara tegas, serta mekanisme pengawasan SDKP (Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) mestinya melibatkan masyarakat (dalam hal ini Pokmaswas/Kelompok Masyarakat Pengawas) dengan pola kerja yang lebih jelas agar penegakan hukum bisa dilakukan secara cepat dan tepat.
“Selain itu, penting pula guna mengatur standar pemenuhan HAM bagi tenaga kerja di sektor perikanan, serta pengaturan mengenai PNBP di sektor perikanan budidaya,” ujar Abdul Halim terpisah.
Kemudian, sinkronisasi ketentuan peralihan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan perikanan, serta penelitian dan pengembangan untuk mendukung usaha pembudidayaan ikan perlu diatur, misalnya terkait dengan pengujian benur dan kandungan protein di dalam pakan yang digunakan di sentra-sentra usaha pembudidayaan ikan.
Selanjutnya, penguatan kelembagaan nelayan kecil dalam pemanfaatan sumber daya perikanan, serta terkait pengaturan pengelolaan limbah pasca budidaya ikan/udang, baik untuk skala tradisional, semi intensif, dan intensif. Tidak kalah penting pula penguatan kelembagaan ekonomi perempuan di dalam rumah tangga nelayan dan rumah tangga pembudi daya ikan.
Terkait nelayan, sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar program Pengembangan dan Diversifikasi Usaha Nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan anggota keluarganya yang masih banyak berada dalam kondisi belum sejahtera di berbagai daerah.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zulficar Mochtar mengatakan, kegiatan itu sesuai dengan salah satu misi Presiden RI yaitu peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui penumbuhan kewirausahaan, menguatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, mempercepat penguatan ekonomi keluarga dan mengembangkan potensi ekonomi daerah untuk pemerataan pembangunan antar wilayah.
“Wanita nelayan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga nelayan dan memiliki peranan yang sangat strategis terhadap ekonomi keluarga. Wanita nelayan tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, namun bisa melakukan kegiatan ekonomi produktif,” katanya.
Menurut dia, program pemberdayaan keluarga nelayan ini dapat menjadi alternatif baru dalam menopang perekonomian keluarga melalui diversifikasi usaha ekonomi produktif.
Ia mengemukakan bahwa pemberdayaan keluarga nelayan pada hakikatnya diarahkan untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang ada pada diri mereka dan potensi alam yang ada di sekitarnya. (net/lin)
sumber: indopos.co.id