Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana bilang sepatutnya penyegelan dan pembongkaran sejumlah objek wisata di Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Pembongkaran sepihak bisa menjadi sebuah preseden buruk bagi iklim investasi atau berusaha di Indonesia.
Semarak.co– Atas dasar itu, Widiyanti mengaku prihatin dengan penyegelan dan pembongkaran sejumlah objek wisata di Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Karenanya, ia menuturkan terus melakukan monitoring untuk memantau perkembangan situasi.
“Menurut pandangan kami pembongkaran ini tidak boleh sebenarnya dilakukan secara sepihak terlebih jika legalitas suatu usaha sudah diurus dengan sah,” kata Menpar Widiyanti dikutip dari laman berita msn.com, Kamis (20/3/2025) dari Kompas.tv, Rabu (19/3/2025).
Sejujurnya Menpar Widiyanti mengaku prihatin dengan situasi ini dan kami terus melakukan monitoring terhadap perkembangan situasinya. Di sisi lain, Menpar Widiyanti menyampaikan, Kementerian Pariwisata juga mengimbau pelaku usaha untuk memastikan legalitas usahanya.
Sebab, kata Widiyanti, sektor wisata harus tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan kelestarian alam dalam pengelolaan tempat wisata. “Kami juga mengimbau destinasi wisata untuk selalu mematuhi peraturan yang berlaku dan memenuhi semua perizinan dasar yang diwajibkan,” katanya.
Sebelumnya diberitakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi memberikan tanggapan terkait penyegelan vila di kawasan Puncak, Bogor Jabar oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Dedi menyatakan apresiasinya terhadap langkah penegakan hukum yang dilakukan terhadap bangunan di kawasan hutan lindung. “Saya punya mimpi tentang Jawa Barat,” ujar Dedi kepada kompas.com, Kamis (13/3/2025).
“Gunung terjaga, aliran sungai tertata, seluruh masyarakat bahagia dan saya sampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup yang sudah menyegel vila di hutan lindung kawasan Puncak dan sekitarnya,” imbuh Dedi.
Namun, Dedi menekankan bahwa penyegelan saja tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang ada. Ia menyoroti dampak bangunan ilegal terhadap ekosistem, termasuk aliran air yang semakin deras ke sungai dan menyebabkan pendangkalan serta banjir.
“Tapi harapan saya atas nama warga Jawa Barat, jangan hanya sekadar disegel. Kalau disegel saja tak ada manfaatnya. Kenapa? Karena bangunan tetap berdiri, airnya jatuh ke bangunan, mengalir deras ke sungai, sungainya mengalami pendangkalan, bibir sungainya dipenuhi bangunan, maka banjir akan tetap terjadi,” sindirnya.
“Padahal curah hujan sekarang hanya 20-30 mm, belum besar, belum ekstrem, tapi memang ekosistem kehidupannya sudah rusak,” demikian Dedi menambahkan seperti dilansir kompas.com – 13/03/2025, 07:11 WIB dikutip dari laman pencarian google.co.id, Kamis (20/3/2025).
Dedi pun meminta agar langkah lanjutan segera diambil, yakni pembongkaran bangunan-bangunan ilegal tersebut agar masalah lingkungan dapat segera diselesaikan. “Untuk itu, semoga kawan-kawan di Kementerian Lingkungan Hidup yang menangani bidang penegakan hukum nanti segera bawa bechoe ke Lokasi,” pintanya.
Dilanjutkan Dedi, “Bongkar dong. Kalau dengan dibongkar, maka masalahnya cepat selesai. Kalau cuma segel saja, saya takut lupa. Nanti kalau sudah kemarau, segel masih ada tapi bongkarnya tidak jadi.”
Ia juga mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mengambil tindakan nyata demi menyelamatkan lingkungan yang telah lama rusak akibat ulah manusia. “Yuk kita sama-sama bergerak melakukan tindakan-tindakan yang lebih nyata,” ajaknya.
Karena alam butuh tindakan nyata. Kita sudah terlalu lama berdosa kepada alam. Mari kita bertobat melakukan tindakan yang lebih dirasakan manfaatnya bagi alam dan manusia,” pungkas Dedi yang politisi Partai Gerindra dan mantan Bupati Purwakarta.
Sebelumnya, Kementerian Ligkungan Hidup menyegel vila di hutan lindung kawasan puncak. Deputi Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup, Rizal Irawan, mengungkapkan bahwa verifikasi lapangan menemukan 33 lokasi melanggar dokumen lingkungan.
Saat ini, baru empat lokasi yang disegel, sementara sisanya akan dipasangi plang segel dalam beberapa hari ke depan. Salah satu temuan menunjukkan ketidaksesuaian luasan agrowisata di lahan perusahaan tertentu, yang awalnya 16.000 hektar namun kini mencapai 35.000 hektare. (net/kpt/kpc/smr)