Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim kalau pemerintah sudah mengetahui dalang yang menggerakkan demonstrasi memprotes Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Yang menunggangi itu berasl dari kaum elit dan intelektual. Namun, Airlangga tak mau merinci kisi-kisi siapa pihak yang dituduhnya.
semarak.co– “Sebetulnya, pemerintah tahu siapa behind (dibalik) yang demo itu. Kami tahu siapa yang menggerakkan, siapa sponsornya, siapa yang membiayai. Pemerintah sudah tahu siapa tokoh-tokoh intelek dibalik penggerak demo,” ucap Airlangga di program Squawk Box CNBC Indonesia TV, Kamis (8/10/2020).
Pasalnya, Airlangga mengklaim empat federasi pekerja atau buruh besar sudah mendukung Omnibus Law Cipta Kerja. “Ada empat federasi buruh yang mendukung undang-undang ini, empat federasi buruh ini besar dan menjadi basis daripada pembahas di kluster ketenagakerjaan,” jelasnya.
Karena itulah, ia yakin aktor dibalik layar demo mempunyai kepentingan dan tujuan lain dari aksi itu. “Tokoh-tokoh intelektual ini saya lihat mempunyai ego sektoral yang cukup besar karena tokoh ini tidak ada di lapangan, mereka ada di balik layar,” ujar Menko yang juga Ketua Umum Partai Golkar.
Airlangga mengatakan memiliki bukti soal keterlibatan itu. Bukti soal persiapan demo yang sudah dilakukan sejak jauh hari sebelum pengesahan RUU Ciptaker dilakukan oleh badan legislatif.
Hal ini membuat Cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla angkat bicara. Ia menyayangkan tudingan tersebut. “Protes-protes sekarang ini meluas di banyak kota. Tidak mungkin digerakkan secara terpusat seperti tuduhan Airlangga Hartarto. Ini cetusan spontan dari publik yang marah,” kata Ulil di akun Twitternya, @Ulil, Kamis (8/10/2020).
Airlangga menekankan pemerintah tidak akan berhenti memperjuangkan keberadaan UU tersebut karena berbagai alasan mendesak. Dia tegas mengatakan tidak akan diam hanya untuk mendengar demonstrasi.
Sebelumnya, pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker rencananya dilakukan di Rapat Paripurna yang digelar pada hari ini Kamis (8/10/2020), namun akhirnya dimajukan menjadi Senin kemarin (5/10/2020).
“Sebelum UU diketok, demo sudah digerakkan tanpa melihat isi UU. Sebagian daripada pendemo memang ditugaskan untuk demo. Jadi bukan persoalan isinya apa? Ini gerakan mobilisasi sebelum UU diketok dan jadwalnya sudah dibuat,” tuturnya.
Selain itu, Airlangga menyebut para aktor yang menggerakkan demo merupakan kalangan yang tidak peduli dengan dampak yang ditimbulkan. Salah satunya, terhadap peningkatan jumlah kasus virus corona atau Covid-19.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap gerakan demo yang berpotensi memberi dampak peningkatan jumlah kasus Covid-19. Tindakan tegas akan dilakukan dengan melibatkan jajaran Kepolisian.
Sebab, peningkatan kasus bukan hanya membayangi pendemo, namun juga masyarakat secara luas. Apalagi, demo dilakukan di tengah penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Pemerintah sudah berbicara dengan aparat untuk melakukan tindakan tegas karena ini tidak hanya membahayakan kepada diri sendiri tetapi kepada masyarakat sekitar apabila jumlah mereka yang terpapar covid-19 meningkat,yang tentunya akan berakibat juga kepada pemulihan ekonomi,” terangnya.
Sementara, ia tidak menjelaskan lebih lanjut tindakan kepada aktor di balik demo. Namun, ia berharap dukungan dari tujuh fraksi politik di DPR bisa membantu pemerintah untuk melanjutkan penerapan uu ke depan.
“Tentu kami berharap bahwa tujuh fraksi di DPR itu juga merepresentasikan rakyat, kemudian konkretnya lebih dari 30 juta masyarakat Indonesia yang membutuhkan pekerjaan,” pungkasnya.
Wakil Ketua MPR dari Partai Demokrat Syarief Hasan mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi UU Cipta Kerja. Pasalnya, Penolakan Partai Demokrat dan ratusan ribu buruh dan rakyat bahkan jutaan, kini diikuti dan didukung ratusan guru besar hingga dekan dari berbagai universitas menyampaikan penolakannya terhadap UU Cipta Kerja melalui surat terbuka kepada Presiden, para menteri, dan DPR RI.
Syarief Hasan menilai bahwa pandangan dari akademisi yang diwakili oleh guru besar adalah pandangan yang rasional juga dan telah melalui kajian yang ilmiah.
“Guru besar dan para akademisi adalah orang-orang yang terpercaya untuk mengkaji berbagai isu strategis di negeri ini sebab mereka menggunakan pendekatan yang ilmiah dan objektif,” ungkap Syarief Hasan.
Olehnya itu, menurut Syarief, penolakan Guru Besar terhadap UU Cipta Kerja yang disahkan secara janggal pada Senin (5/10/2020) harus menjadi salah satu bahan evaluasi pemerintah.
“Dari para guru besar karena UU Cipta Kerja sangat bias terhadap kepentingan pengusahan dan abai terhadap kepentingan rakyat kecil dan lingkungan,” ungkap mantan Menteri Koperasi dan UKM.
Tak hanya kalangan akademisi, organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga menolak UU Cipta Kerja. Bahkan, PBNU dengan tegas menyatakan bahwa UU Cipta Kerja hanya menguntungkan konglomerat dan kapitalis, namun menindas dan menginjak kepentingan para buruh, petani, dan rakyat kecil.
Sebelumnya, 38 investor global juga menyatakan keprihatinannya dengan pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai bertolak belakang dengan prinsip lingkungan. Investor global yang merupakan investor terpercaya di dunia yang mengelola dana investasi hingga US$ 4,1 Triliun telah mengirimkan surat keprihatinan kepada pemerintah Indonesia.
Syarief Hasan menilai bahwa penolakan guru besar dan kalangan akademisi, organisasi keagamaan, hingga mahasiswa, buruh, dan rakyat yang hari ini terus melakukan aksi demonstrasi yang sejalan dengan penolakan Partai Demokrat tersebut harusnya menjadi pertimbangan Presiden untuk mengevaluasi / menunda UU Cipta Kerja.
Syarief memandang, penolakan dari guru besar berbagai perguruan tinggi ini semakin menguatkan penolakannya terhadap UU Cipta Kerja. “Kami dari Fraksi Partai Demokrat semakin kokoh menolak UU Cipta Kerja karena didukung dengan pandangan dari guru besar yang merupakan strata tertinggi di dunia kampus.”, ungkap Syarief.
Ia juga mendorong agar Presiden Jokowi segera menindaklanjuti suara dari berbagai elemen masyarakat di Indonesia.
“Kami mendukung penuh langkah judicial review UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. Presiden harus segera melakukan evaluasi UU Cipta Kerja dan segera membuat PERPPU yang pro terhadap rakyat serta sesuai dengan konstitusi negara,” tutup Syarief Hasan. (net/smr)
sumber: RRI di galamedia.pikiranrakyat.com/jurnas.com