Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa keluarga harus ditempatkan sebagai simpul strategi pembangunan nasional. Menurutnya, Indonesia sedang berada dalam jendela bonus demografi yang hanya datang sekali.
Semarak.co – Hal tersebut disampaikan Wihaji pada diskusi memperingati Hari Kontrasepsi Sedunia 2025 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 22 September 2025.
“Kesempatan ini hanya bisa dimenangkan jika keluarga ditempatkan di pusat kebijakan. Kemendukbangga/BKKBN hadir untuk merajut potensi yang tercecer menjadi kekuatan bersama demi Indonesia Emas 2045,” ujarnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup jurnalis Jurnalis Kemendukbangga/BKKBN, Selasa (23/9/2025).
Ia menambahkan bahwa program KB bukan sekadar instrumen pengendalian penduduk, melainkan investasi strategis yang berdampak langsung pada kesehatan ibu-anak, peningkatan pendidikan, produktivitas perempuan, serta penguatan fondasi ekonomi keluarga.
Hassan Mohtashammi, Perwakilan UNFPA Indonesia menekankan pentingnya pembiayaan berkelanjutan untuk KB. Ia mengingatkan bahwa penurunan alokasi anggaran publik dapat mengganggu rantai pasokan kontrasepsi dan berpotensi meningkatkan angka unmet need KB.
Untuk itu, ia mendorong diversifikasi atau penganekaragaman sumber pembiayaan. Selain APBN dan APBD, perlu didorong Dana Alokasi Khusus (DAK) KB, kemitraan publik-swasta, Corporate Social Responsibility (CSR), hingga swadaya masyarakat. Dengan demikian, keberlanjutan layanan KB dapat lebih terjamin.
Hassan menekankan pentingnya integrasi layanan kontrasepsi ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta peningkatan kualitas pelayanan KB. Salah satu peningkatan kualitas pelayanan KB melalui penguatan Method Information Index (MII) agar setiap pasangan memperoleh informasi kontrasepsi dan konseling yang lengkap sebelum menentukan pilihan.
Ia juga menyoroti perencanaan keluarga sebagai kunci kesetaraan gender. Akses kontrasepsi yang merata memungkinkan perempuan melanjutkan pendidikan lebih tinggi, meningkatkan partisipasi kerja, serta memperkuat kontribusi dalam pembangunan nasional.
Ia mengapresiasi capaian Indonesia dalam pemenuhan permintaan kontrasepsi yang tinggi yaitu sebesar 86%, meski tetap mengingatkan adanya tantangan berupa penurunan unmet need yang angkanya masih berkisar 11% serta disparitas antar wilayahnya.
Prof. Terence H. Hull, pakar demografi dari Australian National University, menegaskan perlunya revitalisasi kebijakan KB melalui cafetaria method. Pendekatan ini memastikan keberagaman metode kontrasepsi sehingga setiap pasangan dapat memilih sesuai kebutuhan reproduksi.
Prof. Hull menjelaskan bahwa pendekatan ini bukan hal baru. Sejak awal berdirinya, BKKBN telah memperkenalkan cafetaria method untuk menjamin hak keluarga. Namun, dalam dua dekade terakhir, keberagaman pilihan semakin menyempit sehingga perlu direvitalisasi.
“Revitalisasi berarti menghidupkan kembali keberagaman metode kontrasepsi, bukan sekadar satu pilihan dominan. Dengan demikian, hak reproduksi perempuan dapat benar-benar dijamin,” tegasnya.
Selain itu, Prof. Hull menekankan pentingnya penguatan data kependudukan dan pendidikan demografi di sekolah. Literasi demografi sejak dini diyakini akan memperkuat kesadaran generasi muda dalam membangun keluarga berkualitas sekaligus mendukung pembangunan manusia berkelanjutan.
Prof. Hafid Abbas dari UNJ menegaskan bahwa Indonesia Emas 2045 hanya dapat dicapai dengan SDM unggul yang lahir dari keluarga berkualitas. “Pendidikan, kesehatan, dan pemerataan pembangunan harus berjalan seiring. Tanpa itu, bonus demografi hanya akan menjadi beban, bukan peluang,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tantangan menuju 2045 cukup besar. Pertama, dari sisi kependudukan, Indonesia akan memasuki era penduduk menua sehingga kualitas keluarga harus dipersiapkan sejak dini. Kedua, standar hidup harus dijaga melalui akses pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja. Ketiga, sumber daya alam harus dikelola secara berkelanjutan.
Keempat, sistem sosial perlu diperkuat untuk menjaga kohesi masyarakat. Kelima, prioritas pembangunan harus konsisten agar Indonesia benar-benar dapat mencapai status negara maju saat genap 100 tahun kemerdekaan. (hms/smr)