Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan, menjadi tantangan tersendiri dalam hal mengubah persepsi Sains (Science), Teknologi, Teknik (Engineering), dan Matematika (STEM) yang sering dianggap momok menakutkan dan susah dipelajari.
Semarak.co – Dia menyatakan, Kemendikdasmen telah menggulirkan Gerakan Numerasi Nasional, sebuah gerakan membangun budaya numerasi sejak dini dengan cara menyenangkan agar anak-anak tidak hanya terampil berhitung, tetapi juga memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, dan adaptif.
Mu’ti menguraikan beragam tantangan utama dunia pendidikan yang saat ini sedang dilakukan pembenahan oleh Kemendikdasmen. Pertama adalah pemerataan akses pendidikan, khususnya bagi daerah 3T yang hingga kini masih menghadapi keterbatasan sarana dan tenaga pendidik.
“Kedua adalah kesenjangan mutu pendidikan yang masih terlihat antarwilayah, antara sekolah negeri dan swasta, maupun antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Ketiga adalah peningkatan kualitas lulusan murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),” jelasnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Mitra BKHumas Fortadik, Selasa sore (28/10/2025).
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kemendikdasmen menetapkan sejumlah program prioritas. Program tersebut di antaranya adalah revitalisasi 16.140 satuan pendidikan dan percepatan perbaikan infrastruktur sekolah, digitalisasi pembelajaran melalui penyediaan Papan Interaktif Digital/Interactive Flat Panel (IFP), laptop, materi ajar digital, dan pelatihan guru.
Selain itu, peningkatan kompetensi guru dilakukan melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG), peningkatan kualifikasi akademik, serta pelatihan deep learning, coding, kecerdasan buatan, dan bimbingan konseling. “Secanggih apapun teknologi, guru tetaplah agen peradaban. Karena itu, kualitas guru harus menjadi prioritas,” ujarnya.
“Mengacu kepada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran dapat ditempuh melalui tiga jalur yaitu formal di sekolah resmi dengan kurikulum nasional, informal melalui kegiatan komunitas, dan non-formal lewat program terstruktur seperti paket penyetaraan A, B, C dan homeschooling,” ujarnya.
Sejatinya, pendidikan bukan hanya tentang gedung sekolah, namun tentang memastikan setiap anak Indonesia, di mana pun mereka berada, mendapat akses belajar yang berkualitas.”Kami ingin memastikan semua anak usia sekolah mendapatkan pendidikan bermutu untuk semua, tanpa ada yang tertinggal,” tutur Mu’ti.
Dia menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan tidak dapat ditanggung pemerintah semata. Dibutuhkan partisipasi semesta. Sekolah, keluarga, masyarakat, dan media merupakan empat ekosistem yang harus bersinergi dalam mendukung investasi jangka panjang generasi muda.
FIKSI 2025 Dorong Pelajar Indonesia Kembangkan Inovasi dan Jiwa Kewirausahaan
Pusat Prestasi Nasional, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyelenggarakan Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI) jenjang pendidikan menengah tahun 2025. FIKSI menjadi ajang bagi para siswa untuk menampilkan ide-ide inovatif dan kreativitas dalam bidang kewirausahaan.
Melalui kegiatan ini, diharapkan tercipta ekosistem pendidikan yang tidak hanya menekankan pada aspek akademik, tetapi juga pengembangan keterampilan hidup dan kewirausahaan.
Kepala Pusat Prestasi Nasional Maria Veronica Irene Herdjiono menyampaikan, FIKSI nasional tahun ini berlangsung selama enam hari, mulai 26 hingga 31 Oktober 2025. Rangkaian kegiatan meliputi penilaian karya, pameran inovasi, lokakarya kewirausahaan, mentoring, hingga sesi pitching di hadapan dewan juri.
“FIKSI 2025 diharapkan menjadi wadah bagi siswa untuk mengembangkan ide menjadi aksi, dan solusi yang bernilai sosial dan ekonomis di lingkungan mereka,” ujar Irene, Selasa (28/10).
Tahun ini, sebanyak 337 peserta dari 176 tim mewakili 24 provinsi di Indonesia berhasil lolos ke tingkat nasional. Jumlah tersebut dipilih dari total 2.774 tim pendaftar dari jenjang SMA/SMK/MA sederajat.
FIKSI 2025 terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu rencana usaha dan pengembangan usaha, dengan 11 cabang ajang yang meliputi bidang agribisnis, agriteknologi dan kemaritiman, fesyen, gim, industri musik film, animasi dan video, kesehatan, kriya, kuliner, pariwisata dan seni rupa, teknologi digital, serta kewirausahaan sosial.
Irene turut menegaskan bahwa FIKSI tidak hanya menjadi ajang perlombaan, tetapi juga ruang kolaborasi dan pembelajaran bersama. “Jadikan FIKSI 2025 sebagai kesempatan untuk memperluas jaringan, saling mengenal antar peserta dan memberikan manfaat bagi pengembangan talenta Indonesia,” tuturnya.
Melalui ajang FIKSI 2025, peserta tim diharapkan menjadi pionir perubahan yang dapat melahirkan solusi kewirausahaan yang memberikan dampak positif baik secara sosial maupun lingkungan. FIKSI menjadi bagian penting dalam membangun karakter pelajar Indonesia yang kreatif, mandiri, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Selain menjadi ruang aktualisasi diri, FIKSI juga menumbuhkan budaya inovasi dan kolaborasi di kalangan pelajar. Melalui proses mentoring dan pameran karya, para peserta belajar bagaimana mengubah ide menjadi produk yang bernilai dan berkelanjutan. (hms/smr)





