Film G30S/PKI yang dilupakan orang selama beberapa tahun ini, kini menjadi topik hangat lagi. Sejak pekan lalu, muncul ajakan untuk men-download dan nonton bareng film berdurasi 4 jam ini. Film ini sendiri dibuat sekitar tahun 1980-an, atas prakarsa pemerintah lewat Perusahaan Film Negara (PFN).
Film itu menceritakan peristiwa seputar 30 September tahun 1965, dan menuturkan pengkhianatan PKI, yang membunuh para jenderal TNI AD. Kelompok PKI lalu menguburkan perwira TNI AD di Lubang Buaya, Pondok Gede. Mengutip dari Wikipedia, film bergenre drama-dokumenter yang diproduksi pada 1984 atau masa Orde Baru.
Film ini menceritakan proses menjelang kudeta militer pada 1965 yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, diproduseri oleh G Dwipayana, dan dibintangi Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa. Film itu diproduksi selama dua tahun dengan anggaran sebesar Rp 800 juta. Film ini disponsori oleh pemerintahan Orde Baru Soeharto.
Film ini dibuat berdasarkan pada versi resmi menurut pemerintah dari peristiwa “Gerakan 30 September” atau “G30S” (peristiwa percobaan kudeta pada tahun 1965) yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, yang menggambarkan peristiwa kudeta ini didalangi oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI. Lepas dari urusan kontroversi, isu propaganda Orde Baru dan lainnya, film ini kembali menjadi trending topic. Di berbagai media sosial sampai di Whatsapp Group muncul link untuk men-donwload dan juga meme ajakan nonton bareng.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI’ boleh diputar di televisi. Menurutnya, masyarakat, khususnya generasi muda, perlu memahami sejarah G30S/PKI. Dia melanjutkan, peristiwa G30S PKI merupakan bagian dari sejarah bangsa. Masyarakat perlu memahami sejarah tersebut. “Putar saja (film G30S.PKI) di stasiun televisi. Menurut saya, tidak masalah,” ujar Tjahjo di Jakarta, Jumat (15/9).
Tjahjo juga menegaskan dia tidak pernah membuat pernyataan melarang pemutaran film ini. Adanya informasi yang menyebutkan dia melarang adalah berita palsu atau hoaks. “Saya tidak pernah membuat pernyataan seperti itu. Agar masyarakat dan generasi muda mengetahui bahwa pernah ada gerakan kudeta (30 September 1965),” tepisnya.
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) menginstruksikan seluruh prajuritnya untuk menggelar nonton bareng film Pengkhianatan G30S/PKI. Instruksi yang ditujukan untuk seluruh jajaran TNI AD di daerah ini menyebar lewat pesan singkat.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Wuryanto membenarkan informasi ini. “Tanggal 30 September merupakan momen yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Saat ini banyak sekali upaya pemutarbalikan fakta sejarah peristiwa 30 September 1965,” kata Wuryanto melalui pesan singkat pada tempo.co, Jumat (15/9).
Wuryanto berpendapat pemutaran film ini penting untuk mengajak generasi muda membaca sejarah. Ia menilai, sejak era reformasi sejarah, Pancasila, dan budi pekerti kurang diajarkan di bangku sekolah. Dia juga menyebutkan sejumlah alasan lain yang mendasari lembaganya perlu mengajak masyarakat menonton film tersebut. “Upaya oleh sekelompok orang untuk pencabutan TAP MPRS No XXV/1996, upaya mendorong pemerintah minta maaf kepada PKI, dan lainnya,” kata dia.
Maka dari itu, menurut Wuryanto, TNI perlu memerintahkan kepada seluruh prajuritnya untuk menonton kembali film G30S/PKI. Film Pengkhianatan G30S/PKI dibuat di era Presiden Soeharto, tepatnya pada 1984. Film ini mengisahkan pemberontakan anggota Partai Komunis Indonesia yang, menurut sejarah versi pemerintah, terjadi pada 30 September 1965. Arifin C. Noer menjadi penulis naskah sekaligus sutradara film tersebut.
Di era Orde Baru, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI wajib diputarkan dan ditonton di televisi tiap 30 September. Seluruh sekolah juga mengharuskan murid-muridnya menonton film dan meresensi film tersebut. Pada 1998, bersamaan dengan lengsernya kekuasaan Orde Baru, peraturan tersebut dihapus.
Pengkhianatan G30S/PKI adalah sebuah film kontroversial. Film ini disebut sebagai upaya pembelokan sejarah demi kekuasaan dan hegemoni massal kepemimpinan Soeharto. Setelah Orde Baru runtuh, banyak pihak buka suara mempertanyakan keabsahan narasi sejarah yang dibangun pemerintah dalam menggambarkan peristiwa 30 September 1965 itu. (kum/rep/tpc/lin)