Memupus Kemiskinan Ekstrem dari Desa, Mendes PDTT Halim Paparkan Soal Penanganannya

Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar dalam jumpa pers. Foto: humas Kemendes PDTT

Sustainable Development Goals (SDGs) menetapkan hilangnya kemiskinan ekstrem selambat-lambatnya tahun 2030, namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menariknya jauh lebih cepat menjadi pada 2024. Untuk pertama kalinya terbuka jalan desa memupus kemiskinan ekstrem. Karena, telah memiliki data SDGs Desa yang lengkap by name by address.

semarak.co-Di antaranya data penghasilan tiap warga desa sebagai basis menentukan kemiskinan ekstrem sebesar US$ 1,99 PPP (parity purchasing power) atau setara 80% garis kemiskinan senilai Rp12.000 per kapita per hari.

Bacaan Lainnya

Kebutuhan tiap warga miskin ekstrem juga telah diketahui, kantong-kantong kemiskinan untuk tiap rukun tetangga (RT) di desa-desa. Sehingga, rencana aksi penanganan sudah spesifik untuk setiap warga. Inilah yang memastikan usaha memupus kemiskinan ekstrem di desa akan menuai hasil.

Ditargetkan 8.264 desa di 35 kabupaten mulai bergerak akhir 2021, dan berhasil lepas dari kemiskinan ekstrem pada pertengahan 2022. Pada akhir 2022 sebanyak 29.632 desa di 138 kab/kota terentaskan dari kemiskinan ekstrem, kemudian pada 2023 di 37.523 desa di 261 kab/kota.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar memberi keterangan pers mengenai penanganan Kemiskinan Ekstrem dan perkembangan terkini yang telah dilaksanakan Kementerian Desa (Kemendes) PDTT secara virtual dalam aplikasi video meeting melalui link zoom dan Youtube di Jakarta, Rabu (6/10/2021).

Mendes PDTT Halim mengatakan, Kemendes PDTT sedang menyiapkan 35 Kabupaten/Kota di tahun 2021 menjadi pilot project penuntasan Kemiskinan Ekstrem yang dicanangkan Presiden Jokowi, dimana pada 2024 nol persen Kemiskinan ekstrem di Indonesia.

“Warga miskin itu ada dua yakni pertama warga miskin ekstrem yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan dan yang kedua warga miskin ekstrim yang masih dimungkinkan dapat melakukan aktualisasi diri untuk bertahan hidup,” terang Gus Menteri, sapaan akrab Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar.

Dalam penanganan warga miskin ekstrim ini, lanjut Gus Menteri, telah membuat empat strategi yakni memupus kemiskinan ekstrim menjadi nol persen yang dilakukan dengan pendekatan mikro berbasis desa. Lalu, subyek penanganan warga berbasis Satu Nama Satu Alamat dengan melakukan tindakan berbasis sensus yang menyasar kepada seluruh warga atau keluarga miskin ekstrem.

Selanjutnya, rinci dia, strategi penanganan penuntasan kemiskinan ekstrem berbasis satuan fase kegiatan dalam satuan wilayah desa. Kemudian, pelaksanaan dan tindak lanjut penanganan diusulkan melalui Posyandu Kesejahteraan yang dikembangkan di kantong lokasi permukiman warga miskin ekstrem.

Gus Menteri mempaparkan empat strategi, yakni memupus kemiskinan ekstrim menjadi nol persen yang dilakukan dengan pendekatan mikro berbasis desa. Lalu, subyek penanganan warga berbasis Satu Nama Satu Alamat dengan melakukan tindakan berbasis sensus yang menyasar kepada seluruh warga atau keluarga miskin ekstrem.

Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini mengatakan, penanganan kemiskinan ekstrem di desa tidak memperdebatkan adanya perbedaan data karena dapat ditangani dengan melakukan konsolidasi langsung ke desa yang menjadi lokus penanganan kemiskinan ekstrem.

Menurutnya, perbedaan data dapat ditangani dengan melakukan konsolidasi langsung ke desa yang menjadi lokus penanganan kemiskinan ekstrem. Selanjutnya, Strategi penanganan penuntasan kemiskinan ekstrem berbasis satuan fase kegiatan dalam satuan wilayah desa.

“Kemudian, pelaksanaan dan tindak lanjut penanganan diusulkan melalui Posyandu Kesejahteraan yang dikembangkan di kantong lokasi permukiman warga miskin ekstrim,” ujar Gus Halim, sapaan akrab lain dari Gus Menteri.

Aksi yang dilakukan untuk penanganan Kemiskin Ekstrem, kata dia Pertama, Pengurangan pengeluaran dalam bentuk Gerakan Asupan Kalori Harian, Bedah rumah, Cek kesehatan oleh Posyandu, BPJS Kesehatan dan Beasiswa.

Point kedua Peningkatan pendapatan, pada level desa mengandalkan Padat Karya Tunai Desa (PKTD) yang menjadi fokus utama tangani keluarga miskin ekstrem, kemudian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, penguatan BUMDes dan program pemberdayaan.

Point ketiga yaitu Pembangunan kewilayahan yang terdiri Sanitasi permukiman keluarga miskin dan miskin ekstrim kemudian Sarana dan prasarana transportasi permukiman keluarga miskin dan miskin ekstrim.

Poin keempat Pendampingan desa dengan fokus RKPDes dan APBDes untuk penanganan warga miskin dan miskin ekstrim sesuai dengan RPJMN 2020-2024 kemudian Pendampingan kepada keluarga miskin dan miskin ekstrim. “Point kelima yaitu Kelembagaan berupa Penguatan posyandu untuk keterpaduan layanan sosial dasar karena fungsi Posyandu sudah melebar,” ucapnya.

Doktor Honoris Causa dari UNY mengambil contoh penanganan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten Bojonegoro. Jumlah warga desanya ada 1.035.416 jiwa, dengan warga miskin ekstrem 96.837 Jiwa dengan pembagian kategori 1 sebanyak 14.059 jiwa dan kategori 2 82.778 jiwa.

Kemudian, untuk keluarga miskin ekstrem, ada 36.158 keluarga dan berdomisili di 418 desa dari 419 desa. Artinya, bahwa hanya ada satu desa di kabupaten Bojonegoro yang tidak ada warga miskin ekstrem. Untuk kategori satu, terdapat di 415 desa, sedangkan kategori dua, terdapat di 417 desa.

Artinya, 28 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro terdapat warga miskin ekstrem. “Jadi kalau rekap tingkat Kabupaten Bojonegoro berdasarkan hitungan Kemendes PDTT berbasis SDGs Desa Rp404.708.500.000,” kata Gus Halim.

Hingga 6 Oktober 2021, sebanyak 44.520 desa atau setara 59 persen yang telah menuntaskan proses pendataan berbasis SDGs Desa. Rukun tetangga yang telah terdata sebanyak 485.280 RT dengan 30.901.327 keluarga sebanyak 92.172.656 jiwa atau 76 dari total warga desa.

“Data dikumpulkan oleh 1.575.944 relawan pendataan desa dengan penggunaan dana desa untuk pemutakhiran data SDGs Desa Rp1.572.553.390.689 atau setara Rp23 juta per desa. Sesuai Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 menyebutkan jika Desa merupakan pemilik data dasar SDGs Desa dan kepala Desa wajib memutakhirkan data berbasis SDGs Desa itu,” kutipnya.

Hingga 6 Oktober 2021, dana Desa yang dicairkan sebesar Rp 51.434.615.356.838 atau setara 71,44 persen dari total anggaran Rp72 Triliun. Dana Desa telah dicairkan ke 74.890 desa atau sebesar 99,91 persen. Dana Desa yang cair itu, untuk Desa Aman Covid-19 telah disalurkan Rp4.120.771.938.521, untuk BLT Dana Desa Rp15.427.595.100.000, untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) Rp4.246.995.407.578 dan Dana Desa untuk kegiatan pembangunan desa di luar skema PKTD Rp27.639.252.910.739. (fir/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *