Dalam dunia sastra dan teater tanah air, Putu Wijaya dikenal sebagai seorang seniman yang lengkap. Ia piawai dalam menulis esai, cerita pendek, novel, naskah lakon, dan juga cerita film. Kekaryaan Putu Wijaya dan jejaknya terentang dari 1964 saat ia masih merantau di Yogyakarta.
semarak.co-Putu menghasilkan karya-karya yang dekat dengan realisme, antara lain Dalam Cahaya Bulan, Lautan Bernyanyi dan Bila Malam Bertambah Malam. Di Jakarta, Putu melahirkan kembali Bila Malam Bertambah Malam sebagai novel yang pertunjukannya juga pernah ditampilkan di Teater Salihara pada 2013.
Putu merupakan seorang penulis yang mahir membangun cerita. Ia pernah menulis novel Telegram dan berhasil menjadi pemenang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta (DKH) tahun 1972 disusul oleh novel-novel lainnya yang memenangkan penghargaan seperti Stasiun, Pabrik, dan lain-lain.
Sebagai penulis, ia piawai menjelajahi prosa dan produktif melahirkan karya beragam bentuk. Tidak hanya novel, karya dramanya pun juga menarik untuk disimak salah satunya naskah Aduh yang ia tulis pada 1971. Naskah ini, seperti karya-karya Putu Wijaya lainnya juga memenangkan Lomba Penulisan Lakon DKJ dan dipentaskan pertama kali pada 1974.
Cerita di dalam naskah ini terinspirasi dari konflik manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. Apakah komunitas yang sudah menzalimi individu atau individu yang sejatinya menindas komunitas, keputusannya diserahkan kepada penonton.
Kurator Teater Komunitas Salihara Hendromasto Prasetyo mengatakan, setelah 50 tahun atau setengah abad Aduh, naskah ini ditampilkan kembali di Teater Salihara. Naskah ini masih relevan dengan situasi di Indonesia saat ini, di mana banyak yang hanya berbicara tanpa bertindak bahkan dalam situasi kritis.
“Aduh pada 1974 menandai jejak karya teater Putu menjauh dari realisme. Absurditas mulai lekat padanya. Pasca Aduh, Putu konsisten mencipta teater dengan judul-judul singkat dan hanya terdiri dari satu suku kata,” terang Hendro dirilis humas Komunitas Salihara melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Rabu (8/5/2024).
Dalam kesempatan kali ini, kata Hendro, Komunitas Salihara kembali mengajak penonton untuk meneroka naskah-naskah Putu Wijaya dalam rangkaian program seperti diskusi, pembacaan karya, dan pertunjukan teater dalam tajuk Setengah Abad Aduh.
“Dalam rangkaian Setengah Abad Aduh ini kita akan melihat naskah Telegram dan Aduh, tidak menutup kemungkinan naskah-naskah lainnya, dibahas secara mendalam bersama dengan tokoh-tokoh seni seperti Goenawan Mohamad dan Cobina Gillitt,” tuturnya.
Rangkaian ini juga menampilkan pembacaan fragmen karya-karya Putu Wijaya yang akan dipentaskan alumni Kelas Akting Salihara serta tentunya pertunjukan Aduh oleh Teater Mandiri—disutradarai Putu Wijaya—yang akan dipentaskan selama dua hari di Teater Salihara. (smr)
Berikut rangkaian program Setengah Abad Aduh yang akan dilaksanakan 10-12 Mei 2024:
Apa Kabar Telegram? (Diskusi)
Pembicara: Goenawan Mohamad
Jumat, 10 Mei 2024 | 16:00 WIB | Teater Salihara
Putu Wijaya mahir membangun cerita. Sebelum Putu Wijaya dikenal sebagai nama penting dalam ranah teater di Indonesia, ia lebih dulu muncul sebagai penulis sastra. Karya sastranya telah terbit semasa ia masih tercatat sebagai mahasiswa di UGM maupun Asdrafi (Akademi Seni Drama dan Film) di periode 1960-an.
Salah satu karyanya, novel Telegram (Pustaka Jaya, 1973), Putu Wijaya memilin yang nyata dan khayal dalam tokoh Aku sebagai nadi cerita. Telegram memiliki modus penceritaan yang berulang-alih antara kenyataan dan halusinasi. Bersama Goenawan Mohamad, diskusi ini akan membahas lebih dalam tidak hanya seputar naskah Telegram, namun juga karya-karya sastra Putu Wijaya lainnya.
Malam Pembacaan Karya Putu Wijaya (Pentas)
Penampil: Budi Suryadi, Firly Savitri, Fransisca Lolo, Henry C. Widjaja, Sita Nursanti
Jumat, 10 Mei 2024 | 20:00 WIB | Teater Salihara
Malam pembacaan menyajikan sepilihan karya-karya Putu Wijaya baik berupa petikan cerita pendek, novel, maupun naskah teater. Alumni Kelas Akting Salihara menjadi pembaca karya-karya tersebut. Sejumlah karya yang dibacakan antara lain Stasiun, Telegram, dan Bila Malam Bertambah Malam.
Aduh (Teater)
Penampil: Teater Mandiri | Sutradara: Putu Wijaya
Sabtu, 11 Mei 2024 | 20:00 WIB & Minggu, 12 Mei 2024 | 16:00 WIB | Teater Salihara
Tiket: Rp110.000 (umum) & Rp55.000 (Pelajar)
Aduh oleh Teater Mandiri pertama kali dipentaskan 1974. Aduh menegaskan kehadiran yang absurd di ranah teater Indonesia kala lakon-lakon realis tengah berkibar. Sejak kemunculannya setengah abad lampau, Aduh menjadi salah satu naskah karya Putu Wijaya yang kerap dimainkan banyak kelompok teater di Indonesia hingga hari ini.
Bagi Putu Wijaya yang mendirikan Teater Mandiri, Aduh merupakan babak baru penjelajahan artistiknya. Aduh menampilkan tokoh tanpa nama yang mengerang dan mengaduh kesakitan di tengah kesibukan orang banyak. Orang-orang sibuk berdebat, perlukah memberi pertolongan tanpa pernah bertindak hingga yang sakit akhirnya mati.
Mereka panik lalu susah payah membuang mayat yang sakit ke sumur. Tanpa sadar, di antara mereka ada yang terjebak di dalam sumur. Dari sumur itu lantas muncul suara mengaduh minta tolong di sela erangan. Lagi-lagi mereka berdebat perlukah menolong tanpa pernah bertindak hingga suara itu lenyap bersama ajal yang menjemputnya.
Setelah setengah abad, Aduh masih terasa dekat dengan kenyataan di Indonesia hari ini. Bukankah hingga kini masih banyak di antara kita yang sibuk berkata-kata tanpa bertindak hingga berujung fatal?
Aduh Setelah 50 Tahun (Diskusi)
Pembicara: Cobina Gillitt
Minggu, 12 Mei 2024 | 14:00 WIB | Teater Salihara
Seri kedua diskusi Setengah Abad “Aduh” secara khusus membicarakan naskah lakon Aduh sebagai karya penting Putu Wijaya, yang menegaskan kehadiran Teater Mandiri di dunia teater Indonesia. Pada diskusi ini Cobina Gillitt menjadi pembicara tunggal yang akan membagikan pengalamannya dengan naskah Aduh.
Pengalamannya sebagai anggota Teater Mandiri, menerjemahkan Aduh dan memainkannya dalam bahasa Inggris menjadi materi diskusi yang dapat diikuti sebelum karya tersebut dipentaskan di Teater Salihara. Untuk melakukan pemesanan tiket, calon pengunjung bisa melakukan pembelian di tiket.salihara.org.