Oleh Edy Mulyadi *)
Semarak.co-Selama 10 tahun, Jokowi memegang kendali. Dengan wajah polos dan bahasa tubuh merakyat, ia berhasil meninabobokan bangsa ini. Padahal di balik senyum itu, ada kejahatan politik, kebohongan publik, dan pengkhianatan konstitusi yang massif.
Dari pembiaran terhadap oligarki, kriminalisasi ulama, perampasan tanah rakyat, sampai manipulasi pemilu lewat putranya sendiri. Selama itu pula, semua sistem tunduk padanya. Hukum? Bungkam. Media? Dibeli. Birokrasi? Ditekan. Rakyat? Dipecah belah.
Tapi itu dulu, saat kekuasaan masih penuh di tangannya. Kini, narasinya berubah. Setelah pensiun, bahkan belum genap setahun, satu demi satu perlindungan itu rontok. Prabowo mulai menjauh. Tak lagi patuh, tak lagi tunduk. Bahkan diam-diam mulai menyikat satu demi satu anggota Geng Solo.
Mulai dari kasus korupsi, proyek IKN, hingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Di sisi lain, tekanan datang dari jenderal-jenderal senior yang tak rela demokrasi pujaan mereka diinjak-injak. Konstitusi dikencingi.
Mahkamah Konsitusi ditelikung dengan rangkaian upaya culas dan jahat. Gibran pun mulai digoyang. Ijazah palsu dibuka lagi. Dosa masa lalu dibongkar satu-satu. Semua ini menekan batin mantan penguasa yang dulu dielu-elukan bahkan sesembahan.
Dan Kulit pun Mulai Berbicara
Psoriasis. Melasma. Bercak. Muncul di wajah dan leher Jokowi. Ini bukan sekadar penyakit kulit. Ini alarm tubuh yang tak kuat lagi menahan tekanan batin. Seperti disampaikan Dr. Tifa di akun media sosial X atau dulu Twitternya, gejala-gejala itu merupakan reaksi psikosomatik terhadap stres berat, depresi, dan tekanan mental yang memuncak.
Ini simbol kegelisahan batin seorang mantan penguasa yang tak siap kehilangan kendali. Sepertinya topi, syal, dan jaket kerah tinggi bakal jadi bungkus penyilap mata. Tapi tak bisa menutupi semuanya. Karena Allah sudah bicara dalam QS Ghafir (40): 20–21: Kulit pun akan bersaksi atas apa yang kalian perbuat.
Inilah waktu terbaik bagi rakyat untuk bangkit. Oposisi jangan ragu. Jangan melunak. Tekanan harus digencarkan. Dosa harus diungkap. Jangan beri ruang untuk bersembunyi di balik “mantan presiden”. Ingatkan juga Presiden Prabowo, falsafah mikul duwur mendhem jero sama sekali tak layak diterapkan pada Jokowi.
Sebab inilah saatnya kita mengembalikan marwah bangsa. Agar keadilan tak berhenti di pidato. Tapi hadir di pengadilan. Agar sejarah tahu, kekuasaan bisa usang. Tapi kebenaran tak pernah luntur.
Jakarta, 5 Juni 2025
*) Wartawan Senior
Sumber: WAGroup