Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjanjikan kepada warga Amerika Serikat bakal membagi-bagikan uang senilai Rp 33,3 juta per warga. Trump mengeluarkan statemen itu melalui akun media sosialnya, Truth Social. Ternyata ini alasannya.
Semarak.co – Jika saja presiden Republik Indonesia bagi-bagi uang sebesar Rp 33,3 juta per warga Indonesia seperti yang bakal dilakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, sebagian rakyat Indonesia dipastikan bakal lebih sejahtera.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada hari Minggu (9/11/2025) lalu, mengumumkan rencana untuk memberikan “deviden nasional” sebesar 2.000 US Dolar atau setara dengan Rp 33,3 juta, kepada sebagian besar penduduk Amerika Serikat (AS).
Donald Trump mengklaim bahwa dana tersebut berasal dari pemasukan besar yang diperoleh dari penerapan tarif terhadap beberapa negara asing. Pengumuman ini disampaikan melalui platform Truth Social, yang merupakan media sosial miliknya.
Dalam unggahannya, Donald Trump menegaskan bahwa kebijakan tarif yang diterapkannya beberapa waktu lalu itu telah menghasilkan “triliunan dolar” kepada kas negaranya dan ia menyebut para pengkritik kebijakannya sebagai “ORANG BODOH”.
Menurut Trump, “Kita menerima triliunan dolar dan segera akan mulai melunasi utang nasional kita yang sangat besar, 37 triliun, US Dolar,” ujarnya seperti dilansir Merdeka.com dari Los Angeles Times pada Selasa (12/11-2025).
Ia juga menambahkan bahwa “Investasi di Amerika Serikat memecahkan rekor, pabrik-pabrik bermunculan di banyak tempat. Dividen setidaknya 2.000 US Dolar per orang (tidak termasuk mereka yang berpenghasilan tinggi) akan dibayarkan kepada semua orang,” ungkap Trump.
Telan biaya Hingga Ratusan Miliar Dolar AS
Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada rencana konkret mengenai pelaksanaan pembagian deviden tersebut. Pembayaran dalam jumlah besar seperti ini kemungkinan memerlukan persetujuan dari Kongres, dan secara fiskal dapat menelan biaya hingga ratusan miliar dolar.
Pernyataan Trump muncul di tengah pekan yang sulit bagi pemerintahannya. Mahkamah Agung baru saja mendengarkan argumen dalam kasus yang mempertanyakan apakah presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk menerapkan tarif tanpa persetujuan Kongres AS.
Sejumlah hakim di lembaga-lembaga penegakan hukum Amerika Serikat, termasuk Ketua Mahkamah Agung AS John G. Roberts, terlihat skeptis terhadap penggunaan kewenangan tarif oleh presiden Donald Trump itu.
Kemenangan Partai Demokrat dalam Pemilu di Amerika Serikat
Mayoritas hakim berpendapat bahwa Konstitusi memberikan wewenang kepada Kongres untuk menetapkan pajak, bea, dan tarif, bukan kepada presiden. Tekanan ini muncul setelah Partai Demokrat berhasil meraih kemenangan dalam sejumlah pemilihan di seluruh negeri pada hari Selasa yang lalu.
Sejak awal masa jabatannya, Donald Trump dikenal dunia lewat kebijakannya menerapkan tarif yang tinggi terhadap berbagai produk, termasuk tarif tambahan untuk negara-negara tertentu seperti India dan Brasil.
Ia berargumen bahwa menghapus tarif-tarif tersebut akan “menghancurkan” ekonomi negara Amerika Serikat, seperti yang ia sampaikan dalam pidato di Istana Presiden, Gedung Putih (white house), pada hari Kamis silam.
Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan dalam wawancara dengan George Stephanopoulos pada hari Minggu, ia belum mendiskusikan rencana deviden tersebut secara langsung dengan Trump. “Deviden 2.000 US Dolar itu bisa saja hadir dalam berbagai bentuk dan mekanisme berbeda,” ujar Bessent, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut. (net/mc/lat/kim/smr)





