Media Asing Soroti Putusan MK Bikin Gibran Jadi Cawapres, Saldi Bingung Putusan Hakim Berubah saat Anwar Usman Ikut Rapat

Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman bersama hakim anggota MK Saldi Isra (kiri) memimpin sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Gedung MK, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2023. Majelis hakim MK menolak permohonan para pemohon karena dinilai tidak beralasan menurut hukum. Foto: tempo di internet

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengakui ada peristiwa aneh dalam putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 tentang gugatan batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres). Keanehan itu dipicu atas adanya perbedaan putusan perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan perkara 90/PUU-XXI/2023.

semarak.co-Dalam ketiga putusan sebelumnya, kata Saldi, para hakim MK menyebut gugatan pemohon merupakan ranah pembentuk undang-undang. Secara keseluruhan terdapat belasan permohonan untuk menguji batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden dalam norma Pasal 169 huruf q UU 17 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Bacaan Lainnya

Gelombang pertama 29-51-55/PUU-XXI/2023. Saldi melanjutkan, dalam rapat permusyawaratan hakim untuk memutus perkara gelombang pertama pada tanggal 19 September 2023, Ketua MK Anwar Usman tidak ikut memutus perkara.

“Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi pada 11 April 2017 atau sekitar enam setengah tahun lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa,” kata Saldi saat membacakan dissenting opinion dalam putusan, Senin (16/10/2023) dilansir tempo.co, Senin, 16 Oktober 2023 17:47 WIB dari laman pencarian google.co.id.

“Apakah mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari. Hasilnya enam hakim konstitusi sepakat menolak dan memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang,” kata Saldi lagi.

Selanjutnya, dalam perkara gelombang kedua yakni perkara 90/PUU-XXI/2023 dan 91/PUU-XXI/2023, Ketua MK Anwar Usman ikut memutus dalam perkara tersebut dan turut mengubah posisi para hakim yang dalam gelombang pertama menolak menjadi mengabulkan.

MK mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden atau capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah. Gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.

Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan. “Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk Sebagian. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Anwar mengatakan, MK telah menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Putusan itu memang berbeda dengan putusan sebelumnya yakni gugatan dengan nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang juga dibacakan pada hari ini. Ketiga putusan itu ditolak oleh MK, padahal petitumnya sama yakni meminta MK melakukan uji materi terhadap UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Para penggugat yang mewakili Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, dan perwakilan tiga kepala daerah itu meminta Pasal 169 huruf q UU tersebut yang mengatur tentang batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun diubah menjadi minimal 35 tahun dan memiliki pengalaman menjadi penyelenggara negara.

Diketahui Saldi Isra menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat atas dikabulkannya gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang diajukan mahasiswa Universitas Negeri Surakarta Almas Tsaqibbirru Re A.

Dalam pertimbangannya, Saldi menyebut sebagian hakim MK terkesan berpacu dengan waktu terhadap tahapan pemilu. Saldi bahkan menuding mereka terlalu bernafsu untuk sesegera mungkin memutus perkara yang digugat tersebut.

“Di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong mengabulkan sebagian tersebut seperti tengah berpacu dengan tahapan pemilu umum presiden dan wakil presiden. Sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo,” ujar Saldi dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).

Saldi mengungkapkan, ketika dalam proses pembahasan di tingkat rapat permusyawaratan hakim (RPH), terjadi perdebatan yang menyita waktu di antara hakim konstitusi. Perdebatan ini terjadi lantaran belum ditemukannya titik terang mengenai amar putusan yang akan diambil dalam perkara ini.

Karena perdebatan inilah, terdapat hakim konstitusi yang mengusulkan supaya pembahasan perkara ini ditunda. Hakim tersebut juga mengingatkan agar tidak perlu terburu-buru serta perlu dimatangkan kembali dalam memilih amar putusan. Akan tetapi, sebagian hakim konstitusi justru tetap dengan keyakinannya atas pilihan amar putusannya.

“Sekalipun RPH ditunda dan berlangsung lebih lama, bagi Hakim yang mengusulkan ditunda, hal tersebut tidak akan menunda dan mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilihan, in casu tahapan pemilihan umum presiden dan wakil presiden,” imbuh dia dilansir kompas.com dari laman pencarian google.co.id.

Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatan ini dimohonkan diajukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Surakarta Almas Tsaqibbirru Re A.

Dari sembilan hakim konstitusi, enam di antaranya tak setuju atas putusan tersebut. Rinciannya, empat hakim menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat. Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion atau alasan berbeda, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.

Di bagian lain media asing menyoroti putusan MK tentang perubahan syarat capres-cawapres yang bisa membuat anak Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), yaitu Gibran Rakabuming bisa jadi cawapres di pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Media Hong Kong South China Morning Post (SCMP) memberitakan bahwa MK telah mengabaikan sejumlah kritik hingga petisi untuk menolak usulan untuk menurunkan batas minimal usia 40 tahun sebagai capres dan cawapres.

Berdasarkan laporan SCMP, keputusan itu pun disebut pengamat hukum dan pengamat sebagai hal yang tidak demokratis. “Sejumlah kritikan bahkan menunjukkan upaya Jokowi berupaya membangun dinasti politik jelang pemerintahannya berakhir,” demikian tulis SCMP dilansir cnnindonesia.com, Senin, 16 Okt 2023 19:42 WIB.

Diketahui juga bahwa MK disebut menolak usulan usia minimum dari 40 tahun menjadi 35-40 tahun. Namun secara mengejutkan MK mengabulkan gugatan bahwa kepala daerah bisa menjadi capres atau cawapres meski di bawah 40 tahun.

SCMP kemudian mengutip salah satu analis politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo, terkait permainan elite politik melanggengkan kekuasaan mereka. Putusan ini semakin memperlihatkan bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemerosotan.

“Selalu ada cara bagi para elite berkuasa untuk melangkahi aturan demi kepentingan mereka. Putusan baru ini jadi kegemparan besar bagi aktivis demokrasi Indonesia yang sempat merasa lega setelah pengumuman pagi ini,” kata Wasisto dilansir dari SCMP.

Media Jepang Nikkei Asia menyoroti pernyataan Ketua MK Anwar Usman yang mengabulkan syarat capres dan cawapres. Ia menganggap menurunkan batas minimal usia untuk menjadi capres/cawapres bertentangan dengan Konstitusi Indonesia. Untuk itu, putusan MK menambah klausul bahwa syaratnya adalah minimal usia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

“Pengadilan mempertimbangkan bahwa pejabat negara yang pernah berpengalaman sebagai anggota legislatif…(atau) gubernur, bupati, dan walikota berhak berpartisipasi sebagai kandidat presiden dan wakil presiden,” demikian putusan yang dibacakan Anwar seperti dikutip dari Nikkei Asia dilansir cnnindonesia.com dari google.co.id.

Putusan ini pun dianggap memuluskan Gibran yang menjabat sebagai Wali Kota Solo maju jadi capres atau cawapres meski usianya belum genap 40 tahun. Media Singapura Channel News Asia (CNA) menyoroti putusan MK tersebut dilakukan di tengah kritikan atas semakin kuatnya politik dinasti di Indonesia yang merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Upaya ini dinilai sebagai upaya menancapkan pengaruh Presiden Jokowi yang masa jabatannya berakhir 2024. Gibran sendiri sempat disebut-sebut menjadi menjadi salah satu kandidat cawapres Prabowo Subianto, capres dari Koalisi Indonesia Maju. (net/tpc/kpc/cnn/smr)

Pos terkait