Inggris mengingatkan China tidak akan meninggalkan warga Hong Kong jika China memberlakukan undang-undang (UU) hukum keamanan nasionalnya yang dinilai bertentangan dengan Perjanjian 1984
semarak.co– Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, Pemerintah Inggris dan Pemerintah China pada 1984 menandatangani perjanjian Sino-British Joint Declaration yang jadi dasar penyerahan Hong Kong ke Beijing pada 1 Juli 1997.
Lewat perjanjian itu, kata Johnson, Beijing menjamin status otonomi Hong Kong di bawah mekanisme satu negara, dua sistem selama 50 tahun sampai 2047.
Walaupun demikian, parlemen China pada minggu lalu menyetujui usulan membuat aturan keamanan baru untuk Hong Kong. Beleid itu bertujuan menindak seluruh tindakan penghasutan, upaya pemisahan diri/aksi separatis, terorisme, dan keterlibatan asing.
“Hong Kong jadi kota yang berhasil karena warganya bebas,” tulis Johnson di koran The Times, seperti dilansir Reuters, Rabu (3/5/2020).
“Jika China tetap bersikukuh, ini akan bertentangan langsung dengan kewajiban yang harus mereka penuhi sebagaimana tertuang dalam pernyataan bersama, pakta yang mengikat secara hukum yang telah terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata dia.
Badan intelijen dan aparat keamanan dari China daratan juga dapat membuat kantor perwakilan di Hong Kong untuk pertama kalinya saat beleid itu disahkan parlemen.
“Banyak warga Hong Kong khawatir cara hidup mereka akan terancam, meskipun China mengatakan akan mempertahankannya. Jika China menguatkan ketakutan itu, Inggris tidak akan diam dan pergi, sebaliknya kami akan menghormati kewajiban kami dan berusaha memberikan jalan keluar,” terang Johnson.
Johnson berulang kali menegaskan komitmen Inggris untuk memberikan kewarganegaraan bagi warga Hong Kong pemegang paspor British National Overseas (BNO). Status warga negara itu memungkinkan penduduk Hong Kong tinggal di Inggris.
Setidaknya ada sekitar 350.000 pemegang paspor BNO di Hong Kong dan 2,5 juta lainnya layak untuk mendaftarkan diri, kata Johnson. Koran The Times juga mewartakan Dewan Keamanan Nasional Inggris pada Selasa sepakat untuk menyeimbangkan kembali hubungan Inggris dan China.
Inggris pada Selasa juga memperingatkan China untuk mencabut hukum keamanan nasionalnya di Hong Kong, mengingat beleid itu berisiko menghancurkan salah satu pusat perekonomian di Asia dan merusak reputasi China.
Sementara itu, mayoritas perusahaan Amerika Serikat (AS) di Hong Kong mengkhawatirkan langkah Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional di pusat keuangan global itu, menurut survei Amcham. Sebanyak 180 anggota Amcham mengikuti survei pada 1 hingga 2 Juni.
Sebanyak 30 persen responden menyatakan cukup prihatin dan sebanyak 53,3 persen sangat prihatin tentang pemberlakuan undang-undang keamanan nasional yang bertujuan untuk mengatasi pemisahan diri, subversi, terorisme dan campur tangan asing di Hong Kong.
Undang-undang itu, yang bisa membuat badan intelijen Cina mendirikan pangkalan di kota itu, dapat mengikis hak dan kebebasan di Hong Kong. Beijing dan pemerintah daerah telah berulang kali mengatakan bahwa Undang-Undang itu tidak akan mempengaruhi tingkat otonomi khusus Hong Kong.
Sekitar 60 persen dari responden berpendapat bahwa undang-undang tersebut akan membahayakan operasi bisnis mereka, dengan menyebutkan kekhawatiran tentang ambiguitas dalam penegakan hukum, otonomi, status internasional Hong Kong, kerusuhan sosial, dan kemandirian sistem peradilan. Sekitar 30 persen responden mempertimbangkan untuk memindahkan modal, aset, atau operasi bisnis dari Hong Kong.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan pada Selasa bahwa ia memahami kekhawatiran publik tentang rencana Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional di pusat keuangan Asia karena rancangannya belum selesai.
Dalam penampilan publik pertamanya setelah Washington mengatakan akan menghapus perlakuan istimewa Hong Kong dalam hukum AS, Lam mengatakan banyak tuduhan terkait dengan undang-undang yang diusulkan tidak berdasar dan didesak untuk saling menghormati hubungan Hong Kong dengan Amerika Serikat.
Pada Jumat (29/5/2020), dilansir Reuters, Presiden AS Donald Trump mengatakan telah memerintahkan jajarannya untuk memulai proses penghapusan perlakuan khusus untuk Hong Kong, sebagai tanggapan atas rencana China memberlakukan undang-undang keamanan baru di wilayah tersebut.
Trump menyampaikan pengumuman itu dalam konferensi pers Gedung Putih. Ia mengatakan China telah melanggar pernyataannya tentang otonomi Hong Kong dan bahwa langkah China terhadap Hong Kong adalah sebuah tragedi bagi rakyat Hong Kong, China dan dunia. (net/lin)