Pemberlakukan tarif bea meterai baru sebesar Rp10 ribu untuk dokumen elektronik, mundur dari rencana semula mulai 1 Januari 2021. Belum dipastikan kapan tarif bea materai baru akan diberlakukan.
semarak.co-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mempersiapkan aturan pelaksana UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Termasuk aturan teknis mengenai dokumen meterai elektronik. Sri Mulyani mengatakan, dalam peraturan pelaksana UU Bea Meterai akan mengatur lebih lanjut batas kewajar nilai atas dokumen yang dikenakan bea meterai. Namun, Menkeu belum memastikan kapan meterai elektronik bisa didapat oleh masyarakat.
“Meterai elektronik belum ada, kami sedang lakukan persiapan infrastrukturnya, buat dulu bentuknya, distribusinya, dan infrastruktur penjualnnya harus diperlukan persiapan. Dan mungkin 1 Januari 2021 belum akan dilakukan karena persiapannya butuh waktu,” kata Sri Mulyani, di Jakarta, Senin (21/12/2020).
Bea meterai dikenakan untuk dokumen, bukan transaksi jual-beli. Menanggapi isu yang beredar, Sri Mulyani menyampaikan, pemerintah tentu memperhatikan batas dokumen yang dikenakan bea meterai dengan pertimbangakan iklim investasi.
“Karena banyak bereaksi saat ini seolah-olah terutama para milenial ini, saya senang generasi milenial sadar investasi di bidang saham dan surat berharga. Jadi kami tidak berkeinganan menghilangkan minat tumbuhnya para investor yang akan terus lakukan investasi di berbagai surat berharga,” ujar Sri.
Tujuan diterapkannya bea meterai untuk kesetaraan dokumen yang konvensional dan elektronik dalam pengenaan bea materai. “Nah bea materai ini adalah pajak atas dokumen atau keperdataan. Tapi bukan pajak atas transaksi. Yang muncul saat ini seolah-olah setiap transaksi saham dikenakan bea materai,” ujarnya.
Padahal, kata dia, ini adalah pajak atas dokumen. Sebagai info, dalam UU 10/2020 selain mencetuskan meterai elektronik, beleid tersebut juga menaikkan tarif bea meterai saat ini yang sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.
Namun, karena alasan masih banyak meterai tarif lama yang beredar di masyarakat, meterai lama masih bisa digunakan dengan catatan jumlah yang ditempel senilai Rp10.000 atau lebih.
Mengutip finance.detik.com (Kamis, 03 Sep 2020 16:05 WIB) disebutkan Komisi XI DPR sepakat tarif bea meterai menjadi Rp10 ribu dan menghapus tarif yang sebelumnya sebesar Rp3.000, dan Rp 6.000.
Keputusan ini tertuang dalam RUU Bea Meterai di tingkat I yakni antara Komisi XI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Apakah kita setujui pembicaraan tingkat I tentang bea meterai untuk kita lanjutkan pada pembicaraan tingkat II?” kata pimpinan rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (3/9/2020).
“Setuju,” jawab anggota Komisi XI DPR dalam rapat Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan. Kesepakatan ini diambil usai seluruh fraksi Komisi XI menyampaikan masing-masing pandangan akhirnya. Dari sembilan fraksi memberikan persetujuan, hanya PKS memberikan catatan kepada pemerintah.
Sementara fraksi lainnya setuju untuk dilanjutkan pembahasannya di tingkat II. Seperti Fraksi Golkar yang disampaikan Mukhamad Misbakhun. “Golkar setuju dan menyegerakan untuk tahap kedua. Apresiasi dan untuk segera dilaksanakan UU ini,” kata Misbakhun.
Selain itu, Fraksi Gerindra yang disampaikan Supriyatno. Dia bilang Partai Gerindra menyetujui RUU Bea Meterai menjadi UU. “Gerindra menyetujui RUU Bea Meterai untuk dilanjutkan ke tingkat II untuk bisa menjadi UU,” katanya.
Dengan kesepakatan mini fraksi ini, Dito pun langsung menyetujui pengambilan keputusan dengan melanjutkan penandatangan naskah RUU Bea Meterai. “Dengan ditandatangani naskah RUU Bea Meterai, maka selesai rapat kerja hari ini,” kata Dito.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan banyak terimakasih kepada Komisi XI DPR. “Pimpinan terimakasih atas kerja sama dan komitmen untuk menyelesaikan UU, ini UU yang sudah cukup lama, semoga kerja sama ini terus terjaga,” kata Sri Mulyani. (net/pos/smr)